Pagi yang cerah dengan diawali senyuman Rose membuka tokonya. Toko roti itu sudah lama berdiri tapi bagi Rose semua yang ada di dalam tokonya itu masih terasa baru, contohnya kursi kayu yang ia beli dua tahun yang lalu masih terasa baru dan asing baginya di toko tersebut apalagi diletakan di sudut ruangan yang benar-benar berbeda dengan interior lainnya. Tapi hal itu tidak membuat pelanggan terganggu dan membeli rotinya.
Rose juga telah mengembangkan toko itu menjadi lebih berkembang dari di tahun yang sebelumnya. Sekarang tokonya marak di banjiri pelanggan. Meski hanya bekerja sendiri, Rose tetap berusaha demi menghidupi diri sendiri dan anaknya yang masih duduk di bangku TK.
Hari-hari berjalan seperti biasa dengan senyuman hangat dan ramah pelanggan yang datang ke tempat itu untuk membeli kue dan roti. Ada satu pelanggan yang selalu datang tepat setelah toko buka. Pagi-pagi dia sudah duduk di pinggir toko sambil menyesap minumannya pelan.
Sesekali lelaki itu mencuri pandang pada Rose yang sedang sibuk mengurus adonannya. Rose tahu hal itu tapi dia lebih memilih untuk tidak peduli dan masih tetap fokus pada pekerjaannya.
Kali ini laki-laki itu tidak hanya memesan minuman hangat dan melirik diam-diam Rose dari ujung ruangan tapi dia sudah berani berbincang dengan Rose dan duduk di bangku pemesan depan kounter.
Banyak yang ia bicarakan, mulai dari masalah pekerjaannya akhir-akhir ini, tentang roti Rose, dan hubungan percintaannya yang sedang kacau. Rose mau tidak mau harus mendengarkan semua curhatannya. Dan kali ini laki-laki itu seolah membuat dirinya semakin dekat dengan Rose. Laki-laki kantoran berkacamata dan berjas hitam itu semakin memperlihatkan ketertarikannya pada wanita penjaga toko di hadapannya sekarang.
Rose tak terlalu mengubris karena ia tak berpikir untuk melanjutkan hubungan mereka dan menaiki seusatu yang lebih serius. Lagi pula dia harus mencari uang. Kalau di pikir-pikir sih ada benarnya juga jika ia nanti bersama laki-laki ini, uang juga semakin mudah di dapatkan dan anaknya bisa sekolah dengan baik. Tapi Rose selalu mengurungkan niatnya itu mengingat beberapa tahun yang lalu ia selalu dihianati. Ia tak ingin menaruh kepercayaan sebesar itu kepada orang asing yang ia baru kenal sekarang.
"jadi, kau mau?" tanya laki-laki itu malu-malu.
".... entahlah, aku pikir-pikir dulu" jawab Rose tak pasti. Senyuman yang mengembang lebar di wajah laki-laki itu berkurang sedikit dan diapun segera berlalu dari tempat itu.
Rose sudah berusaha berbicara sehalus mungkin agar menolak semua tawaran itu tapi lelaki itu seperti babi tuli yang tidak memperdulikan alasan-alasan Rose dan bersikukuh untuk terus dekat dengannya.
Keesokan harinya Rose membuka tokonya lagi kali ini sinar matahari pagi memasuki tokonya melewati celah cendela yang terbuka dan membuat suhu di toko menjadi hangat. Kali ini laki-laki kantoran itu tidak datang ke tokonya lagi. mungkin ia membiarkan Rose untuk sendiri dulu, atau apalah itu Rose juga tidak tahu.
Lonceng yang tergantung di pintu toko berdenting menandakan ada orang masuk. Rose segera mengucapkan salam selamat datang pada pelanggan pertamanya dan menghampiri orang itu.
Seorang laki-laki tampan memakai jas dan dasi yang begitu sangat rapi dan mewah. Di pangkuannya ada seorang anak kecil yang mungkin seumuran dengan anaknya. Begitu sangat lucu dan cantik.
"tuan mau pesan apa?" ucapnya ramah sambil memberikan buku menu pada laki-laki itu.
