Aryo melihatku dengan tatapan kesakitan. Dia pasti melihat memar di wajahku. Sorot matanya berubah penuh kemarahan. Aku belum pernah melihatnya seperti itu.
Seseorang yang didekatnya segera menyadari tangan Aryo yang mengepal.
"Tenangkan dirimu." dia menarik Aryo lebih jauh.
Seseorang pria paruh baya yang duduk didepan Daniel menoleh putus asa melihat kelakuan Aryo.
"Tuan de Bollan, kami mohon. Ini kesalahpahaman. Kami akan membawa saudara kami."
Wajahnya tampak tenang dan bicaranya sangat tertata dan santun.
"Jadi apa yang akan kalian lakukan jika istri kalian melayani pria lain di malam pernikahan kalian."
Aku memejamkan mataku. Bibirku bergetar. Aku merasa buntu. Aku tidak tahu bagaimana lepas dari situasi ini.
Ini kesalahan Papa. Papa memaksakan pernikahan ini. Papa tidak pernah memberitahu Daniel bahwa aku sudah menikah. Daniel tidak bersalah dalam masalah ini. Daniel tidak mengetahuinya. Papa sudah mengambil keuntungan dari perasaan Daniel kepadaku.
Bahkan Papa berusaha menyegerakan pernikahan ini begitu aku bersikeras menolak untuk menggugurkan kandunganku.
Apakah dia berpikir bahwa Daniel bisa mengakui anak Aryo sebagai anaknya?
Apakah Papa lupa bahwa Aryo bukan orang Eropa, dan tentunya anak kami adalah campuran. Bagaimana dia bisa lupa? Bagaimana jika anak ini mirip dengan Aryo?
Aku ingin memeluk Aryo yang tampak sulit mengendalikan amarahnya.
"Tuan de Bollan, kami mohon. Ini ada kesalahpahaman."
"Coba saja kalian tanya dia!" selanya dengan keras, sambil menunjuk wajah Aryo.
"Dia istriku!" seru Aryo.
Daniel berdiri sambil menggebrak meja yang ada di dekatnya.
"Kau benar-benar tidak tahu diri!" serunya marah. "Kau pikir, kau pantas untuk menjadi pendamping Margaret. Kau terlalu bermimpi."
Mulutku terlalu sakit untuk berbicara. Sudut bibirku terluka karena tamparan Daniel.
Aku mencoba membuka bibirku. Ternggorokkanku terasa kering. Tidak ada suara yang mampu keluar.
"Tuan de Bollan, kami ingin meluruskan kesalahpahaman ini. Biar Juffrow van Jurrien yang berbicara." ucap pria itu
"Tidak perlu!" sergah Daniel. "Prajurit! Bawa Mevrouw ke kamarnya! Kunci kamarnya. Jangan biarkan siapapun membukanya tanpa ijinku!"
Tiba-tiba banyak tangan yang memegang lenganku. Lenganku mati rasa karena terlalu sakit. Mereka menyeretku, membawaku menjauh dari ruangan itu. Aku masih dapat mendengar suara Aryo memanggil namaku, terus dan lagi.
Sakit sekali hati mendengar ratapan putus asanya memanggil namaku.
Bagaimana kali ini aku bisa lolos?
Harusnya aku mendengarkan kata-kata Papa. Dengan begini aku sudah menjadi tahanan rumah di mansion Daniel.
Di tengah suhu Batavia yang tropis, aku menggigil. Aku rapatkan mantelku. Sekujur tubuhku terasa ngilu.
Apa yang terjadi dengan Aryo? Semoga dia baik-baik saja.
Kamar ini masih seperti sebelumnya. Ada aroma Aryo yang tertinggal disini. Aku beringsut keatas ranjang. Aku sendirian.
Apa yang harus kulakukan? Kamar ini ada di lantai dua.
Harusnya Aryo mengajariku untuk naik-turun dari lantai dua.
Cahaya matahari menerobos masuk kedalam kamar. Entah berapa lama aku tertidur. Aku mendengar ada suara sepatu yang mendekat ke arah pintu. Aku seketika menjadi awas. Tubuhku menjadi kaku. Aku masih merasa trauma dengan apa yang telah dilakukan oleh Daniel.
Aku berlari kearah pintu. Aku menindih pintu itu dengan tubuhku. Suara kunci yang diputar membuat tubuhku gemetar hebat.
Aku menahannya agar tidak terbuka
"Mevrow... kami pelayan anda. Tolong biarkan kami masuk."
Aku tidak bergerak. Aku tidak ingin bertemu mereka. Aku tidak ingin bertemu siapapun.
Aku terduduk dibalik pintu.
Mereka terus mengetuk pintu untuk kuijinkan masuk.
Setelah beberapa waktu, tiba-tiba ada dorongan besar dari balik pintu. Aku jatuh tertelungkup. Ada tangan kasar yang menarikku berdiri. Aku melihat wajah Daniel.
Mulutnya menyeringai melihatku kesakitan.
"Kau pikir bisa melakukan semaumu?" katanya. "Pelayan, bersihkan dia!" perintahnya.
