webnovel

Kejutan Dari Lauriel

Setelah film selesai, Finland menerima SMS dari Lauriel.

[Aleksis sudah tidur. Kau bisa datang ke rumahku dan menginap, atau aku bisa mengantarnya besok ke tempatmu. Kasihan kalau dibangunkan sekarang.]

Finland menatap ponselnya dan berpikir cukup lama. Anne dan Lucia yang melihat keningnya berkerut segera bertanya apa yang mengganggu pikirannya.

"Ada apa?"

"Anakku sudah tidur, kasihan kalau dibangunkan untuk kujemput..." Finland mengetuk-ngetuk ponselnya, sambil berpikir, "Aku bisa datang ke sana dan ikut menginap atau aku bisa menjemputnya besok."

"Temanmu bisa dipercaya?"

"Bisa."

"Ya sudah... kau istirahat saja malam ini. Besok baru menjemput Aleksis," kata Anne memberi solusi. "Lagipula kalau kau ke sana, percuma saja, dia kan sudah tidur. Sementara kau akan kesulitan untuk besok ke kantor karena kau tidak membawa pakaian ganti."

Akhirnya Finland mengangguk setuju.

[Baiklah. Besok saja aku jemput Aleksis sepulang aku dari kantor.] Finland mengirim SMS kepada Lauriel memberi tahu keputusannya. Ia buru-buru menambahkan, [Terima kasih.]

Seumur hidupnya, Finland belum pernah berpisah dari Aleksis seperti ini. Ia terus membayangkan bagaimana keadaan Aleksis di rumah Lauriel. Hingga ia tiba di rumah dan mandi lalu bersiap tidur, ia tetap saja memikirkan anaknya.

[Apakah Aleksis tidurnya nyenyak?] Akhirnya karena tidak tahan ia pun mengirim SMS. [Kalau dia bangun, tolong beri tahu aku, aku bisa ke sana.]

[Tidurnya nyenyak. Jangan kuatir. Kau istirahat saja.]

Finland mencoba tidur seperti anjuran Lauriel, tetapi ia menyadari bahwa hingga tengah malam ia tak juga dapat memejamkan mata. Akhirnya ia mengirim pesan lagi menanyakan keadaan Aleksis.

Lauriel yang sedang membaca buku di perpustakaannya segera menyadari Finland sangat kuatir dan akhirnya ia menjadi tidak sabar.

[Kau ke sini saja kalau sangat kuatir.]

15 menit kemudian Finland sudah tiba di rumah Lauriel. Ia membawa baju ganti agar besok pagi ia bisa berangkat kerja dari sana.

"Maaf aku berubah pikiran," kata gadis itu saat ia muncul di depan pintu Lauriel. Pemuda itu mengangguk dan mempersilakannya masuk. Finland belum pernah menginap di rumah Lauriel sebelumnya. Ia dan Aleksis hanya menginap saat mereka berlibur di pertaniannya atau tinggal di hotel bersama Lauriel sepulang dari rumah sakit dan bepergian ke Hong Kong dan Singapura tahun lalu.

Di rumah Lauriel ada sebuah kamar yang dihias cantik sekali seperti untuk seorang putri dengan tema Disney yang kental. Di sanalah Aleksis akan bermain dan menghabiskan banyak waktunya saat Finland bekerja, dan kini anak perempuannya itu sedang tidur dengan pulas di tempat tidur putri Auroranya. Siapa pun tak akan tega membangunkan malaikat kecil itu dari tidur cantiknya.

Setelah melihat Aleksis yang tidur dengan damai, hati Finland menjadi tenang. Ia tersenyum lega dan memandang Lauriel dengan penuh terima kasih.

"Bagaimana filmnya?" tanya Lauriel sambil mengeluarkan sebotol wine dan dua buah gelas. Ia memberi tanda agar Finland mengikutinya ke perpustakaan.

"Bagus sekali. Aku kenal dengan aktornya...." Finland menerima gelas wine dari Lauriel dan menaruh tasnya di sofa perpustakaan. "Dia adalah sahabatku yang sudah sangat lama tidak bertemu.."

"Kau tidak pernah cerita," kata Lauriel. Ia menyesap wine-nya dan memandang Finland dengan kening berkerut. "Kenapa tidak bertemu?"

Finland merenung sejurus sebelum akhirnya memutuskan untuk menceritakan kepada Lauriel apa yang terjadi di antara dirinya, Jean dan Caspar. Pemuda itu mendengarkan baik-baik, tetapi wajahnya sama sekali tidak berubah.

