Malam harinya Aqila memberanikan diri untuk menelpon Fadhil. Seperti saran dari Yura, dia akan menanyakan jam kuliah Fadhil esok pagi. Ragu? jelas. Gengsi Aqila cukup tinggi untuk memulai menelpon Fadhil lebih dulu. Jangan ditanya lagi berapa kali dia mondar mandir hanya untuk memutuskan mau menelpon atau tidak.
"Si Jahil." Aqila bergumam mencari kontak Fadhil yang diberi nama si Jahil.
"Assalamualaikum," terdengar salam dari seseorang di ujung sana. Aqila merasa ada yang aneh dengan Fadhil.
"Waalaikumsalam. Dhil, besok pagi kuliah jam berapa?"
"Jam delapan." jawab Fadhil
"Oh ya sudah. Makasih." ucap Aqila pada akhirnya. Karena jawaban Fadhil yang pendek-pendek.
"Iya."
Aqila akhirnya menutup sambungan telponnya. "Kenapa rasanya nyeri ya dicuekin?" ucap Aqila setelah menutup sambungan telponnya. Dia merasa Fadhil sangat aneh. Biasanya laki-laki itu selalu ramah dan rame ketika menelpon dirinya. "Harusnya dia seneng donk aku telpon duluan. Uh pasti besar kepala dia."
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com