"Gimana mungkin aku lupa, Tee? Itu pengalaman pertama aku." Tae menganggukkan kepalanya. Dalam hati dia merasa lega karena Tee masih mengingat dengan kejadian dulu.
"Oh oke." Tee terdiam sebentar " Gue juga masih inget sih."
Ada jeda saat mereka berdua terdiam dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang mereka pikirkan, yang pasti keduanya merasa benar-benar lega setelah tau kalau mereka tidak pernah melupakan kejadian saat di rumah pohon saat mereka berumur empat belas tahun itu.
FLASHBACK
"Tae, kamu tau gak kalau aku gak pernah nyium cewek?" Saat mereka ngabisin waktu senggang bermain PS di hari libur sekolah, Tee tiba-tiba bertanya hal ini ke Tae.
"Gimana kalau dia, kayak, mungkin dia bakal ninggalin aku karena aku gak bisa nyium dia?"
"Aku sih gak bakal khawatir sama yang gituan sih, Tee. Kita kan masih muda jadi gak berpengalaman mah hal biasa kali. Kamu bakal baik-baik aja. Gak usah terlalu dipikirin" Tae meyakinkan sahabatnya itu, meski jantungnya terasa berdetak cepat seperti mau meledak.
Iya sih, tapi kan, gimana kalau, misalnya .. aku bisa kaya umm .. bantuin aku? Ya umm kaya bantuin aku biar tau kalau aku gak seburuk pikiran aku gitu? Kita kan gak tau apa aku bener-bener bisa belajar dengan cepat buat tau ciuman yang baik dan benar itu kaya gimana kan?" Tee terus mengoceh panjang x lebar, tapi untung Tae mengerti maksud Tee apa. Tepat setelah Tee selesai ngomong dan menahan nafas, Tae langsung mendekati Tee dan menempelkan bibirnya ke bibir Tee.
Mungkin ini agak special menurut mereka. Karena Tae maupun Tee belum pernah mencium siapapun, yang artinya ciuman pertama mereka diberikan kepada satu sama lain. Tidak ada yang tau bagaimana atau apa yang harus mereka lakukan dan itu hanya ciuman yang menempelkan bibir saja, tidak memakai acara tukar saliva ataupun adu lidah.
"Iya sih, tapi kan, gimana kalau, misalnya .. aku bisa kaya umm .. bantuin aku? Ya umm kaya bantuin aku biar tau kalau aku gak seburuk pikiran aku gitu? Kita kan gak tau apa aku bener-bener bisa belajar dengan cepat buat tau ciuman yang baik dan benar itu kaya gimana kan?" Tee terus mengoceh panjang x lebar, tapi untung Tae ngerti maksud Tee apaan. Tepat setelah Tee selesai ngomong, dan menahan nafas, Tae langsung mendekati Tee dan menempelkan bibirnya ke bibir Tee.
Akhirnya Tae berusaha mengingat tentang drama yang sering banget di tonton oleh emaknya. Ciuman yang melibatkan lidah -yang menurutnya itu hal yang menjijikan, tapi Tee sudah membuka sedikit bibirnya dan lidah mereka saling bertemu.
Awalnya sih itu ciuman yang bisa dibilang berantakan banget. Sampai akhirnya Tae melingkarkan tangannya di pinggang Tee dan menghisap lidah sahabatnya itu. Menciptakan suara aneh yang belum pernah didengar oleh telinga perawan malang mereka sebelumnya. Kemudian Tee menciptakan suara yang membuat Tae mengeluarkan suara geraman dan menjatuhkan tubuh Tee di atas lantai.
Tae naik di atas tubuh Tee, tangannya di paha Tee dan, entah bagaimana awalnya, Tae menggerakkan ujung jarinya ke atas celana bahan milik Tee. Leher Tee melengkung ke belakang ketika Tae mencium leher dan meninggalkan beberapa bercak tanda merah.
Mereka sudah menyeleseikan apapun yang mereka lakukan, melakukan aktivitas yang baru menurut mereka dan setelah itu mereka turun dari rumah pohon untuk mengambil beberapa makanan ringan lagi. Sekalian ganti celana. Why?? Soalnya celana yang mereka pakai tadi sudah terkena noda gitu cuy..
Mereka sih bilangnya itu susu. Padahal BUKAN dan GAK AKAN pernah jadi nama susu sih.
Setelah liburan selesai, mereka setuju untuk tidak pernah membahas tentang kejadian malam itu atau apapun yang berhubungan tentang itu. Agar tidak ada rasa canggung atau bingung di antara mereka, jangan sampai ada.
FLASHBACK END
Dan sekarang, Tee sedang duduk di antara kaki Tae yang panjang, menatapnya dengan bibir sedikit terbuka. "Aku gak pernah berhenti memikirkan kamu." Tee berbisik yang membuat bulu-bulu di belakang leher Tae berdiri tegak. Dia bersumpah dia tidak pernah merasakan jantungnya berpacu secepat ini. "Kenapa Tae? Kenapa kamu bisa ngelakuin ini sama aku?"
"Aku..a–" Tae tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat, takut dia akan berkata sesuatu yang aneh dan akan menghancurkan apapun yang akan terjadi malam ini. Suasana malam ini tampak hening tanpa ada suara yang mengganggu dari luar rumah pohon kecuali suara napas mereka saat Tee bergerak kedepannya, lidah menjulur keluar untuk membasahi bibirnya. Tangan Tae gatal ingin menarik di pinggang kecil itu lebih dekat ke tubuhnya, dan akhirnya bibir mereka bertemu untuk kedua kalinya lagi setelah malam dulu. Tidak seperti di drama-drama yang biasanya emak nonton, tidak ada gerakan tiba-tiba yang aneh. Semua terasa alami. Bibir Tee menempel dengan lembut apalagi setelah Tee sengaja membuka sedikit bibirnya dan Tae menyambutnya dengan senang. Tee melingkarkan tangannya di leher Tae dan memposisikan dirinya duduk di pangkuan sahabatnya itu.