Dinda ambruk di cambukan yang kelima. Memuntahkan semua isi perutnya sampai hanya darah yang keluar.
Menatap nanar ke arah tuan Arjun Saputra yang tampak menyesali perbuatannya.
Dinda tidak pingsan, dia masih terus saja menatap tuan Arjun Saputra dengan benci. Memegangi perutnya dengan sedih "Kau membunuhnya Arjun. Kau membunuh anak kita."
Bruuuukkkk.... Tuan Arjun Saputra meluruh ke tanah, merayap ke arah Dinda yang lemas tidak berdaya.
"Forgive me dear. I don't mean this. I just want to protect you."
"Why is Arjun, our child is gone. Return my child!!" dengan mata memerah Dinda berdiri. Mengambil cambuk yang tuan Arjun Saputra lempar.
Cetaaaasssss.... "Kau juga harus merasakan itu Arjun!! Kau yang membunuh anak kita. I hate you Arjun. Hate so that I don't want to be with you anymore."
Cetaaaasssss.... Cetaaaasssss.... Cetaaaasssss.... Cetaaaasssss.... Cetaaaasssss.... Cetaaaasssss....
Entah sudah berapa kali Dinda melayangkan cambukan itu ke tubuh tuan Arjun. Dengan garang, Dinda bahkan bahkan tidak peduli dengan raungan tuan Arjun yang memohon ampun padanya.
Bukan hanya tuan Arjun, Dinda juga berlumuran darah.
"Hiks.. Hiks.. Hiks.. Hiks.." Dinda menangis sesenggukan.
"Sayaaang...." tuan Arjun berusaha menggapai Dinda yang terus menangis itu.
"Dinda...."
David datang mengulurkan tangannya pada Dinda. Di depan mata kepalanya, Dinda meraih uluran tangan David.
"Mau di bawa kemana istriku." seru tuan Arjun.
"Kau sudah kalah mas. Biar aku yang merawat Dinda mulai sekarang. Kau yang berhati kejam itu tidak pantas menjadi suami Dinda."
David menggandeng tangan Dinda dan mengajaknya pergi meninggalkan tuan Arjun Saputra dengan segala penyesalannya.
"Don't leave me dinda. Dear please, I can't live without you. Dinda!!"
Dengan keringat dingin yang mengucur deras tuan Arjun terbangun dari tidurnya.
"Hah hah hah hah...."
Melihat ke sekeliling ruangan tempatnya berada. Ternyata tuan Arjun ketiduran di perpustakaan pribadinya.
"Astaghfirullah itu hanya mimpi."
Tuan Arjun Saputra memijit kepalanya yang terasa pening. Menyeka air mata yang benar-benar mengalir membasahi wajahnya.
"Bahkan dalam mimpi itu terlalu menyakitkan."
Tuan Arjun Saputra melirik jam tangan yang ia pakai. Ini baru sekitar jam sepuluh malam. Bermaksud ingin menenangkan hatinya, tuan Arjun Saputra memutuskan untuk pergi keluar mencari udara segar. Berjalan menyusuri jalan setapak di sekitar kediaman.
"Apakah Dinda sudah tidur?"
Tuan Arjun Saputra menatap ke arah paviliun Dinda yang sudah padam lampunya. Tidak bermaksud ingin menemuinya, tuan Arjun Saputra hanya ingin memastikan jika malam ini Dinda benar-benar dalam kondisi aman.
"Andai saja aku tidak egois dengan menyanggupi tantangan berandalan itu. Pasti sekarang anakku sudah lahir dengan selamat."
Tuan Arjun Saputra merasa dadanya sangat sesak. Kembali teringat dengan kejadian malam itu saat mengantar Dona terapi di salah satu rumah sakit.
{Flashback On}
Tuan Arjun Saputra mendorong kursi roda Dona dengan perlahan. Menuju ke apotek untuk mengambil obat yang sudah di resep kan oleh dokter.
Meski Bella sudah memastikan jika Dona ada kaitannya dengan Bima. Namun sejujurnya tuan Arjun Saputra tidak sepenuhnya percaya jika tidak memastikannya sendiri.
Kejadian itu sendiri terjadi sebelum Dinda hampir tenggelam karena berkelahi dengan Dona.
Itu masih awal Dona datang ke kediaman. Dona yang masih berhati-hati dengan segala tindak tanduknya. Sampai-sampai tuan Arjun Saputra terhasut dengan jebakan Dona.
"Kamu tunggu di sini, aku akan mengambilkan mu obat."
Dona menahan laju tuan Arjun Saputra dengan memegangi ujung bajunya.
"Aku takut Arjun."
"Sebentar saja. Setelah ini aku akan kembali."
Tuan Arjun Saputra menitipkan Dona pada suster yang tengah bertugas, sementara dirinya sibuk mengantri untuk mendapatkan obat Dona.
Sampai saat ia kembali. Tuan Arjun Saputra mendapati Dona yang tengah berbincang dengan Bima di rumah sakit.
