webnovel

Insiden Pelatihan (1)

Siang ini, di lapangan pelatihan Mansion.

"HYAAAAA!"

TRINNGG! TRANNGG!

ZSAATTT! BUMMM!

Berbagai dentingan dan bentrokan senjata terdengar riuh memenuhi area lapangan. Orion dan Aaron memerhatikan mereka yang berlatih dari tepi lapangan. Beberapa makhluk buatan yang diciptakan Orion pun turut menemani para kesatria yang terus berjuang untuk merobohkan mereka. Dari penilaian Orion sendiri, mereka sudah banyak berkembang dari sebelumnya. Kali ini mereka bertarung dengan lebih bersungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Dan hal itu membuat Orion cukup yakin untuk merencanakan sebuah uji coba khusus untuk mereka semua.

"Jadi sampai kapan mereka mau berlatih dan bertarung dengan makhluk-makhluk itu? Bukankah untuk mempercepat perkembangan mereka adalah dengan cara berlatih tarung sesama Nobilium?" tanya Aaron ingin mengetahui tanggapan Orion.

"Benar, tapi aku ragu akan hal itu. Daripada mereka berlatih tarung dengan sesamanya, akan lebih baik kalau mereka langsung berhadapan melawan musuhnya. Bukankah itu juga cara yang lebih efektif untuk melihat sejauh mana kemampuan mereka berkembang?" Orion bertanya balik.

"Ya, ada benarnya juga. Tapi kemungkinan mereka akan mengalami kesulitan bila langsung berhadapan dengan musuh yang kuat."

"Aku sudah memikirkannya. Tujuan mereka berlatih adalah untuk bertarung bila datang masanya untuk berperang. Jika makhluk-makhluk itu saja tidak bisa mereka kalahkan, bagaimana mereka bisa mengalahkan musuh mereka yang sebenarnya?" ucap Orion. "Aaron, makhluk hasil ciptaanku itu memang terlihat sepele di matamu, tapi yakinlah mereka sangat kuat. Apalagi mereka juga bisa menggunakan senjata. Sangat berbahaya bila para kesatria itu meremehkannya."

Aaron masih menyaksikan pertarungan di lapangan sana. Dia sangat kagum melihat keseriusan anak-anak mansionnya dalam menghadapi makluk buatan itu. Dari minggu ke minggu, bulan ke bulan, perkembangan mereka sangatlah pesat.

"Kau benar, Orion. Mereka memang kuat dan kemampuanmu juga mengerikan," kata Aaron sependapat dengan rekannya itu.

"Mengerikan?"

"Ya. Kau mampu menciptakan mereka dalam jumlah banyak tanpa menguras energimu. Aku tidak bisa membayangkan apa aku bisa mengalahkan kekuatan sihirmu jika seandainya kau yang jadi musuhku."

Orion tertawa mendengar ucapan Aaron. Aaron ikut tersenyum. Lalu tiba-tiba Orion teringat sesuatu. Dia sudah lama tinggal di Calestine Land. Dia hidup sebatang kara sejak kecil dan suatu ketika Raja Tigreal dan Aaron menemukannya yang hampir tewas diterkam oleh sekawanan serigala di daerah perbatasan. Sejak saat itu, raja merawatnya dan menjadikannya seperti keluarganya. Aaron ikut turut andil dalam melatihnya karena dia pernah membaca kemampuan dalam diri Orion. Aaron yakin saat itu Orion bisa menjadi seorang kesatria yang kuat bila dia melatihnya dengan keras. Dan ketika Mansion dibangun, Orion langsung bergabung bersama Aaron untuk menjadi pilar utama dalam pengembangan Mansion itu.

Saat itu Orion diberi kesempatan untuk menjadi Kepala Mansion, tetapi dia menolak dan menyerahkan jabatan itu pada Aaron. Karena dia mengerti, Aaronlah yang sudah lama mengabdi pada sang raja daripada dirinya dan akhirnya dia meminta untuk dijadikan seorang pelatih sekaligus pengawas di tempat latihan yang saat ini dia kuasai. Dan, Orion tidak pernah berpikir untuk menjadi musuh karena dia banyak berhutang budi pada raja dan Calestine Land. Dia berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk membentuk para Nobilium Mansion itu agar menjadi yang terkuat.