"Aku turut sedih mendengar kau kehilangan temanmu... Maaf aku tidak tahu ini sebelumnya, aku sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi selama puluhan tahun.." Lauriel menyentuh tangan Finland dan menepuk-nepuknya lembut, seolah ingin meringankan beban gadis itu. "Aku tahu Aldebar adalah seorang ilmuwan yang sangat berbakat dan obat-obatan yang diciptakannya pasti manjur. Tapi kalau aku tahu lebih cepat, mungkin aku bisa menolong Jean mengembalikan ingatannya..."

Finland terkesiap mendengar ucapan Lauriel. "Kau... kau bisa melakukannya?'

"Aku ini ahli racun dan obat-obatan... Ada banyak tanaman yang memiliki khasiat luar biasa di dunia ini." Lauriel merenung sejenak, mengingat-ingat, "Aku pernah belajar pengobatan khusus ini di pedalaman Amazon. Aku tidak janji bisa memulihkan ingatan Jean sepenuhnya. Tetapi aku bisa mencoba..."

Air mata menetes satu-satu dari mata Finland membasahi pipinya. Setelah hampir 3 tahun Jean melupakannya, ia tak pernah berharap ingatan Jean akan kembali. Kini tiba-tiba saja Lauriel memberinya harapan..

"Oh, Lauriel... kenapa kau tidak bilang dari awal bahwa kau dapat mengobati Jean? Kita kenal sudah hampir dua tahun, tetapi aku selalu terlambat mengetahui hal penting tentang dirimu..." Finland memegang dadanya yang tiba-tiba saja terasa sakit. Seandainya, ia tahu dari awal bahwa Lauriel adalah seorang alchemist, ia mungkin sudah mendapatkan nomor telepon Caspar lebih cepat dan bisa menghubunginya begitu Jean bangun dari koma. Mungkin Caspar sekarang masih bersamanya, dan bukan Sophia.

Lauriel menatap Finland dengan pandangan rumit.

"Aku tahu kau sedang sedih, maka aku tidak memaksamu untuk menceritakan tentang dirimu... Aku pikir, kalau kau sudah percaya kepadaku, kau pasti akan membuka diri dan saat itu terjadi, aku juga akan membuka diri kepadamu," Ia menghela napas, "Aku tak menyangka walaupun kita bertemu setiap hari dan aku mengasuh anakmu, kau perlu waktu dua tahun untuk mulai membuka dirimu kepadaku... Aku bahkan tidak akan tahu siapa ayah Aleksis kalau kita tidak ditolak dari Hotel Continental tahun lalu."

Finland kini sadar bahwa sebagian besar yang terjadi adalah kesalahannya sendiri. Ia sangat sulit percaya dan membuka diri kepada orang lain. Lauriel yang memperlakukannya dengan sangat baik tidak pernah memaksanya untuk bercerita, dan akibatnya dua tahun berlalu hingga ia baru menceritakan tentang Jean dan apa yang terjadi antara dirinya dan Caspar.

"Maaf... ini salahku. Seharusnya aku mempercayaimu..." bisik Finland dengan suara sedih. "Aku memang sangat susah mempercayai orang. Ini kebiasaan buruk yang sulit diubah."

"Tidak apa-apa. Aku lebih memilih kau percaya kepadaku setelah bertahun-tahun, karena artinya kepercayaanmu mahal harganya, daripada kau dengan mudah mempercayai semua laki-laki yang masuk dalam kehidupanmu, itu tidak akan baik untuk Aleksis..." balas Lauriel. "Aku kan sudah bilang aku tidak terburu-buru."

Finland menggeleng-geleng, "Dua tahun adalah waktu yang sangat lama... Aku ini keterlaluan sekali ya..."

"Aku mendengarkan..." kata Lauriel sambil tersenyum simpul. "Apa lagi yang ingin kau ceritakan? Kau juga bisa bertanya apa saja kepadaku."

Finland menghabiskan wine-nya dan mengisi kembali gelasnya. Ia lalu memutar-mutar gelasnya dan berpikir sejauh mana ia bisa menceritakan semuanya kepada Lauriel.

"Aku adalah seorang yatim piatu, Rory. Aku tidak punya keluarga, dan aku tumbuh dalam kemiskinan dan penderitaan. Aku juga tidak punya teman untuk waktu yang lama. Di sekolah aku selalu dibully oleh geng gadis-gadis jahat yang kaya... Hanya Jean yang baik kepadaku dan menjadi sahabatku. Aku tak pernah mempercayai orang sampai aku bertemu dengannya... Aku juga tak pernah membuka hatiku untuk cinta, hingga aku bertemu Caspar."

Finland menggigit bibirnya, berusaha menahan agar air matanya tidak menetes lagi.

"Kau tidak perlu menceritakannya kalau hal itu membuatmu sedih," kata Lauriel. "Aku bisa menebak apa yang terjadi... Caspar memang dari dulu tidak pernah serius dengan perempuan mana pun. Bahkan Katia yang bertunangan dengannya selama puluhan tahun, tak dapat mengubahnya..."

