"Bagaimana pekerjaanmu Dave?" tanya ayah Aiden saat mereka tengah menikmati makanannya.
"Jangan di ragukan lagi Yah, perusahaan kami sekarang bisa mendunia hingga ke London," ucap Aiden dengan penuh semangat.
"Benarkah? Ayah selalu yakin dengan kinerja kalian berdua," ucap Ayah Aiden dengan bangga.
"Kamu bekerja di kantor mereka juga, Agneta?" tanya Ibu Aiden membuat Agneta menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, kau lulusan universitas mana? Bisnis management? Atau Hukum, mungkin."
Agneta melirik ke arah Aiden sesaat sebelum akhirnya menjawab. "Saya hanya lulusan SMK tante," ucapnya.
Seketika Ibu Aiden tersedak makanannya sendiri. "Kau lulusan SMK?" tanyanya sedikit memekik seakan memastikan kalau pendengarannya tidak salah.
"Iya," ucap Agneta.
"Kamu asli Jakarta?" tanya Ayah Aiden menyela Ibu Aiden supaya tidak semakin panjang.
"Bukan Om, saya asli dari Semarang," serunya.
"Bekerja apa Ayah dan Ibumu?" tanya Ibu Aiden sedikit sinis dan sekali lagi Agneta menelan salivanya sendiri. Agneta bingung harus menjawab apa, kenyataannya dia dan kedua orang tuanya sudah sekian lama tak bertemu.
"Mereka hanya seorang pedagang dan petani," serunya.
"Aiden ikut kami," ucap Ibu Aiden dengan tegas beranjak dari duduknya dan berjalan menjauhi meja mereka diikuti Ayah Aiden dan juga Aiden hingga kini menyisakan Dave dan Agneta.
Sebenarnya Agneta kesal, kenapa dia harus di tinggalkan berdua saja dengan Dave di sini. Ia melirik Dave yang tampak santai meneguk minumannya dan tampak seulas senyuman di bibirnya. "Aku tidak menyangka kau bersama dengan Aiden," ucapnya.
Agneta memalingkan wajahnya tak ingin mendengarkan ucapan Dave. Sungguh setiap hal yang di lontarkan dari bibir Dave itu semua tak ada yang penting dan menarik untuknya. "Aiden memang pria yang baik, dan kau tidak salah menggaet seorang pria. Selain tampan dan baik, dia juga sangat kaya raya."
"Aku tau," ucap Agneta dengan sinis. "Aku berharap Aiden tidak sebrengsek pria yang aku temui 5 tahun lalu," serunya membuat Dave terkekeh kecil.
"Tapi aku tau kau hanya menginginkan pria 5 tahun lalumu itu, bahkan sekarangpun begitu," bisik Dave dengan sengaja mengatakannya di dekat daun telinga Agneta membuatnya bergidik dan menjauh dari Dave. Dia seperti zat cair saat bersama Dave, dan ia tak memungkiri itu.
"Bagaimana kabar Regan?" tanya Dave berbasa basi saat melihat wajah muram Agneta. Ia memotong kembali daging miliknya hingga potongan kecil dan menyuapkan ke dalam mulutnya dengan elegan.
"Bukan urusanmu!" jawab Agneta dengan sangat ketus. Sungguh, dari sekian keadaan hanya berada di samping Dave lah yang selalu di hindari Agneta.
"Aku sangat merindukannya. Entahlah, tetapi dia berbeda dengan anak-anak lainnya," seru Dave masih santai melirik ke arah Agneta. "Hanya dia anak kecil yang bisa membuatku tak bisa berhenti memikirkannya, bahkan merindukannya."
Hati Agneta retak-retak memikirkan ucapan Dave barusan, mungkin ada sebuah ikatan batin antara Ayah dan Anak? Sebelum berangkatpun, Regan sempat menanyakan om Vero yang tak kunjung datang setelah hampir seminggu berlalu. Agneta tak paham sebenarnya, tetapi sungguh dia tak bermaksud jahat memisahkan mereka. Keadaan membuat mereka jadi seperti ini, dan Agneta sama sekali tak ingin mengambil resiko dengan menceritakan siapa Regan sebenarnya.
