Waktu berlalu, hari berganti Marcel masih enggan keluar kamar kecuali untuk kepentingan Illusionis.
Ruangan kamar luas disebuah appartement mewah tertutup rapat, sinar matahari tak mampu menembus dinding dan jendela ruangan kamar itu. Si pemilik kamar masih tertelungkup terlilit selimut tebal berwarna abu- abu muda, beberapa potong baju usai konser tergeletak berserakan di setiap sudut ruangan kamar.
Mita asisten artis beberapa kali memencet bel appartemen mewat itu, tapi tak kunjung ada jawaban beruntung pak Gun telah memberinya card lock appartement milik Marcel. Mita mengendap - endap memasuki ruang tamu appartement menurutnya setiap ruangan di appartement ini bagaikan barisan pintu pembuka neraka, kedua bola matanya berkelana menyusuri tiap sudut ruangan mencari sesosok pria yang menjadi banyak idola kaum wanita.
"dimana monster itu?? rumahnya sepi, jangan- jangan dia gak pulang." gumam Mita
ruang tamu, ruang keluarga, ruang bermain, dapur sampai balkon tak juga ditemui sang bintang disana. satu satunya tempat yang belum ia lihat hanyalah kamar tidur utama appartemen mewah ini, tapi jangankan memasuki ruangan itu mendekati pintunya saja membuat Mita bergidik ngeri.
membayangkan sang pemilik rumah membentaknya saja cukup membuatnya takut, apalagi jika ia mendekati kamar itu pasti ada hal buruk yang terjadi. Namun, Mita tak punya pilihan lain ia harus segera membawa Marcelino pada jumpa fans siang ini.
dengan berat hati gadis itu membuka pintu kamar yang cukup besar, Mita kembali berjinjit mengendap memasuki kamar sang artis. Gelap, itulah kesan pertama yang ada di benak Mita asisten artis saat memasuki kamar Marcelino.
"bang..... bang Marcel, bang.... bang Marcel " panggil Mita lirih.
tak ada jawaban, suasananya masih sama sepi dan gelap. asisten itu berinisiatif menyalakan lampu kamar, ia meraba - raba dinding kamar gelap itu hingga ia menemukan tombol untuk menyalakan lampu. Mita menekan tombol itu ruangan tiba tiba menjadi terang, matanya bisa melihat ruangan kamar yang luas berhias wallpaper berwarna putih mewah.
bola mata Mita tertuju pada seonggok pria yang menggeliat karena silau akan sinar cahaya lampu, seketika matanya terbelalak tubuhnya bergetar hebat aliran darahnya bagai terhenti.
Marcel mengerjapkan matanya dan membalik badan, ia terkesiap saat netranya yang masih mengembun menemui seorang gadis di dalam kamarnya.
Marcel melotot dan berteriak "keluar!!!! "
langkah seribu diambil mita keluar dari kamar sang artis yang terlihat kesetanan, gadis itu masih terengah engah bersandar di dinding dapur. tiba tiba suara berat menyapa pendengaranya
"siapa yang menyuruhmu ke appartementku?? siapa yang mengijinkanmu memasuki kamar tidurku???"
sorot mata tajam mengintai Mita, membuat tubuhnya menegang dan lidahnya keluh.
"mulai sekarang aku gak mau melihat wajahmu lagi dimanapun, singkat kata kau dipecat." kata itu ringan keluar dari mulut Marcel tapi begitu menyakitkan untuk sang asisten.
sudah bukan hal baru lagi Marcel memecat asisten artis di managementnya, dalam satu tahun ia bisa memecat 12- 15 orang asisten artis. bukan kesalahan besar semua di pecat karena berani memasuki kamar pribadinya, meski tak ada yang disembunyikan disana tapi marcel sangat membenci orang yang berani memasuki kamar tidurnya.
hanya butuh waktu 30 menit Marcel sudah berada di hallroom sebuah hotel bintang 5 tempat diadakan jumpa fans, ia tampil modis dengan celana jeans ketat berwarna putih, kemeja motif bunga, jas warna senada dengan celana, dan sebuah sepatu convers berwarna putih. casual namun tetap elegan.
ketiga personil Illusionist yang lain sudah berada di salah satu kamar hotel yang disewa khusus untuk Illusionis, Marcel harus dibantu oleh beberapa bodyguard agar bisa membelah kerumunan para penggemar Illusionis yang telah berjubel mengantre memasuki hotel.
