webnovel

Bertahan Hidup

Di tengah hutan yang lebat, tiga kelompok pria bersenjata berlari dengan kecepatan sedang.

Salah seorang dari mereka memimpin di depan, terlihat di samping pemimpin, seorang pria paruh bayah sedang melacak sebuah jejak.

"Kita sudah berada di jalur yang benar, dalam beberapa menit kedepan kita bisa menemukan di mana posisi buruan!"ucap pelacak ke pemimpinnya.

"Bagus, terus maju! dalam beberapa menit kedepan kita akan membasmi serangga-serangga menjijikan itu!" Teriak pemimpin ke arah seluruh anak buahnya.

"Bunuh..Bunuh..Bunuh..!" teriak serentak para pengikutnya.

Mereka berencana melakukan serangan menyelinap, melumpuhkan mangsa dengan satu kali serangan.

Dengan bantuan dari mata-mata yang mereka tempatkan di kelompok mangsa, mereka mampu memancing dan menemukan keberadaan mereka dengan mudah.

________

Di tempat lain, Indah bersama dengan dua pelayan wanita mengikuti intruksi dari Aldy, mereka di tugaskan untuk mencari bahan herbal.

Indah merasa agak janggal ketika dirinya harus mencari beberapa bahan obat herbal, bukankah dia sudah menemukan beberapa daun obat yang cukup.

Bala bantuan bahkan akan datang dalam waktu dekat ini, tapi dia tidak mengutarakan apa yang ada di benaknya. Dia hanya mengikuti perintah Aldy dan pergi bersama Tuti dan Dina.

Aldy memerintahkan kepada semua penjaga untuk berjaga. Mereka sudah mengisi kembali energi mereka dengan makanan ala kadarnya yang dapat mereka temukan di dalam hutan.

Rafael yang semula duduk dengan tenang di sudut, terlihat berdiri dan berjalan ke luar daerah pengawasan para penjaga.

Salah seorang pengawal yang melihat segera berjalan mendekat ke arahnya.

"Bos, anda tidak bisa pergi sendirian ke arah sana! kita tidak bisa mengambil resiko jika tiba-tiba musuh datang menyerang!" ucap pengawal itu hati-hati.

Rafael lalu berbalik dan melihat ke arah pengawal itu, Rafael memandang dengan pandangan yang sangat dingin. Pengawal itu dapat merasakan ketegangan yang menyelimuti seluruh tubuhnya, suasana yang semula menghawatirkan, menjadi semakin mencekam.

Rafael meberikan tatapan tidak senang ke arah pengawal itu, auranya sebagai seorang Iblis yang kejam terpancar begitu hebatnya, membuat pengawal itu bergetar tidak karuan. Kehadiran sosok Iblis benar-benar sangat menakutkan, hanya diam berdiri disana mampu menjatuhkan mental seseorang yang sekuat baja.

"Biarkan tuan pergi! tuan memerlukan waktu untuk sendirian sekarang!" ucap Aldy tiba-tiba dari arah belakang.

"Tapi saat ini kita dalam keadaan terpojok oleh musuh, jika kita salah mengambil tindakan, hal itu bisa saja mencelakakan Bos dan bahkan kita semua!"ucap pengawal itu kukuh.

"Apakah kamu akan membutuhkan pertolongan jika kamu ingin ke kamar mandi?"

"Ah.. ?" kamar mandi? apa hubungannya dengan situasi ini? apa yang.... Sebelum dia ingin membantah, sebuah pemikiran terlintas di kepalanya.

"Oh.. Te..Tentu saja Bos bisa pergi untuk menyelesaikan urusannya!" ucap pengawal itu kaku.

Dia merasa sedikit malu, saat dirinya berusaha untuk mengawal bos besar mereka, saat dia akan buang air? pikir pengawal itu.

Pengawal itu lalu kembali ketempatnya semula untuk berjaga-jaga.

tidak jauh dari daerah lokasi mereka berada, beberapa penyusup bergerak secara perlahan ke arah mereka. Mereka terlihat sangat profesional, bergerak dengan sangat teratur dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun

Para penyusup terbagi menjadi tiga kelompok, dua kelompok bergerak dari arah samping kiri dan kanan, sedangkan kelompok yang terakhir, menyerang dari arah depan secara langsung.

Dengan rencana seperti ini, buruan tidak akan bisa lolos dari cengkraman mereka.

Dua pengawal yang berjaga di sisi kiri, tidak menyadari pergerakan tersembunyi dari balik semak-semak.

Klek.. Klek.. Secepat kilat dua bayangan bergerak maju dari arah samping, dan mematahkan leher mereka semudah mematahkan ranting.

Kini dua tubuh pengawal terkapar tak bernyawa di tanah, mereka tidak berhenti di situ, secara perlahan memberikan arahan kepada beberapa orang di belakang mereka untuk bergerak maju.

Di sisi lain, dua pengawal lainnya juga telah di lumpuhkan. Berbeda dengan Pengawal sebelumnya, pengawal disini mati dengan kindisi yang sedikit mengenaskan.

Mereka mati dengan bersimbah darah, beberapa luka tikaman bersarang di perut mereka, dan tidak hanya di situ, untuk memastikan kematian musuh, mereka menyayat leher setiap pengawal dengan luka lebar yang menganga.