"Kamu pintar mendidik anak," tambah Dave terdengar tulus membuat Agneta menatap ke arahnya. Ada sekelebat tatapan melembut dari Dave saat mengatakan itu tetapi itu hanya sekilas saja.
"Mereka serius sekali berundingnya, sampai menghabiskan waktu 15 menit," seru Dave menyadarkan Agneta dari keterpakuannya menatap mata Dave. Agneta langsung memalingkan tatapannya melirik ke arah pintu dimana tak kunjung datang sosok Aiden. Tanpa sadar ia meremas kedua tangannya dengan kegelisahan.
"Sebaiknya aku pulang saja," ucap Agneta beranjak dengan menyambar tasnya.
"Tidakkah kau ingin aku mengantarmu?" tanya Dave.
"Tidak perlu!" ucapnya dengan sinis. Agneta hendak berlalu tetapi ketiga orang tadi datang membuat Agneta mau tak mau kembali duduk. Aiden tampak lesu berjalan mendekati Agneta.
"Dave sayang, kami pulang duluan yah. Seringlah main ke rumah," ucap Ibu Aiden membuat Dave beranjak dari duduknya dan mencium pipi mereka berdua. Terlihat hanya Ayah Aiden yang berpamitan pada Agneta, sedangkan Ibunya berlalu begitu saja. Agneta sadar kalau Ibu Aiden tak menerimanya.
Terdengar helaan nafas panjang dari Aiden, ia duduk di samping Agneta dan meneguk anggur miliknya. "Maaf Agneta," serunya.
"Aku paham," ucap Agneta. "Bisakah kau mengantarku pulang?"
"Aku ingin, tetapi aku harus menemui Ibuku. Tidak masalah kalau kamu pulang di antar sopir pribadiku?" tanya Aiden membuat Agneta mengangguk.
"Tidak perlu, biar aku saja yang mengantarnya," ucap Dave tiba-tiba dan seakan tak perduli dengan tatapan mereka berdua.
"Benarkah?" tanya Aiden. "Apa tidak masalah?"
"It's Oke, kasian juga kalau dia pulang di antar sopir," ucap Dave dengan senyuman khasnya membuat Agneta bergidik, ia tau maksud Dave ingin mengantarnya.
"Tidak perlu Pak Davero, saya bisa pulang di antar sopir atau menggunakan taxi," seru Agneta segera menyela Dave.
"Jangan taxi, Agneta. Aku khawatir terjadi sesuatu," seru Aiden.
"Jangan berlebihan Aiden," ucap Agneta yang kesal di anggap seperti anak kecil.
"Tidak ada yang merepotkan, kalau kau mau aku akan mengantarmu," ucap Dave dengan sangat santai dan tidak membuat Aiden curiga. Dave selalu bisa memainkan perannya. Pikir Agneta.
"Agneta, aku sedang terburu-buru, kau pulang bersama Dave saja yah," ucap Aiden.
"Tapi-"
"Ayolah, kau aman bersamanya. Dia sepupuku," ucap Aiden begitu percaya pada Davero.
'Kau tidak tau siapa sepupumu itu, Aiden. Dia pria paling brengsek di dunia ini.'
"Dave, titip Agneta." Dave hanya mengangguk lirih. Aiden tampak berpamitan pada Agneta dengan mengecup bibirnya singkat dan itu membuat Dave memalingkan wajahnya hingga kini hanya tinggal Dave dan Agneta.
Seketika senyuman Dave hilang berganti dengan wajah dingin, sangat dingin bahkan mampu membuat Agneta semakin tak nyaman. Dave beranjak tanpa mengatakan apapun diikuti Agneta. Keduanya berjalan beriringan menuju lift tanpa ada yang membuka suara sedikitpun. Agnetapun tak ada niat sedikitpun untuk membuka suaranya dan mengajak Dave berbincang. Itu adalah hal terakhir yang di pikirkannya. Ia hanya berjalan membuntuti Dave yang dengan elegantnya berjalan menuju keluar restaurant.
