Di Rumah sakit Berkasih, Monica bolak balik di dalam kamar pasien. Dirinya tak bisa bertahan lebih lama lagi di sini, Ayahnya yang terbaring lemah melihat tingkah laku putrinya yang gelisa dan bertanya.
"Kamu kenapa Monic? Apakah kamu mempunyai masalah?" tanya ayahnya.
Monica yang mendengar suara ayahnya segera berbbalik, berjalan ke sisi kasur dan berbicara dengan tersenyum.
"Tidak ada apa-apa ayah, aku hanya khawatir dengan keandaanmu saat ini!" dusta Monica.
Dia tak bisa mengatakan kepada ayahnya bahwa dia berusaha menjebak Rafael dengan tubuhnya, jika ayahnya mengetahuinya maka tamatlah riwayatnya.
Monica masih memikirkan keadaan Rafael sekarang, bagaimana jika laki-laki itu menyentuh wanita lain? Obat yang di berikan padannya bukanlah sembarang obat. Jika Rafael tak mengikuti instingnya sebagai laki-laki, hal itu dapat merusak sarafnya.
"Ayah baik-baik saja sayang, kamu tidak usah khawatir!" ucap ayahnya dan menyentuh pipi putrinya dengan lembut.
"Aku harap begitu, Monic nggak ingin liat ayah sakit lagi!" jawab Monica dengan wajah sedih.
Monica terus memperhatikan jam, sekarang sudah pukul 7 malam. Reaksi obat itu pasti sudah menghilang.
Saat Ibu dan adiknya masuk ke dalam kamar, dia pamit pulang pada ayah dan ibunya. Dia sudah tidak tahan untuk melihat keadaan Rafael sekarang.
Rencana yang sudang dia persiapkan matang-matang, kandas di saat-saat yang kritis. Ayahnya terkena serangan jantung di saat yang tidak tepat, membuat dirinya membatalkan rencananya.
Saat dia masih berada di lorong koridor, ponselnya berbunyi. Alisnya sedikit berkerut saat mengetahui penelpon itu.
Penelpon itu adalah asisten sekaligus bodyguard pribadi Rafael, sejak kapan orang ini berinisiatif sendiri untuk menghubungiku? Aldy jelas-jelas orang yang secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka pada dirinya. Jadi buat apa di menghubungi Monica sekarang?
Monica lalu mengangkatnya.
"Halo,"
"Apa maksudmu? Aku tak perna melakukan itu!" nada Monica menjadi gemetar.
"Tunggu pasti ada..." belum sempat Monica menyelesaikan ucapannya, orang di balik telpon memutuskan panggilan.
Setelah mendengar nada sambung yang terputus, ponsel di tangan Monica terjatuh. Tubuhnya bergetar lemah, membuat dirinya jatuh terduduk di koridor yang sepi itu.
Aldy barusan memberinya peringatan keras pada Monica, melarangnya untuk tidak perna muncul lagi di kediaman Rafael. Semua itu perintah dari Rafael sendiri, Rafael tidak bisa menoleransi kesalahan Monica kali ini.
Berani sekali dirinya memberikan obat tercela itu pada Rafael, sepertinya dirinya sudah bosan hidup. Jika saja Ibu Rafael tidak menyayangi Monica seperti anak kandungnya sendiri, Rafael sudah memberikan pelajaran yang keras untuknya.
Selain menginginkan hartanya, Monica juga sangat mencintai Rafael jauh di lubuk hatinya. Tapi laki-laki itu sangat sulit di dapatkan, berada di dekatnya saja sudah sangat beruntung.
Dan sekarang Monica kehilangan kesempatan itu, membuatnya sakit hati.
"Aku tidak akan menyerah!" ucap Monica lirih dengan air matanya yang tertahan.
__Pukul 8 malam, Rafael masih berada di dalam kamarnya. Setelah memberikan perintah kepada Aldy untuk memberikan peringatan pada Monica, dirinya kembali tenggelam dalam pikirannya.
Hanya lampu hias di atas meja yang memberikan pencahayaan yang remang-remang.
Suasana dalam kamar itu terlihat begitu mencekam, bahkan udaranya pun turun beberala derajat. Hanya dengan sekali lihat, orang dapat mengetahui dari mana asal hawa dingin itu.
Rafael dengan ekspresinya yang tak terbaca, duduk di samping kasur dengan tatapan kosong. Sosoknya yang terlihat bak seperti Iblis dari dunia lain, memancarkan tekanan yang begitu kuat.
Dengan kondisi cahaya yang minim, tidak mengurangi keagungannya sama sekali. Bahkan hanya dengan melihat bayangan wajahnya yang samar-samar, orang dapat mengetahui bahwa wajah itu begitu rupawan.
__Nadin yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Indah merasa sangat khawatir, bagaimana tidak sejak pagi tadi Indah tak perna makan sedikitpun.
Bahkan Indah tak perna menjawab panggilan Nadin dari luar pintu, membuat Nadin menjadi semakin frustasi.
Nadin masih terus mencoba mengetuk pintu sekali lagi, namun hasilnya masih nihil. Hanya Nadin yang terus menghawatirkan keadaan Indah, para pelayan yang lain tak seorangpun yang peduli.
"Apakah aku harus memberitau tuan? Jika terjadi sesuatu pada Indah, tuan pasti akan marah besar." pikir Nadin, sepertinya tidak ada cara lain.
Nadin lalu berjalan ke arah kamar Rafael, dan dengan ragu-ragu mengetuk pintu kamar.
"Tu..tuan, ini saya Nadin! Bolehka saya masuk?" tanya Nadin dengan nada sedikit takut.
Tapi tak ada jawaban dari dalam, membuat Nadin semakin takut. Tapi dia tidak boleh menyerah, Indah masih membituhkan bantuannya.
"Tuan.. I..ini Nona Indah tak perna makan sekalipun sejak tadi pagi dan terus mengurung dirinya di dalam kamar." ucap Nadin dengan nada agak keras, takut tuan nya tidak akan mendengar dengan jelas.
"Apa yang harus saya lakukan tuan? Saya takut Nona ak..." belum selesai Nadin berbicara, pintu kamar di depannya terbuka secara tiba-tiba.
"Tu..tuan, noa Indah masih mengurung diri dalam kamar. Tak sekalipun membiarkan siapapun masuk atau membawakannya makanan." ucap Nadin dengan kepala tertunduk. Nadanya jelas terdengar khawatir.
Rafael lalu berjalan ke arah kamar Indah, mencoba membuka pintu namun pintu itu terkunci seperti yang di katakan Nadin.
Rafael lalu mencoba mendobraknya, dia akhirnya berhasil membuka pintu di kali ketiga.
Deg.. Jantung Nadin tersentak kaget saat Indah tak mengenakan riasannya saat ini, dan sekarang tuannya melihat dengan sangat jelas.
Bagaimana caranya agar Nadin bisa menjelaskan semua ini? tapi reaksi tuan nya terlihat sangat biasa. Ekspresinya masih terlihat datar, mungkin kah tuan sudah mengetahuinya?
Hal pertama yang di lihat Rafael adalah Indah yang terbaring lemah di atas kasur, Nadin segera memberanikan dirinya dan berlari ke arah Indah dan melihat keadaannya.
"Ya tuhan badannya sangat panas!" jerit Nadin dan melihat ke arah Rafael.
"Tuan sepertinya nona sedang demam."
Dengan mata terpejam, Indah terlihat gelisa dalam tidurnya. Sekujur tubuhnya di penuhi dengan butiran keringat, dan suhu tubuhnya sangat tinggi.