Genangan darah terbentuk dari darah yang mengalir dari masing-masing tubuh mayat yang terbaring.

Pemandangan itu terlihat sangat mengerikan, pelaku pembunuhan itu jelas seorang yang sangat kejam dan berdarah dingin.

__________

Indah bersama dengan dua pelayan yang awalnya ingin mencari beberapa bahan herbal, mulai merasa panik.

Sesaat sebelum mereka berjalan cukup jauh, Aldy secara sembunyi mengirimkan pesan kepada mereka menggunakan secarik kertas yang telah di masukkan ke dalam saku Indah.

Di situ tertulis, mereka harus segera berlari sejauh mungkin dari sini, karena pihak musuh sudah mengetahui keberadaan mereka.

Awalnya Indah menolak dengan keras untuk pergi dan melarikan diri bersama kedua pelayan, namun membaca pesan terakhir yang tertulis membuatnya terpaksa harus pergi.

"Jika kamu kembali kamu akan mempersulit Tuan, dan nyawa kedua pelayan juga akan terancam!" kalimat itu mengeraskan hati Indah dan segera berlari dengan sekuat tenaga bersama kedua pelayan yang lain.

Rafael tidak mungkin di kalahkan semudah itu, mereka hanya akan menjadi beban jika kembali ke sana. Dan memikirkan keselamatan kedua pelayan, membuat Indah meremas kertas pesan di tangannya dengan kasar.

Dia merasa dirinya menjadi seorang pengecut, meninggalkan kelompoknya dalam bahaya dan tidak dapat berbuat apa pun.

Aldy juga merupakan orang yang sangat tangguh, dia pasti bisa melindungi Rafael.

Indah mencoba menahan air matanya, dia harus tegar dan tetap berpikiran tenang. Memikirkan Rafael dalam bahaya, dada Indah terasa sakit dan sesak, rasanya benar-benar sangat sakit.

"Kamu harus selamat!" ucap Indah lirih, dan sebuah tetesan air terjatuh dari pipinya.

Mereka akhirnya berhenti saat mereka mencapai sebuah tebing, mereka tak tau harus berlari kemana lagi.

Melihat ke sekeliling mereka, tak ada jalan lain selain memanjat tebing itu, jika mereka berbalik arah maka hanya kematian yang akan menanti mereka.

"Tebing ini sangat curam, bagaimana kita bisa memanjatnya?" ucap Tuti ragu.

"Kita akan mati jika terjatuh saat memanjak naik!" ucap Dina, dan bersamaan merasa ngeri saat memikirkannya.

"Tapi ini jalan satu-satunya! Jika kita tak bergerak cepat, musuh akan menemukan kita! dan tak akan ada yang selamat di antara kita!" ucap Indah, dia juga merasa sedikit takut, namun tak ada jalan lain.

Mendengar ucapan Indah, mau tak mau mereka setuju, karena yang dikatakan Indah adalah kebenaran. Musuh tidak akan perna berbaik hati kepada mereka dan membiarkan mereka hidup.

Indah mulai memanjat terlebih dahulu, di ikuti Tuti dan Dina. Tebing ini sangat curam, membuat mereka sangat sulit memanjak naik.

Mereka sudah berada di tengah-tengah, rasanya semakin sulit untuk memanjat naik, namun mereka tidak menyerah dan terus naik.

Tuti yang sedari tadi berada di belakangnya, membuat seringaian licik di wajahnya. Sepertinya pemikiran buruk melintas di kepalanya.

Saat beberapa pijakan lagi mereka bisa sampai ke atas, Tuti secara halus menarik kaki Indah yang berpijak dengan susah payah, membuat Indah kehilangan keseimbangan dan terpeleset turun.

"Aaaaaaaa..." teriak Indah seketika.

Saat Indah merasakan dirinya terjatuh, dia dengan cepat meraih sebuah ranting pohon yang tubuh di bagian tepi tebing.

Dia bergantung dengan susah payah, keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya.

Sesaat kemudian terdengar teriakan lain dari arah atas.

"Aaaaa.." Dina yang sejak tadi gemetaran karena sangat takut, tidak dapat mengendalikan kakinya dan membuat pijakan di kakinya menjadi goyah.

Saat dia sudah merasa putus asa dan menunggu kematian mendatanginya, sebuah tangan menangkap pergelangan tangannya.

Dina menatap ke arah perempuan yang menggenggam tangannya dengan kuat, dia dapat melihat seberapa keras perempuan itu berusaha menangkap dan menahan beban tubuhnya, keringat di wajahnya mengalir seperti air hujan.

"Bertahanlah! gunakan sebelah tanganmu untuk mencapai bebatuan itu!" ucap Indah dengan susah payah, menyadarkan Dina yang terpaku.

Dengan beban tubuh Dina yang gemuk, membuat tangan Indah seolah akan patah. Jika mereka berada di situasi seperti itu terlalu lama, maka Indah tidak bisa menjamin dia mampu mempertahankan pegangannya.

"Huh..huh... Akhirnya kita selamat!" ucap Dina berurai air mata saat dia mencapai puncak tebing.

'Ck.. Kali ini perempuan menjijikan itu selamat, tapi aku tidak akan membiarkannya lain kali!' batin Tuti saat melihat ke arah dua orang yang terbaring lemas di depannya.

Próximo capítulo