Dia mendorongku ke arah pelayan dan kemudian duduk di kursi di dekat jendela sambil mengawasi pelayan membersihkan dan mengganti pakaianku.
"Basuh semua! Kemaluannya sudah sangat kotor, bersihkan!" perintahnya.
Para pelayan memandangku dengan pandangan bingung dan ragu-ragu.
Aku melihat ke arah Daniel dengan penuh kebencian. Dia mencibirku. Dia merendahkanku. Ingin menangis rasanya. Aku tidak pernah dipermalukan seperti ini. Aku membencinya.
"Priamu sudah meninggalkanmu. Apa kau masih mengharapkannya?"
Tidak mungkin Aryo meninggalkanku. Aku tahu Aryo tidak akan menyerah. Aku tahu Aryo sangat mencintaiku.
Pelayan memasangkan pakaian kepadaku. Korsetku ditarik dengan keras. Hampir aku berteriak.
"Tolong... " kataku pelan.
Daniel melihatku. Matanya melihatku dengan tatapan lapar. Aku ngeri melihatnya.
"Kalian keluar saja. Tinggalkan kami." katanya sambil menjilat bibirnya.
Aku mual melihat tingkahnya.
Aku mulai ketakutan saat semua orang berangsur pergi. Aku ingin mencegah mereka. Aku ketakutan harus sendiri bersama iblis ini.
Aku memegang lengan seorang pelayan erat-erat. Dia menggelengkan kepala dengan tatapan prihatin melihatku.
"Tinggalkan kami!" perintahnya lagi.
Pelayan itu menyingkirkan tanganku dari lengannya.
Aku menggigil ketakutan.
Apa yang akan dilakukannya sekarang?
Pelayan terakhir menutup pintu dibelakangku.
Kepalanya dimiringkan mengamatiku. Lalu dia berdiri mendekatiku. Aku secara reflek mundur menghindarinya.
"Kenapa?" tanyanya "Kau takut padaku?"
Dia semakin dekat.
"Kau harus takut kepadaku."
Dicengkeramnya lenganku. Daniel melepaskan korsetku yang belum terikat sempurna.
"Perutmu cukup cantik. Kau tidak perlu menggunakan korset kalau kau tidak ingin." kata-katanya menjadi lebih lembut. "Aku menyukaimu. Kenapa kau menyakiti hatiku?"
Tangannya membelai wajahku.
"Aku tidak peduli dengan apa yang sudah kau lakukan dengan pria itu. Aku sudah memaafkanmu."
Ditariknya wajahku. Aku masih ketakutan dengan Daniel. Tubuhku gemetar hebat.
"Sshhh... sshhh.. Jangan takut padaku." katanya sambil menepuk-nepuk punggungku. Dia memelukku. Tidak ada sikap kasar yang seperti biasa dia tunjukkan padaku.
Aku menangis.
"Margaret, aku tidak pernah menemukan gadis sepertimu. Aku menyukaimu. Sungguh. Aku minta maaf sudah bersikap kasar terhadapmu. Tolong terimalah aku."
Ditatapnya wajahku yang menunduk. Aku tidak inginkan perasaannya. Aku mencintai Aryo. Aku tidak bisa memberikan hatiku kepadanya.
"Aku minta maaf." timpalku lirih.
Kepalaku sakit. Aku lebih suka Daniel bersikap kasar kepadaku, sehingga aku bisa membencinya tanpa rasa bersalah. Aku tidak berharap dia bersikap baik kepadaku.
"Istirahatlah. Dokter akan memeriksamu. Aku tahu kamu terluka." ucapnya sambil mengelus kepalaku.
Tidak ada nada kasar dalam suaranya. Aku ingin menangis.
"Kau tahu, kau sangat cantik, bahkan saat kau marah kepadaku. Inlander itu sangat beruntung bisa dicintai olehmu. Tapi aku lebih beruntung karena memilikimu."
Dia menarik nafas dalam-dalam menunggu reaksiku. Aku hanya diam. Dia mengamati wajahku.
"Aku harap suatu saat kau akan mencintaiku. Hanya aku." lanjutnya. "Istirahatlah."
Dikecupnya keningku. Dan didorongnya tubuhku pelahan diatas ranjang. Dia menyelimuti tubuhku dengan hati-hati, seakan khawatir akan melukaiku.
Aku kebingungan dengan sikap Daniel. Aku tidak mencintainya. Dia selalu bersikap kasar karena aku menolaknya. Tapi kini, setelah dia merasa memilikiku sikapnya berubah. Dia menjadi lembut. Aku masih menolaknya. Aku masih memalingkan wajahku dan enggan untuk menatapnya, tapi dia tidak marah. Dia memperlakukanku dengan baik. Entah dimana pria yang menarik rambutku dan melemparkan tubuhku ke lantai semalam. Sosoknya telah berganti. Dia tidak peduli aku tidak menyukainya. Tidak peduli hatiku untuk pria lain.
Aku menarik selimutku lebih erat. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa meyakinkan Daniel untuk melepasku?
Ada ketukan pelan di pintu.
"Ya, masuklah." jawabku
Pintu itu terbuka. Aku terkejut melihatnya
"Kaukah itu?!"