webnovel

Merasakan sakit itu lagi

Viona berlari dengan memegang erat ponselnya walau kedua kakinya terasa lemas tapi ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk sampai ke apartemennya, walau angin di musim gugur terasa lebih dingin sampai menembus tulangnya tapi tak menghentikan langkah Viona untuk terus berlari menuju ke rumahnya. Sesampainya di rumah Viona langsung menyalakan laptopnya untuk melakukan Videocall dengan Jenni karena ponselnya sudah hampir mati karena kehabisan daya.

Setelah berhasil mengatur nafasnya Viona memulai panggilan video dengan Jenni di Inggris, dengan mata berkaca-kaca Viona melihat dengan jelas bagaimana teman-teman seprofesinya di Inggris terlihat memberikan penghormatan terakhir pada dokter Rachel. Mereka terlihat menahan kesedihan ketika bersalaman dengan orang tua dokter Rachel, begitupun dengan Jenni yang hadir dirumah duka untuk mewakili Viona.

"Kenapa kau senekat ini dokter Rachel," isak Viona dengan penuh kesedihan sambil membenamkan wajahnya diatas kedua tangannya, walaupun hubungannya dengan dokter Rachel kurang baik di rumah sakit tapi Viona tau dokter Rachel wanita yang baik.

"Kak, kak Vio kau masih disana?!!!" Jenni terlihat melambaikan tangannya di layar sambil memanggil Viona.

"Iya Jen, aku masih disini," jawab Viona sambil menatap layar laptopnya kembali.

"Entah ini penting atau tidak bagimu kak, tadi saat aku sedang ke toilet aku mendengar percakapan kakak dokter Rachel yang berbicara dengan ibunya. Mereka mengatakan kalau dokter Rachel sedang hamil 3 bulan kak,"ucap Jenni dengan wajah yang sangat serius tertangkap di layar.

"Pregnant?? Dokter Rachel pregnant ?!! Are you serious Jenni?"pekik Viona dengan kaget sambil memegang laptopnya.

"Itu yang aku dengar kak, mungkin untuk lebih jelasnya kakak bisa tanya dokter lainnya," jawab Jenni dengan suara terputus-putus karena kualitas video yang mulai jelek.

"Kak hallo kak .. kakk Vio kau bisa mendengar suaraku?" Suara Jenni terdengar makin tak jelas, sampai akhirnya sambungan panggilan video itu pun benar-benar terputus.

Viona hanya menatap lurus laptopnya yang sudah gelap itu dengan pandangan yang masih sangat terkejut dengan ucapan Jenni terakhir kali, jiwanya sebagai seorang wanita sudah cukup terluka pagi tadi saat melihat video pengakuan dokter Rachel yang menggemparkan Inggris dan kali ditambah dengan informasi mengenai dokter Rachel yang bunuh diri dengan bayi yang dikandungnya.

"Kau bodoh Rachel .... kau sudah berdosa dengan melakukan hubunganmu dengan si bajingan itu lalu kenapa kau harus membunuh anakmu juga, bagaimana kau akan mempertanggungjawabkan semua ini dihadapan Tuhan ?!! kau terlalu lemah dokter Rachel," ucap Viona sambil menangis.

Air mata Viona mengalir deras di wajahnya meratapi kematian salah satu teman sejawatnya di rumah sakit lamanya di Inggris, ia sangat membenci kalau ada orang yang membuang atau membunuh anaknya sendiri. Tiap mengingat hal itu Viona akan sedih karena mengingat nasib buruknya yang juga dibuang oleh kedua orang tua kandungnya yang tak pernah ia tau sampai kini.

Karena lelah menangis akhirnya Viona tertidur tanpa berganti pakaian dan menyalakan lampu apartemennya, ia tidur dalam kondisi ruangan yang gelap gulita.

Di luar Fernando masih berputar-putar mencari apartemen Viona yang baru, ia hampir menemukan apartemen Viona kalau saja tak kehilangan sinyal. Fernando rupanya sudah melacak keberadaan Viona melalui sinyal ponsel Viona, akan tetapi saat sudah hampir menemukan tiba-tiba saja sinyal itu hilang yang akhirnya membuat Fernando kehilangan jejak.

"Tak mungkin kan aku mengecek tiap pintu di bangunan ini," ucap Fernando jengkel sambil menatap dua bangunan apartemen yang ia sangka tempat tinggal Viona.

Karena jengkel akhirnya Fernando pulang dengan tangan kosong, ia harus lebih bersabar menghadapi Viona. Fernando memacu mobilnya dengan cepat karena harus segera sampai dirumah, ia baru teringat ada hal penting yang ia lupakan.

"Cepat atau lambat kau sendiri yang akan datang padaku Vio, aku menyimpan harta karunmu," gumam Fernando sambil menatap setumpuk berkas yang ada disampingnya.

