Mobil berhenti di sebuah rumah yang di sewa oleh Rendi. Memasukinya dengan langkah penuh dendam.
Tuan Arjun menyeret kursi ke depan seorang pria yang tergantung di hadapannya.
Tangannya di ikat dengan tali, kemudian di gantungkan beberapa jengkal dari tanah.
"Sepertinya kamu sudah lelah?" tanya tuan Arjun pada pria itu.
"Ampun tuan. Tolong lepaskan saya." pria itu memohon.
"Jadi dia yang ingin kamu tunjukkan padaku Rendi. Tapi apa kesalahannya?" tanya tuan Arjun.
"Dia adalah mata-mata penjahat Bima. Dia juga yang meledakan bangunan di kediaman untuk melancarkan aksi seseorang, tuan."
Tuan Arjun menatap tajam dan mencengkram kerah Rendi "Siapa seseorang itu?"
"Di-dia.."
"Katakan!!" tuan Arjun berteriak.
"Nyonya Dona."
Deg.. Wajah tuan Arjun merah padam di buatnya. Kemudian mengambil cambuk yang ia bawa.
Cetassss.. "Arghhhhh ampun."
Tuan Arjun melampiaskan kemarahannya pada tawanan mereka.
"Bima yang menyuruhmu?"
"Ampun tuan."
Cetassss..
"Cepat katakan yang sebenarnya atau.."
Clokk.. Clokkkk.. Tuan Arjun mengacungkan pistolnya, menempelkannya di dahi pria itu.
"Ya, saya memang mata-mata yang di perintah tuan Bima. Dan yang membantu Dona mengambil dokumen itu. Mereka berkomplot tuan. Saya tidak bisa menolak perintah, karena pasti nyawa saya terancam jika saya menolak."
Doorrrr..
Pria itu terpejam, sangat ketakutan hingga tidak sadar mengompol di celana. Kebengisan tuan Arjun tepat berada di depan matanya.
Tuan Arjun menembakkan pistolnya ke langit-langit rumah.
"Jadi kamu pasti tau dimana markas bedebah kecil itu bukan?"
"Ya, saya tau tuan. Tolong ampuni saya."
"Baik, aku akan mengampuni nyawamu. Jika kamu bisa membawaku ke markas tuanmu itu."
Tuan Arjun memberi kode pada Rendi, dan Rendi dengan cepat mengerti. Ia melepaskan ikatan di tangan pria itu.
----
"Engghhhh.." Dinda terbangun saat matahari sudah tinggi di langit.
Terkejut karena tidak ada tuan Arjun Saputra di sampingnya.
"Kemana semua orang? Kenapa tidak ada yang membangunkan ku."
"Daniiarrrr!!" Dinda berteriak.
"Ada apa?"
"Kamu di situ?"
Dinda terkejut karena ternyata Daniar sudah berdiri di sampingnya.
"Aku di sini sejak pagi Dinda."
"Kalau begitu dimana dia?"
"Dia siapa Din?"
"Siapa lagi sih memangnya Daniar."
"Oh, tuan Arjun. Dia bekerja cari nafkah buat istrinya."
"Tumben sekali dia tidak pamit padaku."
"Gimana pamitnya Dinda? Kamu saja tidurnya kaya orang mati."
"Hehehehe."
----
Berjalan mengendap-endap di sekitaran bangunan tua yang di jadikan markas oleh Bima.
Tuan Arjun melepas alas kakinya dengan di ikuti oleh Rendi.
Rendi memastikan keamanan tuannya di belakang, sementara tuan Arjun mengamati suasana.
"Sepertinya Bima tidak ada di sana. Lihat, itu lengang sekali."
"Mungkin dia sedang mencari nona muda yang berhasil kabur darinya tuan." tebak Rendi.
"Maybe."
"Tuan awas." Rendi menarik lengan tuan Arjun saat beberapa pengawal Bima melintas di dekat persembunyian mereka.
"Hampir saja."
"Walaupun Bima tidak berada di sana, saya yakin jika ada banyak pengawal di dalam tuan. Posisi target juga tidak ketahui persisnya dimana."
Tuan Arjun Saputra bertopang dagu, tampak berpikir dengan serius hal apa yang harus ia lakukan.
Memandang lurus ke bangunan tua itu dengan seksama.
"Aku ada ide. Lihat itu?" tuan Arjun menunjuk ke arah sebuah pohon.
"Lalu?"
"Aku akan menaikinya, dan melompat ke atap. Setelah tiga puluh menit, kamu harus melakukan sama persis yang ku lakukan."
"Itu akan berbahaya jika tuan masuk sendiri."
"Kamu tenang saja. Aku tidak akan kenapa-kenapa."
"Baik tuan."
Rendi mengalihkan perhatian pengawal terdekat dengan melempar batu ke arah kaca.
Praaaang.. Kacanya hancur berkeping-keping.
"Ada apa itu? Cepat periksa!!"