****
huh, aku sudah lama tak bertemu dengan editor tapi kali ini aku malah harus menemuinya di hotel karena dia sedang ada di satu acara. batin Almaira
ia mengemas beberapa draft naskah novel ke dalam tasnya, setelah itu ia menyambar sebuah headphone yang selalu menemaninya saat hendak keluar rumah.
Almaira berlari mengejar bis kota yang melewati wilayah terdekat hotel tempatnya membuat janji, beruntung bis itu berjalan tak terlalu kencang jadi ia masih mampu mengejar bis itu.
butuh waktu selama 47 menit untuk sampai di hotel beruntung jalanan ibu kota hari ini sedikit lenggang jadi perjalan itu hanya menempuh waktu 35 menit. Almaira berjalan menyusuri trotoar menuju Prime Hotel, tempat yang sama di adakanya jumpa fans penggemar Illusionist. antrean panjang tertangkap mata Almaira, dalam hatinya ia bertanya apakah jumlah novelis saat ini sudah sebegitu banyaknya? apakah naskahku akan bersaing dengan mereka semua??.
Almaira segera menepis fikiran fikiran buruk tentang penolakan naskah novelnya, langkah kaki yang sempat terhenti mulai kembali melangkah. para gadis dalam antrean panjang itu semua berteriak seperti memanggil sebuah nama tapi tak dihiraukan oleh Almaira, ia mengambil satu jalan kecil yang terbebas dari kerumunan gadis yang kompak mengenakan baju serba hitam dan dandanan aneh.
Almaira merasa salah kostum, bayangkan saja diantara banyaknya wanita yang ada di lobi hotel hanya dia satu - satunya gadis yang mengenakan rok terusan berwarna putih yang dipadukan dengan blazer merah. tagan kanannya membetulkan posisi headphode yang menghiasi rambut coklatnya, dengan dua kepala yang menutupi daun telinganya sempurnya.
gadis bertubuh langsing itu terus berjalan menuju meja receptionist, setelah mendapat arahan tempat dimana ia harus menemui editornya maka ia segera bergerak menuju tempat itu.
sial!!! langkahnya dihadang oleh puluhan gadis yang ada dihotel saat empat orang pria tampan terlihat dari lift berbentuk tabung yang terbuat dari kaca, ratusan gadis yang menjuluki dirinya adalah I'llove itu saling berdesak- desakan tak memperhatikan sekelilingnya. hingga salah satu diantara mereka tanpa sengaja mendorong poster besar yang di pasang untuk sesi foto personil Illusionist.
semua orang berteriak, dan berlarian menjauhi sekitaran papan poster besar itu. tapi dua orang disana tak bergeming satu gadis berseragam sekolah dengan jaket hitam bertuliskan Illusionist yang memang sudah terjatuh dan sepertinya kakinya terkilir, satu lagi adalah Almaira.
dua orang panitia penyelenggara berlari menolong si gadis berseragam sekolah dan meneriaki Almaira, tapi gadia bertubuh mungil itu tetap tak bergeser sedikitpun dari tempatnya.
tiba - tiba saja seorang pria bertubuh atletis merengkuh tubuh mungil Almaira membawanya dalam dekapan untuk menghindari papan poster yang sudah siap menindih siapapun di bawahnya. Almaira membuka matanya perlahan, ia masih menahan deru nafasnya bahkan debaran jantungnya semakin berpacu kala netranya menemukan sosok pria tampan bermata coklat tepat berada didepanya, memeluknya dan mengarahkan senyuman padanya.
pria itu melepas pelukanya, membungkukan badanya dan membetulkan posisi headphone Almaira seraya berkata "berhati- hatilah, dan jangan mendengarkan musik dengan volume terlalu keras."
pria itu berbalik dan mendapat sambutan oleh para gadis berpakaian serba hitam itu, sedang Almaira masih tak bisa mengalihkan pandanganya dari punggung sang penyelamat yang tak ia ketahui siapa.
pertemuan yang aneh dengan sosok pria tampan bermata coklat itu membuat Almaira hilang kendali, ia tak berhenti tersenyum sepanjang hari jika mengingat senyum pria asing itu.
"oh tidak, aku bisa gila jika terus seperti ini. bayangan pria itu selalu muncul di mataku, saat menemui editor, saat di perjalanan pulang bahkan saat aku hendak ke toilet." gumam Almaira yang masih berusaha memejamkan matanya