Sepeninggal Fernando nampak muncul sebuah mobil sport warna biru milik Frank berhenti tepat ditempat mobil Fernando berhenti tadi, Frank kemudian turun dari mobilnya dengan merapikan pakaiannya terlebih dahulu lalu berjalan masuk ke arah apartemen Viona. Ia membawa satu kantung berisi makanan yang akan ia nikmati bersama Viona sebagai makan malam mereka.

Tok

Tok

"Vio are you in there?? "

"Vio kau sudah pulang kan? Its me Frank."

Suara ketukan pintu dan teriakan dari Frank akhirnya membuat Viona terbangun, dengan mata yang masih belum terbuka semua Viona berusaha beradaptasi dengan keadaan rumahnya yang gelap itu. Perlahan Viona berjalan ke dinding dan menyalakan lampu rumahnya lalu berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintu untuk Frank.

Tok tok

"Vioo, ini aku Frank ... "ucap Frank berulang kali.

ceklek

Suara pintu yang terbuka dari dalam.

"Iya Frank sabar," jawab Viona sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

"Vioo, matamu kenapa? Kau habis menangis? Kenapa? Ada yang menyakitimu? Vio jawab !!!" teriak Frank tiba-tiba saat menyadari wajah Viona yang sembab dengan mata yang memerah.

Viona menggelang pelan lalu berjalan masuk kedalam apartemen nya, ia merapikan laptop yang masih terbuka di atas meja lalu duduk di lantai dengan menunduk.

Frank tersenyum kecut melihat Viona yang tak ada gairah itu, ia kemudian menutup pintu dan menyusul ke sofa dimana Viona terduduk di lantai. Karena melihat kondisi Viona yang berantakan akhirnya Frank menyiapkan makanan yang ia bawa sendiri, Frank mengambil beberapa piring dan gelas dari kabinet lalu diletakkan diatas meja untuk diisi makanan.

"Ayo makan, aku tau kau belum makan malam kan?"ucap Frank lembut sambil membelai rambut Viona yang acak-acakan itu.

Viona mengangkat wajahnya dari atas meja lalu menatap Frank dengan tatapan sedih , kedua matanya kembali terisi air yang siap turun ke pipi. Menyadari kondisi Viona yang sedang tak baik membuat Frank langsung mengubah tempat duduknya lalu memeluk Viona dengan erat, ia menarik kepala Viona untuk disandarkan di dada bidangnya memberikan tempat menangis untuk Viona.

Frank membelai rambut Viona dengan perlahan sambil menepuk pundak gadis yang masih menangis di dadanya itu, ia membiarkan gadis itu mengeluarkan semua air mata di dadanya. Setelah hampir dua puluh menit Viona mengangkat kepalanya dari dada Frank sambil menyeka air mata yang masih membasahi wajahnya.

"Sudah lebih tenang hemm?" tanya Frank lembut sambil menyentuh pipi Viona.

"Terima kasih, maaf bajumu jadi kotor karena aku Frank," jawab Viona dengan terbata-bata.

Melihat Viona masih belum bisa bicara dengan baik membuat Frank mengambil air untuk diberikan pada gadis itu agar lebih tenang, Viona meminum air pemberian Frank sampai habis lalu terlihat berulang kali mengambil nafas panjang untuk merilekskan dadanya yang terasa sesak.

"Aku mandi dulu ya Frank," ucap Viona sambil berdiri.

"Ok, nanti setelah itu kau baru cerita padaku apa yang sudah terjadi padamu," pinta Frank sambil menikmati kentang goreng yang tadi ia bawa.

"Huum," jawab Viona sambil berjalan ke arah lemari untuk mengambil beberapa baju ganti nanti dikamar mandi.

Viona berjalan ke arah kamar mandi lalu menguncinya dari dalam lalu mulai mandi, sementara di ruang tamu Frank masih duduk dengan menikmati makanan yang ada dihadapannya sambil memainkan ponselnya. Tak lama kemudian Viona sudah selesai mandi dan sudah berganti pakaian dengan piyama tidur model celana panjang dan lengan pendek yang bermotif kartun gambar kelinci. Rambut basahnya di ikat dengan handuk kecil diatas kepala dan menyisakan tetesan air mengalir di sekitar pelipis Viona hingga membuat darah lelaki Frank berdesir dengan cepat.

Viona duduk disamping Frank tanpa ada rasa curiga apapun, ia menikmati segelas susu hangat yang sudah Frank siapkan. Senyum manisnya mengembang ketika menikmati pizza yang ada di hadapannya. Sedang Frank nampak menatap viona dengan tatapan yang siap memakan, nafasnya sudah tak beraturan mencium wangi sabun mandi yang masih melekat di tubuh Viona.

"Vioo .. vioo akuuu akuu mau ...

Bersambung

Próximo capítulo