Di dalam mobil masih begitu sunyi karena tak ada yang membuka suara sedikitpun, Agneta tampak lelah dan hanya menyandarkan kepalanya ke sandaran jok mobil. Tak bisa di pungkiri dia memikirkan sikap dan respon dari Ibu nya Aiden. Ia tak bodoh, ia tau kalau Ibu Aiden tak menyukainya. Agneta menghela nafas panjang membuat Dave menoleh padanya.
"Kau memikirkan respon Ibu Aiden?" tanya Dave tepat sasaran tetapi Agneta enggan untuk menjawab dan hanya melirik sedikit ke arah Dave yang fokus menyetir.
"Aku tidak suka di acuhkan Agneta!" ucapnya penuh penekanan tetapi sekali lagi Agneta hanya diam membisu. "Kau menantangku, hmm?"
"Apa maumu?" tanya Agneta dengan segera seraya berdesis kesal.
"Aku tidak suka berbasa basi, jadi tinggalkan Aiden!"
"Apa?" pekik Agneta.
Dave meminggirkan mobilnya di jalanan yang sepi dan melepaskan seatbeltnya, ia merubah posisi duduknya jadi menghadap ke arah Agneta. "Tinggalkan dia, atau aku akan memaksamu meninggalkannya!" serunya begitu tajam.
"Kau tidak berhak mencampuri kehidupanku, DAVERO!" ucap Agneta dengan kesal. Dave semakin mendekati tubuh Agneta membuat Agneta terpojok ke pintu.
"Kau lupa Agneta, kau adalah milikku! Hanya milikku! Baik dulu maupun sekarang."
"Aku bukan milikmu, dan tak akan pernah menjadi milikhmmmm!" ucapan Agneta terhenti karena Dave langsung membungkam bibirnya dengan bibir Dave.
Agneta terus berontak dengan memukuli punggung Dave dan berusaha meminta lepas, tetapi ciuman Dave mulai melembut membuat Agneta terhipnotis dan tak bisa di pungkiri kalau jauh di dalam hatinya yang terdalam, dia merindukan sentuhan ini. Sentuhan yang selalu berhasil menghipnotisnya dan membuat seluruh organ tubuhnya melunak dan mengikuti perintah Dave.
"Kau ingat, kau adalah zat cair dan aku zat padat. Kau akan terus mengikuti Agneta, kau akan selalu mengisi dan tak mampu keluar dari diriku. Layaknya air di dalam aquarium," bisik Dave membuat Agneta terengah pelan.
Dave mengecup bibir Agneta yang sedikit bengkak, dan merayap mengecupi rahang dan telinganya. "Aku akan melakukan segala cara agar kau kembali padaku, pada pemilikmu!"
Dave menjauhkan tubuhnya dari Agneta, tatapan tajamnya beradu dengan mata sayu Agneta yang masih berusaha mengatur nafasnya. "Kenapa?" tanya Agneta begitu lirih.
Dave masih diam memperhatikannya, "Kenapa kamu terus mengusik kehidupanku, Dave? 5 tahun lalu kau mengusik hidupku yang damai hingga akhirnya hancur, dan sekarang kau ingin melakukannya lagi? Apa salahku padamu, Dave? Kenapa kau ingin menghancurkan hidupku?" teriak Agneta dengan mata yang memerah menahan air mata dan dada yang naik turun karena emosi yang menggebu.
"Kau benar, aku memang zat cair yang tak bisa melakukan apapun di dalam kungkunganmu, aku memang zat cair yang hanya bisa mengikutimu. Tetapi aku tidak sudi terus di kurung dalam aquarium sialan itu, aku ingin kembali ke lautan luas tanpa ada pembatas, aku ingin ke kehidupanku yang bahagia, tentunya tanpa ada iblis sepertimu, DAVERO ANDERSON! Baik dulu maupun sekarang!" ucapnya dengan sangat tajam dan beranjak keluar dari dalam mobil meninggalkan Dave yang termangu sendiri di tempatnya mendengar penuturan Agneta barusan.
"Kau belum mengenal iblis ini, Agneta," gumam Dave mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat.
***