"Tidak ada yang bisa menandingi kekuatan sihirmu, Aaron. Selain kau bisa sihir, kau juga bisa bertarung. Kau juga mengerikan, tahu," kata  Orion setelah cukup lama termenung.

Aaron tertawa kecil. "Anggap saja kita berdua memang mengerikan."

Keduanya tertawa bersama sambil tetap mengawasi lapangan. Lalu tawa keduanya mereda begitu melihat dua orang di lapangan yang sebenarnya sangat mengusik mereka sejak tadi.

"Huft, apalah yang anak-anak itu lakukan. Sejak tadi aku sudah memerhatikan mereka. Kau tahu, menurutku mereka lebih banyak berdebat daripada bertarung," keluh Aaron yang merasa lelah melihat anak didiknya yang berada di tengah lapangan sana yang tampak seperti sedang beradu mulut.

"Huh, kau benar. Aku juga berpikir begitu," ucap Orion sependapat. "Apa lagi yang bisa kulakukan ya supaya mereka bisa akur? Meski hanya lima menit saja, itu sudah cukup membuatku senang."

"Jadi kau sengaja membuat mereka berdua jadi satu kelompok?"

Orion mengangguk. "Dengan tujuan supaya mereka bisa lebih dekat dan kompak. Tapi..." Orion tak melanjutkan ucapannya karena dia sendiripun mulai lelah untuk berkomentar lebih lanjut lagi.

"Tapi sukses gagal total," ucap Aaron melanjutkan perkataan Orion yang belum terselesaikan.

Kembali Orion mengangguk lalu menggeleng tak habis pikir dengan kelakuan mereka berdua.

***

"HYAAATTT!"

TRAANGGG!

"Hentikan, bodoh," sahutnya kesal ketika Zilong melesat cepat ke arah troll yang bersenjatakan mirip seperti gada.

Zilong tak bisa melukai troll itu karena senjatanya ditahan oleh pedang Alucard.

GRROOAAA!!

Troll itu mengayunkan senjatanya dan secepat mungkin kedua pemuda itu melompat mundur dan bergabung kembali dengan rekan mereka.

Saat ini Alucard, Zilong, Ruby, Miya, dan Kagura berada dalam satu kelompok yang sebelumnya sudah Orion tetapkan. Selama latihan berlangsung, kedua pemuda itu bersaing untuk melihat siapa yang lebih dulu bisa merobohkan troll tersebut. Hal itu mereka maksudkan untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat di antara mereka. Para gadis pun belum ada yang bergerak sama sekali. Setiap kali mereka ingin bergabung, dua pemuda itu lagi-lagi memblokir tempat pergerakan mereka. Dan tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menonton aksi keduanya dalam memperebutkan kematian troll itu.

"Lihat, dia langsung bisa menyerangmu kalau kau menyerang langsung seperti itu. Apalagi kau menyerangnya terang-terangan dari arah depan. Sudah jelas gerakanmu terbaca olehnya. Dasar, aku heran kenapa Calestine Land mau menerima kesatria bodoh sepertimu," tukas Alucard kesal. Dia bersiaga kalau-kalau troll itu kembali mengamuk tetapi makhluk itu masih diam di tempatnya.

"Tutup mulutmu!" timpal Zilong tak terima dikatai seperti itu oleh sang Demon Hunter. "Memang kau pikir kau siapa yang berani-beraninya mengataiku? Dasar iblis."

"Iya, aku iblis. Iblis yang sangat cerdas. Tidak seperti kau yang dijuluki Dragon Knight tapi bertarung saja masih payah."

"Apa katamu??" Zilong semakin geram dibuatnya. Tombaknya kini sudah teracung ke arah Alucard.

"Kenapa? Kau mau membunuhku? Jika kau tidak berdarah Nobilium aku juga bisa membunuhmu kapanpun aku mau."

Zilong mengeraskan rahangnya. Dia benar-benar  emosi mendengar omongan Alucard di depannya.

