Ketika ibu membuka kamar Bila, ia merasa jengkel melihat keadaan kamar yang berantakan "ya... Allah Bila, bangun beresin kamar kamu, anak gadis kamarnya kok seperti kandang"
"Iya...buk, jangan keras-keras malu"
"Anak gadis jam segini belum bangun, jorok lagi".
"Iya bu...Bila beresin" Bila berdiri lalu menggandeng ibunya untuk keluar dari kamarnya.
Ibu sedang berjalan menuju rumah, setelah membeli sayur di perempatan depan rumah Bila, tiba-tiba ada mobil berhenti, keluarlah seorang laki-laki gagah dengan kaus dan celana hitam, tubuh tegap danpostur wajahnya yang mirip Gessi gill tentu saja sangat familiyar, walau sudah tiga tahun tidak bertemu, ibu yakin bahwa dia adalah Edwin.
"Ibu...baru belanja" Edwin mendekati ibu Khamidah lalu menyalaminya.
"Nak Edwin...wah tambah ganteng ya, pulang kapan?" ibu bertanya dengan riang.
"Sudah lama bu, cuma mau mampir belum sempat, maaf ya bu".
"Ga papa, ayo masuk" ibu mengajak Edwin ke dalam rumah lalu mempersilahkan duduk.
"Bu maaf ini ada kue titipan papa, sebenarnya papa pingin ikut, tapi cucunya dateng, ga jadi deh" Edwin menyerahkan paper bak pada ibu sambil berbasa basi.
"Wah malah repot-repot lho, makasih ya nak"
"Sama-sama bu, bu... Bila ke mana?".
"Bila masih tidur, habis shalat Subuh tidur lagi dia".
"Biarin lah bu, mungkin dia capek, soalnya di kantor sedang banyak kerjaan" Edwin menjelaska.
"Kok nank Edwin tahu?" ibu bertanya dengan heran.
"Memang Bila belum cerita?" .
"Belum".
"Kami sekarang bekerja di tempat yang sama"
"Oh....iya to?" ibu terlihat senang.
Setelah menjelaskan situasi yang sebenarnya juga saling bercerita sejenak, Edwin merasa lapar.
"Bu... ngomong-ngomong sudah lama ga icip masakan ibu, kangen" Edwin berkata dengan agak manja.
"Laper...., tapi makanan tadi pagi tinggal sedikit, ibu masakin nasi goreng ya, kebetulan Bila juga belum makan, nanti makan bareng sekalian".
"Wah mau banget bu, Edwin bantuin ya"
Setelah membereskan kamarnya, Bila segera keluar membawa handuk, dengan jibap instan dan piyama menuju kamarandi, ketika memasuki dapur, tampak Edwin sedang mencoba untuk mengupas bawang, ia tampak kaku, karena memang jarang melakukan pekerjaan dapur.
"Eh Bila sudah bangun"
"Ih..... enak aja, baru beres-beres kamar" Bila menjawab dengan ketus.
"Iya...anak gadis kamare seperti kandang kambing, berantakan, pantesan belum ada yang datang melamar, wong masih jorok" Ibu berkata dengan nada mengomel.
"Ya...Allah ibu, kejem amat" Bila protes.
"Ga papa bu, bukannya belum ada, cuma Bilanya yang belum mau, kan Bila nungguin saya bu" Edwin memyela dengan lugas dengan ekspresi menggoda "kalau Bilamau, besok atau sekarang, kami ke KUA siap saya bu".
"Kak Edwin..." Bila memukul bahu Edwin kemudian mencubit pinggangnya , dengan tatapan sinis Bila melirik ke arah Edwin "pagi-pagi udah namu, bikin perkara lagi, ga punya beras pak?, ibu jangan dengerin gombalan kak Edwin, bahaya" Bila mencoba menghindar.
"Ga punya buk, beliin dong " Edwin meledek.
"Ah dasar jahil" Bila memanyunkan bibirnya.
"Bila sudah mandi sana, kayak anak kecil saja".
"Kak Edwin yang mulai bu, Ibuk....Bila mau mandi, tolong dong tamunya disuruh pindah ke depan".
Sindiran Bila membut Edwin tertawa geli, setelah menaruh pisau ia segera pergi ke ruang tamu.
Sambil mengendap-endap Bila keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk kimono, kepalanya juga masih dililit handuk, setelah memastikan situasi aman, karena ibu juga sepertinya sedang menemani Edwin di ruang tamu, Bila segera berlari ke kamarnya.
