webnovel

Tidak Sesuai Ekspektasi

        Lima belas menit berlalu, Mira yang menunggu Tante Gina datang belum juga mendapatkan hasilnya. Gadis itu masih melihat Dika di hadapannya, ia heran kenapa pria tersebut tidak pegi jua dari tadi.       

        "Pak, kok Bapak gak pergi juga?" tanya Mira pada pria itu.

        "Bukan urusan kamu," kata Dika tidak memedulikan pertanyaan Mira.

        Mira mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul Dika, tapi niatnya itu di urungkan.

        "Pak Saya ke sini mau ketemu sama kenalan saya namanya Tante Gina, jadi Pak Dika gak bisa ada di sini," kata Mira selembut mungkin.

        "Kenapa saya gak boleh ada di sini?" tanya Dika pada gadis itu. Mira memasang wajah tidak suka pada Dika. Bagaimana tidak, di perusahaan gadis itu selalu tidak menyukainya karena sifa pria itu yang arogan. Sampai kapan pun Mira tidak akan pernah menyukai Dika.

        "Ya karena saya mau ketemu sama kenalan saya, lebih baik Pak Dika pergi dari sini sebelum kenalan saya itu datang," jawab Mira dengan wajah juteknya. Gadis itu menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan menahan emosinya. Sudah cukup ia melihat wajah pria itu di perusahaan, ia tidak ingin melihat pria itu di luar jam kerjanya.

        "Kamu sudah bertemu dengan kenalanmu itu," kata Dika dengan santainya.

        Mendengar apa yang diucapkan oleh pria itu, Mira pun menatapnya heran.

        "Maksud Pak Dikta bagaimana?" tanya Mira pada pria itu. 

        Dika tidak menjawabnya, pria itu mengeluarkan ponselnya yang bordering karena ada yang menelpon kemudian melangkah pergi untuk mengangkat telpon tersebut.

        Mira masih memikirkan ucapan Dika barusan. Gadis itu pun langsung menelpon nomor Tante Gina si kenalannya. Gadis itu menekan tombol hijau pada layar ponselnya kemudian menunggu wanita tersebut menjawab panggilannya.

        Tak perlu menunggu waktu lama, Gina mengangkat panggilan tersebut. Mira pun langsung menanyakan keberadaan wanita tersebut. "Hallo, Tante Gina. Ini saya Mira, Tante di mana? saya sudah sampai dari tadi," tanya Mira pada wanita yang ia tunggui beberapa menit yang lalu belum muncul juga.

        "Eh? Memangnya kamu belum bertemu dengan dia?" tanya Gina dari sebrang sana.

        Mira mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti apa yang di maksud oleh wanita tersebut.

        "Dia? Dia siapa Tante?" tanya Mira tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Gina.

        "Itu loh, anak Tante. Saya suruh dia ketemu sama kamu karena saya ada keperluan mendadak, daripada dibatalin mending anak saya aja yang datan."

        "Memangnya anak Tante siapa?" tanya Mira kemudian. Ia tidak mengetahu anak dari wanita itu, kalau saja Gina mengatakan padanya bahwa wanita itu tidak akan datang dan digantikan oleh orang lain mungkin gadis itu sudah bertemu dari tadi.

        "Dika, anak saya namanya Dika. Saya sudah katakana padanya untuk menunggu di meja pesanan, memangnya dia belum datang ya? Dasar anak nakal—" Tik. Mira menekan tombol merah pada ponselnya kemudian melebarkan matanya. ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu barusan. 

        "Nama anaknya Tante Gina itu …" –gadis itu menoleh ke arah Dika yang sedang menelpon—"Pak Dika." Tepat dirinya menyebut nama pria itu Dika baru saja selesai bebicara  dengan lawan bicaranya, setelah itu pria tersebut menyimpan ponselnya kemudian melangkah kembali ke arahnya. Pria itu duduk di hadapannya kembali.

        Mira menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Ternyata yang di maksud oleh pria itu dengan dirinya yang sudah menemui si kenalan tersebut adalah Dika anak dari Tante Gina. Kalau tahu begitu gue gak akan datang ke sini! kesal Mira dalam hati. Gadis itu sudah muak dengan pria ini, ia pikir dirinya bisa mengusir pria itu karena daritadi dia duduk di hadapannya, namun ternyata dialah orang yang harusnya ia temui hari ini.

        Setelah selesai menelpon, Dika kembal menghampiri Mira. Pandangan gadis itu menjadi berubah daripada sebelum dirinya menerima panggilan telepon dari rekan bisnisnya. Tatapan gadis itu tidak setajam sebelumnya, tiba-tiba saja gadis itu menjadi sedikit pendiam. Tidak ada lagi kalimat-kalimat protes ataupun kata-kata gadis itu yang mengusirnya dari tempat ini. Dika menatapnya curiga, apa terjadi sesuatu dengan gadis ini?

        Keduanya diam selama beberapa detik. Mira tidak melihat ke arahnya, Dika pun penasaran. "Kenapa kamu  nunduk terus?" tanya pria itu.

        "Saya gak mau ngeliat wajah Bapak," jawab Mira.

        "Memangnya wajah saya kenapa?" tanyanya lagi.

        "Pokoknya saya gak mau lihat wajah Bapak."

        Dika menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Kalau saja ini di kantor, pasti pria itu akan memarahinya.

        "Jadi kamu yang mau dijodohkan sama saya?" kata Dika memulai pembicaraan pada Mira. Gadis itu mengangguk namun kepalanya tetap menunduk. "Kamu tahu gak sopan santun dalam berbicara? Lihat lawan bicara kamu untuk menghargainya."

        Seketika Mira pun mengangkat wajahnya dan menatap Dika. Meskipun begitu, tetap saja Mira malas sekali melihat wajah pria yang ada di depannya ini. Niatnya hari libur ini dirinya ingin bersantai dan terbebas dari Bos yang mengerikan ini, namun ternyata keduanya malah dipertemukan di tempat seperti ini.

        "Kenapa kamu bisa kenal sama Ibu saya?" tanya Dika pada gadis itu. sebelumnya, ia harus mengetahui bagaimana bisa Ibunya mempertemukan dirinya dengan karyawan perusahaannya, ia harus tahu secara pasti apakah ada unsure kesengajaan pada pertemuan ini. kalau ia, itu artinya dibalik sikapnya yang selalu menebar kebencian padanya ada satu sisi di mana gadi situ menyukainya dan Dika tidak suka itu.

Próximo capítulo