Ruby menggelengkan kepalanya dan menepuk dahinya. Entah kenapa dua orang ini tidak bisa akur barang sebentar. Keduanya selalu terlibat dalam adu mulut setiap kali bertemu. Miya pun sama pusingnya melihat mereka berdua yang telah menghabiskan waktu latihan mereka dengan bertengkar. Dia melirik sang Ketua Mansion dan Pengawas, tapi mereka hanya diam tak berbuat sesuatu yang bisa menghentikan perdebatan dua makhluk tampan ini. Dan Kagura, kini dia menatap ke arah Orion dan menyilangkan tangannya membentuk huruf X sebagai tanda dia ingin mengakhiri latihannya dan keluar dari lapangan. Dia berharap Orion akan mengabulkan permintaannya.

Orion tak langsung merespon permintaan Kagura. "Aaron, katakan, apa yang harus kulakukan sekarang?"

"Dua anak itu memang merepotkan. Kalau dibiarkan seperti itu terus juga tidak baik." Aaron tampak memikirkan sesuatu dan ketika sudah mendapatkan idenya, dia jadi tak ragu lagi. "Baiklah. Sepertinya tak ada pilihan lain."

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Membuat Kelompok 1 bisa kompak," jawab Aaron. Dia menggerakkan tangannya ke depan dan memberi tambahan mantra pada troll raksasa milik Orion.

GRROOOAAAAA!!!

"SEMUANYA KECUALI KELOMPOK 1 SEGERA MENYINGKIR DARI LAPANGAN!" teriaknya keras hingga terdengar sampai ke ujung lapangan terjauh di tempat itu.

Semuanya mendengar peringatan Aaron dan melihat troll milik Kelompok 1 berubah semakin ganas dan memukul-mukul tanah lapangan dengan senjatanya. Alhasil banyak lubang dimana-mana. Mereka bergegas menyingkir sebelum ikut terkena serangan dari troll itu.

"Wow, kau... hebat," puji Orion terkesima.

Aaron mendesah letih. "Sebenarnya aku tidak mau melakukan ini. Tapi anak-anak itu membuatku pusing."

Kini lapangan yang superluas itu terlihat kosong dan hanya berisikan lima orang Nobilium dan satu troll raksasa yang sedang mengamuk.

"O-o, ini tidak bagus," cicit Zilong.

"Justru ini bagus untuk membungkam mulut kalian," sahut Kagura yang sudah menahan kesal dari tadi.

"Iya, kami bukannya berlatih tapi malah menonton perdebatan kalian," imbuh Miya.

"Ayo kita selesaikan latihan siang ini," tambah Ruby yang sudah bersiap dengan sabit raksasa miliknya.

Troll itu bergerak ke arah mereka dan mengayunkan senjatanya secepat mungkin. Kelimanya berhasil menghindar. Dan ketika troll itu akan kembali mendekati mereka, Miya bergegas melepaskan anak panahnya ke langit dan seketika hujan panah menghujani tubuh troll itu. Makhluk tersebut menjadi tak berkutik setelahnya. Pergerakannya melemah dalam hitungan detik.

"Bagus, Miya!" seru Alucard yang mendapat peluang untuk mematahkan pertahanan si troll.

Seketika wajah Miya memerah. Ia tak mengira Alucard akan bereaksi seperti itu ketika ia menunjukkan sedikit kemampuannya.

"Pertama kakinya dulu." Sekarang Alucard melompat ke arah troll dan berniat menghancurkan kakinya, dengan begitu makluk tersebut akan kesulitan untuk berjalan. Ketika sang Demon Hunter hampir mengenainya, dia terpelanting jauh akibat tendangan si troll. Alucard harus membungkukkan badannya supaya tak terjatuh saat kakinya berusaha untuk tetap berdiri di tanah ketika terseret jauh ke belakang.

Tak mau kalah, Zilong berusaha ikut menyerang. Dia melesat cepat melewati celah di antara kedua kaki troll kemudian kembali menerjangnya melalui udara. Dia mengincar tengkuk troll agar dapat langsung dirobohkan, tetapi tanpa diduga makhluk itu memutar badannya dan memukul Zilong yang lebih kecil dari ukuran senjatanya.

Tubuh Zilong sukses terpental dan jatuh ke tanah dengan keras.

"UHUKKK!" Zilong terbatuk dan memuntahkan darah. Dia meringis kesakitan. Rusuknya serasa retak ketika menghantam tanah.

"Zilong!!!" teriak rekannya yang lain dari tepi lapangan.

Próximo capítulo