webnovel

BAB 71. SUDAH MENINGGAL

Aryo memandangku seakan sedang melihat hantu.

Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah dengan kandunganku?

Mereka berdua bungkam tak menjawab pertanyaanku.

"Margaret..." Aryo tampak ragu-ragu.

"Katakan saja... Apapun itu." kataku.

Aku tidak menyukai situasi ini. Aryo kebingungan, melihatku sesaat lalu beralih ke pamannya.

"Paman... Mungkin paman salah."

"Bahkan dari sini aku bisa merasakannya, Le. Aku yakin kamu pun bisa." ucapnya

Aku masih bingung.

"Aku memang merasakan dia tidak seperti wanita yang lain. Tapi paman itu..."

"Nah, kau pun merasakannya."

"Apakah aku baik-baik saja?" tanyaku kepada keduanya.

"Kau juga mempelajari kanuragan. Aku yakin kau merasakannya juga. Sejak kapan dia seperti itu?"

Aku masih belum mengerti pembicaraan mereka.

Sial! Tidak adakah orang yang akan menjelaskan kepadaku!

"Aryo! Katakan sesuatu!" seruku.

Aku mulai kesal.

Pria yang dipanggil Aryo dengan sebutan kakang memandangku dan Aryo dengan bingung.

"Jangan khawatir anak kita baik-baik saja..." jawab Aryo setelah beberapa waktu diam dengan wajah kebingungan.

"Aryo... Apa yang kau sembunyikan dariku?" tanyaku kesal

"Nanti kita akan bicara, Margaret." kata Aryo tampak tidak tenang. "Kamu sebaiknya makan dulu." lanjutnya, lalu mengalihkan pandangannya kepada pria yang didekatku. "Apa kakang membawa makanan untuk kami?" tanyanya.

Pria itu mengangguk, lalu bangkit menuju pintu keluar. Pria muda yang mengantarku sebelumnya masih menunggu di teras pondok.

"Mana makanannya?" pintanya kepada pria muda itu.

"Ini, Ndara.." jawab pria sambil menyerahkan buntelan kepadanya.

Si paman terus memandangiku dengan tatapan aneh. Aku benar-benar tidak nyaman dipandang seperti itu. Si kakang tampak seperti sudah paham dan memilih diam. Sedang Aryo yang berusaha menyiapkan makananku, bahkan hendak menyuapiku saat aku tidak beranjak mengambil makananku.

"Aku bisa lakukan sendiri." kataku.

Aku masih kesal dengan orang-orang disekelilingku, seakan hanya aku yang tidak paham apapun.

"Margaret, apa kau merasa sakit?" tanya Aryo kemudian.

Aku menggeleng. Aku yakin tidak ada bagian tubuhku yang terasa sakit.

"Baiklah..." ucap Aryo sambil menggenggam tanganku.

Ini masih aneh.

"Kau harus segera melakukan koordinasi dengan pasukan, begitu kondisimu membaik." perintah pria yang dipanggil kakang.

"Siap, kakang. Saya akan segera ke ndalem dalam waktu dekat." sahut Aryo menanggapi.

(*ndalem = rumah)

"Tidak... Tidak. Kita tidak akan bertemu di ndalem. Kita akan bertemu di Alas Kidul."

"Baik, kakang." jawab Aryo.

Mereka segera beranjak meninggalkanku berdua bersama Aryo.

Sepertinya yang disebut paman tadi adalah tabib yang hebat. Dia juga merapal mantra saat menyembuhkan Aryo.

Apa yang sudah diketahui tentangku?

Aryo memandangiku menghabiskan makananku. Aku benar-benar lapar.

"Kau harus sehat."

Aku hanya mengangguk dengan mulut penuh.

Cahaya rembulan dan pantulannya pada air sungai membuat suasana sekitar pondok itu tampak terang dimalam hari.

Aryo masih belum mengatakan apapun tentang kondisiku.

Berkali-kali aku merengek, menanyakan hal itu padanya. Tapi dia hanya memandangku ragu-ragu.

"Margaret, aku tidak peduli apapun kamu, aku mencintaimu."

Apapun?

"Aryo, maukah kau mengatakan lebih jelas."

"Ini tidak seharusnya, aku tidak ingin kamu takut."

"Apa yang harus aku takutkan? Aku hanya takut kehilanganmu." sahutku.

"Akupun demikian, Margaret. Tapi menurut paman, saat menyentuhmu, dia merasa seperti sedang bersentuhan dengan orang yang sudah meninggal."

Próximo capítulo