"hmm... aku pilih yang ini. yang satunya di bungkus ya" ucapnya. Rose tersenyum seraya mengambil kembali buku menu dan berlalu ke dapur. Tak lama kemudian dia pun datang dengan membawa sebuah mapan yang berisi kue tart dan bungkusan kue lainnya kemudian meletakan di atas meja laki-laki tampan itu.
Ketika Rose sudah tiba untuk meletakan mapannya laki-laki itu masih sibuk mengurus si gadis kecil lucu yang kebetulan sedang cerewet hingga ia tidak menyadari kedatangan Rose. Rose pun hanya tersenyum sekilas dan berbalik pergi kembali.
"tunggu" kaki Rose terhenti, ia pun segera berbalik ke arah laki-laki itu kembali. "ehmm, aku ingin tahu siapa namamu" ucapnya tersenyum tipis. Rose berpikir sejenak tidak apa jika orang ini mengenal dirinya.
"nama ku Roseanne Park, kau dapat memanggilku Rose" ucap Rose memperkenalkan diri. Laki-laki itu berdiri dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
"namaku Jeon Jungkook. Aku pikir aku akan menjadi pelanggan di tokomu maka untuk membuat semuanya menjadi nyaman aku memutuskan untuk mengenal pemilik tokonya terlebih dahulu" jelas Jungkook yang di sertai anggukan dan alis yang dinaikan sebelah oleh Rose.
Yah tak apalah itu justru lebih baik. Batin Rose
Laki-laki tampan itu sekarang telah pergi, setelah membayar ia mengatakan bahwa ia akan datang kembali sewaktu senganggnya. Entah apa yang dimaksudkan pria itu bagi Rose mendapatkan banyak pelanggan sudah membuat dirinya senang hari ini.
Tokonya itu memang bukan seperti toko roti lainnya yang mungkin hanya memajang deretan-dertan bungkusan kue-kue di setiap lemarinya dan menandai dengan harga yan sudah ditentukan. Rose pikir tokonya lebih mirip seperti kafe tempat berkumpulnya anak muda untuk waktu hang outnya. Dengan menu seduhan teh dan kopi lebih menambah kesan kekafean. Rose tidak pernah memikirkan konsep seperti itu tapi setelah dia menjalani usaha ini entah kenapa semuanya terbentuk sendiri seperti sekarang.
Dan lagi baru-baru ini Rose membeli beberapa fasilitas untuk lebih memadai tokonya itu. Dia membeli beberapa salon yang sekarang sudah terpasang rapi di beberapa sudut ruangan, vas bunga dengan tanaman hijaunya, dindiing dinding yang dihiasi beberapa tempelan dan foto-foto, lampu-lampu yang bergantungan, dan lain sebagainya.
Hmmm memang membawa kesan kekafean sekali ya. Lagi pula banyak anak-anak sekolahan menyukai konsep itu dan datang setelah waktu sekolah mereka untuk mampir sebentar menikmati alunan musik yang di putar di salon tersebut sambil memesan kua kering atau sekedar teh dan kopi. Terkadang ada beberapa orang pekerja yang datang untuk mampir dan membungkus kue mereka. Mereka selalu mengatakan kalau kue dan roti di tokonya terasa nyaman dan enak.
Rose jadi berpikir apakah ia harus mencari pekerja untuk membantunya karena akhir-kahir ini ia sedikit sibuk melayani pelanggan. Rose terdiam cukup lama setelah menutup tokonya tersebut dan lamunannya langsung buyar ketika anak semata wayangnya menarik lengan bajunya yang panjang.
"bunda aku lapar" ucapnya dengan mata bulat yang terlihat begitu lucu dan imut. Terlihat seperti kelinci. Yah itu menurut Rose. Rose pun tersenyum sambil berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan anak tersayangnya itu.
"kamu mau makan apa sayang?" tanya Rose seraya mengusap kepala anaknya penuh cinta. "aku ingin sup ayam" ucap nya kemudian setelah terlihat berpikir begitu keras. Rose tersenyum lagi dan menuntun anaknya itu untuk menaiki lantai dua dari tokonya.