Setelah di dalam kamar, Bila mengganti bajunya ia memakai stelan celana olahraga berwarna merah muda, dan sedang mengeringkan rambut panjangnya.
Beberapa saat kemudian ia keluar menuju meja makan, di atas meja sudah tersedia dua piring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi, dan segelas teh hangat.
"Ibu....nasi gorengnya buat Bila kan bu?". Bila bertanya.
"Ya, sekalian ajak nak Edwin makan"
"Ga mau ah" Bila mengelak perintah ibunya.
"Ga usah disuruh, saya kan memang sengaja nunggu Bila bu" tiba-tiba Edwin sudah berdiri dibelakang Bila dan mengagetkannya.
"Oh ya nak Edwin, silahkan lho". ibu keluar dari dapur lalu menyuruh Edwin makan.
"Ya bu, ibu ya sekalian".
"Ibu sudah, silahkan lho, ibu tinggal ke depan dulu mau nengok tetangga".
Edwin dan Bila segera menikmati sarapannya, ketika Bila sedang asik menikmati makanannya, Edwin kembali bertingkah jahil, ia memindahkan sisa makanan dipiringnya ke dalam piring Bila waktu ia sedang masuk ke dapur untuk mengambil air putih, saat ia kembali ia merasa heran melihat piringnya penuh dengan makanan, padahal seingatnya makanan dalam piringnya hampir habis, Bila melirik Edwin, membuat senyum aneh mengembang dari bibirnya, Bila mengerti maksut dari senyuman itu sehingga mbuat Bila Emosi.
"Kakak apaan sih? kalau ga habis taruh dapur jangan dijadikan satu sama punyaku"
"Kalau ga habis, aku bantu habisin".
"Ya satu piring ini kita habiskan bersama".
"Idih ga mau" Bila menolak.
Ketika Bila kendak mengembalikan nasi Edwin, Edwin segera mencegahnya, bahkan ia memaksa Bila duduk, lalu merayu Bila agar mau makan dari piring yang sama.
"Bil....makan bareng ya".
"Ya udah...soalnya aku masih laper, kalu ga aku ga mau".
"Asik...ya udah ayo keburu ibu masuk"
Bila tersenyum kemudia mereka kembali melanjutkan sarapan, ketika Bila menyendok makanan yang akan ia masukan ke mulutnya tiba-tiba Edwin menahan tangan Bila dan memasukan nasi dari sendok Bila ke mulutnya".
Lalu sebaliknya Edwin menyuapi Bila dengan tangannya, Bila menuruti kelakuan konyol Edwin sampai beberapa kali suapan, tapi setelah itu ia merasa geli dengan hal tersebut sehingga ia memutuskan untuk tidak menghabiskan makanan itu.
"Kebapa Bil, udah kenyang?" Edwin bertanya ketika Bila menolak suapan Edwin.
"Udah kaka" tiba-tiba muka Bila berubah muram.
"Kenapa Bil? kamu ga suka?".
"Ga kak, aku udah kenyang kakak habisin sendiri aja ya, kalau ga ya biar aku beresin" Bila menjelaskan alasannya, akan tetapi yang sebenarnya hati Bila merasa tidak enak karena ia merasa apa yang mereka lakukan terlalu berlebihan.
Bila berpikir hal seromantis itu hanya pantas dilakukan mereka yang memiliki ikatan khusus, akan tetapi saat ini Bila dan Edwin tak memilikinya.
Walaupun jauh dari dalam hatinya sesungguhnya ia merasa senang bisa dekat dengan Edwin, namun bayangan Edwin bersama wanita lain membuatnya merasa sakit hati tiba-tiba melintas dalam pikirannya.
Setelah menghabiskan sarapan Bila mengambil laptopnya untuk mengerjakan laporan perusahaan yang harus ia perbaiki.
Dengan setia Edwin menemani Bila, sambil sesekali menanyakan sesuatu yang tak ia ketahui, sedang Bila menjelaskan semua itu dengan baik.
Karena keseriusan pekerjaan itulah, tanpa mereka sadari, mereka sudah duduk dengan posisi yang sangat dekat, sampai Bila mentadari itu, kemudian dengan secepat kilat ia menghindari Edwin.
Dada Bila berdetak dengan sangat cepat, ia jadi salah tingkah, apa lagi ketika Edwin justru menggodanya.
"Sini to deketan" sembari menunjuk kursi samping Edwin "itung-itung belajar biar nanti kalau kamu jadi istriku, kamu sudah tidak kaget"
Bila tak menjawab pernyataan Edwin, justru ia srmakin menjauh, karena takut Edwin tahu bagaimana perasaan sesungguhnya.