"Bima." sapa tuan Arjun.
"Eh mas Arjun, kakak sepupu." Bima balas menyapa.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya tuan Arjun.
"Membantu ibuku mendapatkan obat." kata Bima sembari menunjukkan sekantung obat yang ia bawa.
"Bu lik sakit?"
"Ya, darah tingginya kambuh. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit ini juga."
Bima melirik ke arah Dona kemudian tersenyum pada tuan Arjun Saputra "Kalian sudah menikah ya. Selamat atas pernikahan kalian."
"Ya terimakasih Bim." jawab tuan Arjun datar.
"Sepertinya gosip yang beredar benar ya?"
"Gosip apa?" tuan Arjun penasaran dengan apa yang sudah di dengar oleh Bima tentangnya.
"Melihat sikapmu pada Dona. Aku tidak yakin kamu masih mencintainya mas. Maaf ya Dona. Aku hanya menyampaikan isi hatiku saja."
"Tak apa kok. Memang seperti itu." kata Dona sembari melirik kearah tuan Arjun Saputra.
"Tentu aku masih mencintainya Bima. Apakah kau lupa seberapa besar aku mencintainya dulu. Itu juga masih berlaku sampai sekarang."
"Benarkah?"
"Tentu saja." tuan Arjun berpura-pura romantis di hadapan Bima. Tentu ia tidak mau jika Bima dan Dona tau, jika tuan Arjun Saputra sudah mengetahui niat busuk mereka berdua di belakangnya.
"Oh ya katanya kamu ingin mengirimkan seorang abdi dalem untukku. Kebetulan aku menyukainya." kata Dona mencoba mengingatkan Bima.
"Oh ya tentu saja, nanti aku akan mengirimkan beberapa abdi dalem dan pengawalku untuk menjagamu di sana. Tapi apakah suamimu ini mengizinkannya?" sindir Bima.
"Ah apa? Terserah kamu saja. Asal Dona merasa nyaman itu tidak menjadi masalah."
"Kau dengar itu mbak Dona. Dia sudah menyetujuinya. Jadi jika kakak sepupuku ini mengabaikan mu, maka saat itu juga aku akan menjemputmu dan membawamu pergi dari sana."
"Kamu tenang saja aku tidak akan mengecewakanmu."
"Oh ya, aku dengar dari David. Katanya dia sekarang dengar dekat dengan wanita di kediamanmu ya?" tanya Bima.
"Hah benarkah siapa?"
"Katanya sih namanya Dinda."
"Ngawur kamu ya Bima. Dinda itu suami Arjun juga tau."
"Ups.. Maaf aku tidak tau mbak. Soalnya David sendiri yang bilang, katanya dia menyukai Dinda. Dan mereka juga saling mencintai satu sama lain. Aku tidak tahu menahu jika dia adalah salah satu istrimu."
"Tidak apa, mereka memang cukup dekat sih. Tapi mereka hanya berteman kok."
"Benarkah mereka hanya berteman. Tapi kenapa David bilang mereka pernah menghabiskan malam bersama."
"Jangan bicara sembarangan. Kalau tidak punya bukti."
"Pertemanan antara pria dan wanita itu tidak akan pernah terjadi mas. Pasti salah satu di antara mereka yang mencintai diam-diam."
Tuan Arjun Saputra tentu saja marah dengan apa yang di katakan oleh Bima. Namun dia memilih untuk tidak mengambil hati dengan kata-kata Bima yang memang asal berbicara.
"Sudahlah, kami harus segera pergi. Ini sudah hampir malam."
"Baiklah. Sampai bertemu kembali kakak sepupu dan kakak ipar yang baru." dengan ramah Bima mengantar mereka berdua sampai lobi rumah sakit.
Tuan Arjun Saputra hanya termenung, mencerna dengan baik apa yang di katakan oleh Bima.
Sampai kecemburuannya memuncak ketika mendapati Dinda dan David yang lengket satu sama lain. Tatapan David yang begitu dalam pada istri kecilnya. Dan Dinda yang selalu ceria saat bersama dengan adiknya.
Dan kejadian di kolam renang itu terjadi. Melihat Dona yang hampir mati lemas karena tenggelam. Dan Dinda yang tidak bisa berenang.
Awalnya tuan Arjun Saputra ingin menyelamatkan Dinda terlebih dahulu. Namun niat itu ia urungkan karena Dinda yang terus menolaknya. Hatinya sakit karena sikap Dinda yang tidak terbuka saat ia bersama David.
Cemburu buta mengalahkan segalanya. Tuan Arjun menutup mata. Ia tega menyeret Dinda ke ruang eksekusinya. Tanpa ampun melampiaskan semua emosinya karena kecemburuan itu. Juga karena sebagai pembuktian pada Bima jika dia bisa bersikap adil pada istri-istrinya yang lain. Dia khawatir jika tidak menghukum Dinda. Bima akan curiga dan menarik pasukannya dari kediamannya. Maka rencana yang ia susun akan gagal.
{Flashback Off}