Finland mendesah pelan, "Caspar bilang dulu dia belum pernah jatuh cinta... Itu sebabnya dia berlaku seperti itu. Tetapi dia mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dalam hidup, ia jatuh cinta, kepadaku... Dan ia memintaku menikah dengannya. Pernikahan kami diresmikan oleh Aldebar dan kami mengumumkannya di acara ulang tahun Aldebar yang ke-200."

"Hmm... benarkah? Kalau begitu mungkin ia memang sudah berubah.." Lauriel tampak mengerutkan keningnya. Ia sulit mempercayai bahwa Caspar yang playboy bisa berubah setia, tetapi ia tahu Finland tak mungkin berbohong kepadanya. "Jadi kalian sudah menikah di depan kaum Alchemist? Lalu mengapa ia bersama Sophia?"

"Aku yang salah... aku yang meninggalkannya, dan aku tidak memenuhi janjiku untuk menghubunginya ketika Jean bangun dari koma. Mungkin ia menjadi lelah menungguku, sementara di sampingnya ada Sophia yang menghiburnya. Aku kehilangan kontaknya dan tak bisa menghubunginya, sampai aku mendapatkan nomornya darimu. Kau tahu betapa sulitnya mendapatkan akses kepada orang seperti dia... " Finland mengusap matanya, "Aku juga lebih mementingkan Jean dibandingkan dirinya saat peristiwa penembakan itu terjadi, sehingga mungkin ia mengira aku lebih mencintai Jean daripada dirinya.... dan ia mengira Aleksis adalah anak Jean..."

Lauriel menggeleng-geleng. "Sepertinya kau salah informasi. Caspar tidak tahu Aleksis anak siapa. Saat aku membawa Aleksis bersamaku ia bertanya siapa anak ini. Aku memperkenalkan Aleksis sebagai anakku, saat itu aku tidak tahu Caspar adalah ayahnya..."

"Tapi Sophia bilang, Caspar tahu aku hamil dan menganggap Aleksis adalah anak Jean, sehingga ia memutuskan untuk berpisah dariku." cetus Finland dengan nada getir.

"Mengapa kau mempercayai ucapan Sophia?" Lauriel menjadi tidak sabar, "Dari dulu Sophia menaruh hati kepada Caspar. Bisa jadi ia menipumu agar meninggalkan Caspar."

Finland seketika menjadi tertegun. Ia tidak pernah berpikir seperti itu sebelumnya. Ia tak pernah mendapatkan kesempatan untuk bicara dengan Caspar. Waktu itu ia hanya mengirim Sophia untuk menemui Finland. Padahal Finland ingin sekali menceritakan tentang Aleksis kepada Caspar...

Casparlah yang saat itu menolak menemuinya.

"Aldebar bilang kaum Alchemist tidak mengenal perceraian... Lalu apa yang sekarang terjadi kepada kami? Apakah dia saat ini masih berstatus suamiku, menurut aturan kaum Alchemist?" tanya Finland dengan wajah penuh tanda tanya, "Aku tidak mengerti sistem tata kehidupan kalian..."

"Perceraian bukan sesuatu yang tabu dalam masyarakat kami. Hanya saja belum pernah ada dalam sejarah kami, orang yang bercerai. Semua pasangan alchemist yang memutuskan menikah sudah melalui masa berhubungan yang sangat lama dan sangat matang, sehingga tidak ada yang berubah pikiran di tengah jalan." kata Lauriel, "Tetapi tentu saja kalau kau ingin berpisah, tak ada satu aturan pun di dunia ini yang bisa memaksamu untuk bersama."

"Oh..."

"Apakah kau masih mencintainya?" tanya Lauriel dengan suara tenang.

Finland tidak menjawab.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Lauriel lagi.

"Aku ingin bertemu Caspar dan memberitahunya tentang Aleksis..." Akhirnya Finland bersuara, hampir seperti berbisik. "Maafkan aku..."

Lauriel menatap Finland cukup lama, dan kemudian mengangguk.

"Baiklah."

.

@@@@@@@@@@@@@@

Dari penulis:

Maaf ya, lama updatenya. Saya lagi sakit.. Huhuhu.. Ga ada Babang Rory yang bantuin, kayak Finland. Ini juga baru bangun. 😭😭😭

Suerrr, tambah suka sama Rory karena dia orangnya dewasa dan nggak sengaja menjauhkan Finland dan Caspar, malah kemungkinan bisa menyembuhkan Jean.

Nah, ditunggu aja kelanjutannya kayak apa ya.. Yangg jelas sekarang Finland udah tahu yang sebenarnya. Tinggal Casparnya nih...

Próximo capítulo