Para pengawal itu berlarian untuk memeriksa sesuatu. Dan pada saat itulah kesempatan untuk tuan Arjun menjalankan aksinya.
Drap.. Drap.. Drap.. Drap.. Tuan Arjun begitu lincah menaiki pohon.
Hap.. Dengan perhitungan yang matang. Akhirnya tuan Arjun berhasil mendarat di atap bangunan itu. Berjalan jongkok agar para pengawal di sana tidak bisa menyadari keberadaannya.
Tuan Arjun melakukan atraksi dengan bergelantungan pada kerangka atap. Masuk melalui jendela yang terbuka di lantai dua.
Bugghh.. Bugghh.. Tuan Arjun memukul tekuk salah satu pengawal yang tengah berjaga hingga tidak sadarkan diri. Lalu menyeretnya ketempat yang sepi untuk menukar pakaian mereka. Dengan masker yang menutupi mulut dan hidungnya. Penyamaran tuan Arjun sangatlah apik. Berlalu lalang dengan bebas tanpa ada yang mencurigainya.
Dengan cerdik dan penuh perhitungan, tuan Arjun menyelidiki setiap ruangan yang berada di bangunan itu. Akan tetapi setelah hampir semua ia jajaki, ia tidak berhasil menemukan keberadaan ayah mertuanya yang merupakan target untuk misi mereka kali ini.
Sampai ia berada di depan ruangan dengan gembok yang sangat banyak.
"Ck sial. Dimana kuncinya?"
Tuan Arjun akhirnya terpaksa untuk berdiam diri di depan ruangan itu. Pura-pura menjadi penjaga yang bertugas di sana.
Dua menit, sepuluh menit, dua jam dan kini sudah hampir dua setengah jam tuan arjun berdiri di depan pintu. Namun tidak ada seorang pun yang datang untuk membuka pintu itu.
"Apakah mereka tidak memberi makanan ataupun minuman pada papa mertuaku? Bedebah sialan."
"Hai kamu siapa? Dimana Dadang?" tanya salah seorang pengawal.
"Bang Dadang pergi bang. Jadi aku yang menggantikan."
"Dia sudah ambil makan siang?"
Tuan Arjun mengangguk.
"Sembrono, kenapa tidak mengajakku. Ya sudah kamu tunggu dulu di sini. Kita gantian saja jaganya. Nih tangkap."
Wusshh.. Pengawal itu melempar kunci-kunci pada tuan Arjun.
"Tolong kamu berilah pak tua itu air minum. Bisa-bisa mati dia nanti."
"Okey bang."
"Ya sudah, kalau begitu aku pergi makan dulu."
Seiring kepergian pengawal itu, tuan Arjun menjadi tambah leluasa untuk menyelamatkan ayah mertuanya.
Ceklekkkk.. Tuan Arjun berhasil membuka pintu. Butuh waktu sekitar sepuluh menit baginya untuk membuka untuk membuka gembok-gembok itu.
Ketika masuk, tuan Arjun sedikit bergidik ngeri dengan keadaan pak Ferdi. Dengan kaki terborgol, wajah yang penuh luka lebam dan jari-jari tangan yang sudah tidak lengkap jumlahnya.
"Kamu mau apa, ampun jangan pukuli aku." pak Ferdi histeris saat melihat tuan Arjun datang. Di pikir itu adalah pengawal yang biasa menyiksanya.
"Papa mertua, ini aku Arjun." tuan Arjun membuka maskernya.
"Hah tuan Arjun Saputra?"
"Jangan khawatir, aku akan menyelamatkan papa mertua."
Susah payah tuan Arjun berusaha melepaskan borgol di kaki pak Ferdi hingga terlepas. Memapah pak Ferdi yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
"Bertahanlah papa, anda harus tetap hidup."
Akhirnya tuan Arjun mengarahkan pak Ferdi ke punggungnya. Sebagai menantu laki-laki, tuan Arjun bahkan tidak sungkan untuk menggendong ayah mertuanya yang sudah banyak kehilangan berat badannya itu.
Tuan Arjun yakin, jika pak Ferdi setiap hari akan di siksa dengan kejam. Hal itu bisa di pastikan dengan kondisinya saat ini.
"Hei kamu siapa!!" teriak salah seorang pengawal yang memergokinya.
Duaagghhhh.. Dengan sebilah papan kayu Rendi memukul kepala pengawal itu.
"Untung kamu datang tepat waktu." kata tuan Arjun ketika melihat Rendi dan beberapa anak buahnya.
"Cepat kalian bantu tuan." perintah Rendi.
Gegas para kaki tangan tuan Arjun mengambil alih pak Ferdi.
"Bawa dengan hati-hati. Arahkan dia ke kediaman." perintah tuan Arjun.
"Baik tuan."
"Mari kita pergi tuan."
Tuan Arjun mengangguk, namun baru beberapa meter mereka melangkah keluar. Para pengawal berhasil mengepung mereka.