Ya di atas tokonya tersebut memang tempat tinggal mereka. Rose sebelum ini berencana untuk membuat lantai dua dari tempat itu menjadi sebuah gudang untuk bahan roti-roti tapi ia urungkan niatnya itu karena ia merasa kalau dijadikan tempat tinggal membuat Rose lebih nyaman dan lebih dekat dengan tempat kerjanya di tambah lagi dia bisa mengantarkan anaknya yang sekolah tidak terlalu jauh dari toko tersebut. Dan jika terjadi apa-apa di tokonya Rose langsung bisa turun dan menangani masalah itu tanpa harus repot-repot bolak-balik kesana kemari.
"sudah jadi Bun?" tanya Park Heyoon yang sedari tadi tetap duduk setia di meja makan menunggu ibunya memasak. Rose membawa mangkuk berisi sup ayam yang asapnya masih mengepul di udara ke hadapan anaknya kemudian dia mengaut nasi dan segelas air minum.
Melihat mata berminar-binar dan membulat sempurna anaknya itu ketika menyantap masakannya sudah cukup membuat hati Rose bahagia. Andaikan saja ayah anak itu hadir saat ini mungkin akan semakin menambah kebahagian keluarga itu. Tapi jangankan untuk mengenal suaminya melihatnya saja Rose tidak pernah.
Ya sebenarnya dia tidak pernah menikah. Dia tanpak masih sangat muda dan terlihat seperti remaja namun kau akan mengangguk paham ketika dia setiap hari mengantarkan anaknya kesekolah menggunakan motor kecil. Dan banyak sebagian yang bertanya pada wanita itu 'di mana ayahnya?'
Rose kadang bingun harus menjawa seperti apa. Karena alasan suaminya bekerja di tempat jauh sudah banyak ia lontarkan ketika pertanyaan itu menekannya. Mungkin saja orang berpikir suaminya itu tidak pernah kembali atau dia telah bercerai. Dan yang lebih membuat Rose malu bahwa laki-laki yang menghamilinya tidak pernah bertanggung jawab.
Rose mengakui hal itu. Ia mengakui bahwa ia telah di hamili oleh laki-laki tidak dikenal dan berakhir mengenaskan di tempat sampah dengan perut membesar.
Rose bukan anak yang nakal, dia malahan adalah anak kembanggaan di keluarganya. Dia setiap tahun terus mencentak rekor tertinggi sebagai murid yang paling pintar sekaligus disiplin. Dia bukan anak bar, dia tidak suka keluar malam dan dia memiliki teman yang mempunyai sikap yang baik dan sehat. Dia juga tidak pernah pacaran karena hal itu di larang oleh keluarganya. Semua sikap Rose memang bisa dikatakan bahwa ia adalah anak yang baik.
Namun karena satu malam saja dapat merubah semua pernyataan itu dengan seketika. Bukan lagi menjadi anak kembanggaan namun sekarang Rose sudah menjadi aib bagi keluarganya bahkan sampai detik ini. ia tidak pernah membayangkan hari ini akan tiba suatu saat nanti. Segala sesuatu yang telah ia rencanakan sampai ia kuliah nanti seketika hancur dan musnah semua.
Rose yakin kecelakan pada malam itu bukan di sengajakan, mengingat keluarganya adalah orang-orang yang terpandang serta memiliki perusahaan di mana-mana mungkin saja ada yang membenci mereka dan berusaha menjatuhkan mereka. Tak khayal hal seperti itu mungkin saja mereka lakukan untuk menjatuhkan keluarga mereka. Dan pada saat itu ayahnya mencalon di sebuah lembaga politik, tentu saja hal seperti itu kemungkinanya sangat besar.
Karena ingin menutup malu orang tuanya terpaksa untuk membuang putri berharganya karena ambisi itu. Rose merasa terkana imbas dari semua masalah ini dan terhempas jauh hingga berakhir menghidupi anaknya sekarang. Bahkan sampai sekarang ia masih tidak diperbolehkan menginjakan kaki di rumah kediaman orang tuanya itu.
Rose berguman pelan 'semenyedihkan itu kah kehidupan mu Rose?'