webnovel

BAB 10 WAJAH DIBAWAH CAHAYA LILIN

Dhayu tidak pernah menemukan Aryo. Bahkan hingga beberapa hari kemudian. Pesan itu tidak pernah sampai. Aku kecewa dan menangis.

Aku sudah tidak memiliki harapan dapat bertemu lagi dengan pria itu. Bagaimana aku menemukannya? Bagaimana dia memenuhi kata-katanya. Aku merasa ada rasa sakit didalam hati ini. Aku tidak pernah merasakan ini dengan semua mantanku.

Aryo, kau benar-benar pria menyebalkan. Bagaimana mungkin aku terlibat dengan hal semacam ini di dunia antah berantah ini.

Aku tidak pernah mempunyai diari, sebelumnya. Tapi buku ini, membuatku ingin terus mengisinya. Kisah ini terus kutuliskan dalam buku ini. Saat ini sampul hardcover buku ini masih bagus, berwarna merah hari dengan hiasan warna emas. Dua ratus tahun kemudian sampul itu sudah hampir koyak. Aku harus extra hati-hati membukanya.

Malam, di luar benteng terasa cukup sejuk dibandingkan rumah didalam benteng dulu. Sekeliling rumah adalah tembok tinggi. Seperti penjara bagiku.

Semenjak aku menolaknya, Daniel de Bollan tidak pernah lagi mengunjungiku. Hal itu cukup membuatku lega.

Aku benar-benar merasa kesepian. Misteri kedatanganku belum berhasil aku ketahui. Aku tidak tahu bagaimana caraku kembali. Bisakah aku membawa pria itu ke duniaku.

Aku mulai gila karena merindukan dia.

Kamarku berada di lantai dua dengan balkon mengarah ke halaman belakang rumah. Malam itu begitu gelap. Kandelier hanya memberikan penerangan yang sangat minim. Kubuka pintu balkon lebar-lebar. Hembusan angin malam yang menyejukkan menenangkanku. Saat ini aku benar-benar merasa sendiri. Aku kehilangan teman-temanku. Tidak ada medsos, tidak ada update status, aku kehilangan duniaku. Disini aku sendiri. Apa yang harus aku lalukan? Kenapa aku disini?

Saat aku melihat di kejauhan, aku dapat melihat sesuatu melintasi tembok tinggi itu. Tidak ada bunyi saat jatuh, tapi aku juga tidak lagi melihatnya. Aku berjalan keluar untuk melihatnya lebih jelas. Tapi tidak kulihat apapun. Aku keluar dari kamarku menuju lantai bawah dan keluar ke teras belakang.

Aku tidak melihat apapun yang mencurigakan.

Malam telah larut, Dhayu sudah sedari tadi kuminta untuk tidur.

Akhirnya aku kembali lagi ke kamarku. Kututup pintuku dan saat hendak kumatikan lilin di tanganku, seseorang membekapku. Aku terkejut setengah mati.

Ya Tuhan! Apakah dia seorang rampok?

Aku ketakutan

"Sssttt... jangan bersuara."

Aku lebih terkejut lagi. Suara itu. Aku segera berbalik dan melompat memeluknya. Dia pun membalas pelukanku dengan sempurna.

"Aku merindukanmu.. " kataku sambil bersandar didadanya.

"Aku tahu." timpalnya, "Aku butuh waktu untuk menemukanmu. Kau menghilang begitu saja. Bahkan rumah lamamu sudah dikosongkan." lanjutnya sambil mengelus punggungku. "Aku sudah berhari-hari mengamatimu."

"Lalu kenapa tidak segera menemuiku?" ujarku kesal.

Aku meradang merindukannya. Tetapi dia yang sudah menemukanku justru tidak menemuiku. Dia sangat menjengkelkan.

"Aku perlu mempelajari situasi rumah ini." jelasnya, sambil menelangkupkan tangannya ke wajahku dan mengarahkannya ke wajahnya. "Aku bahkan baru tahu hari ini, bahwa ini kamarmu."

Dia memiringkan wajahnya seakan mengamati wajahku.

"Kenapa? Ada yang salah dengan wajahku?"

"Entahlah.. " jawabnya. "Dalam cahaya lilin, kamu tampak semakin cantik."

"Dasar perayu!"

Dia tersenyum. Dan dengan tiba-tiba menempelkan bibirnya yang dingin ke bibirku. Rasanya bibirku membeku. Itu hanya kecupan ringan.

"Kenapa hari ini bibirmu terasa berbeda?"

"Apanya yang berbeda?" tanyaku bingung.

"Apa karena Tuan de Bollan?"

"Kau sudah gila!" sentakku.

"Yaa... aku gila karena cemburu. Aku tahu dia hampir menyentuhmu. Rasanya sakit sekali membayangkannya."

Dia tahu? Bagaimana?

"Bagaimana kau tahu?" tanyaku heran.

Dia tersenyum penuh kemenangan, "Aku tidak perlu menjelaskan itu kepadamu." jawabnya sambil menyentil hidungku.

"Kau akan bermalam disini, bukan?" tanyaku penuh harap.

Dia menggelengkan kepalanya. Kupegang erat lengannya. Aku tidak ingin dia meninggalkanku lagi.

"Margaret... Aku tidak bisa." suaranya begitu lembut. Pandangan matanya meredup. Aku dapat melihat cinta yang begitu banyak dalam tatapannya. "Aku ingin menjaga wanitaku."

Tanganku tetap mencengkeram lengannya. Dia mengusap wajahku untuk membujukku

"Aku mohon..." kata-katanya begitu lembut. Membuatku iba sekaligus marah kepadanya.

"Kenapa?" tanyaku. Air mataku mulai menciptakan larik dipipiku. "Aku mohon... hanya kali ini.. "

"Margaret... kau terlalu menggoda untukku." suaranya mulai dalam, "Aku khawatir tidak mampu menahannya."

"Apa yang perlu kau tahan?"

"Aahh... Margaret, aku mohon. Jangan membuatku gila."

Aku menarik lehernya, membenamkan ciumanku di bibirnya. Ciuman begitu dalam. Aku merasakan lidahnya yang bergerak bersaman dengan lidahku. Aku larut dalam ciumannya. Tubuhku terasa meleleh. Kutarik ssbelah tangannya dan membawanya ke dadaku. Diremasnya dadaku dengan lembut. Baju tidur tipisku tidak bisa menutupi gudukan payudaraku yang menuntut lebih.

Dia dengan tiba-tiba menghentikannya.

"Ya Tuhan, Margaret... " sambil terengah-engah dia berbicara, "Apa yang kau inginkan?"

"Keinginan kita berdua." jawabku menantangnya.

Pria sialan, bagaimana mungkin dia bertanya seperti itu.

"Besok aku akan kembali."

"Tidak!" seruku. "Aku tidak ingin kau pergi!"

Dia menundukkan kepala untuk menciumku sekali lagi. Dan tiba-tiba mengangkat tubuhku dan mengendongnya, membawa ke ranjang.

Jantung berdegub kencang. Aku tidak mengerti dengan apa yang dia inginkan.

Kulingkarkan tanganku di lehernya,

Diletakkannya tubuhku dengan lembut diatas ranjang. Dibelainya rambutku.

Dia memandangiku dengan tatapan yang akan melelehkan hati setiap wanita.

"Apakah kau sudah siap?" tanyanya

Próximo capítulo