5 Leo Richard

Zie tidak akan pernah menyangka dia akan bertemu dengan orang yang paling dia hindari pada malam yang kelam itu.

Namun sekarang, orang itu sedang menatap Zie dengan tangan yang terlipat di dadanya, matanya menatap Zie seolah-olah Zie adalah riddle.

Sedari tadi Zie hanya melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Dia sudah mengantuk dan dia sangat butuh tidur dan juga, Muffin belum dia beri makan. Akhirnya Zie memberanikan diri untuk bertannya.

"Sebenernya ada apa?" Zie mengatakan dengan nada lambat.

Leo melepas lipatan tangannya dan berdiri tegap di tempatnya. Zie melihat semua itu dengan bingung, sedaritadi otaknya bertanya-tanya.

"Gue mikir, pertemuan kita di awal berkesan gak enak. Kali ini gue mau memberikan kesan yang enak, mau pesan apa?" tanya Leo dengan senyum tipisnya.

Zie dengan cepat menggeleng. "Udah malem Leo, bilang aja kalo ada yang penting."

Leo mengangguk. "Jadi sebenernya, gue disuruh orang tua lo buat kenal lo lebih dekat. Ngerti kan? Ya kedengarannya aneh, tapi gue ga bisa nolak. Lagian, beberapa hari lagi gue akan ke Paris kok, kalau kita emang ga bisa terima satu sama lain soal tunangan itu, lo bisa pergi sama halnya dengan gue."

Mendengar perkataan Leo, Zie terkejut. Dia kira Leo adalah laki-laki yang berandal juga bangkang dari wajahnya, tetapi ternyata dia sangat menurut dengan orang tuanya, bahkan orang tua Zie sekalipun.

"Kita jalani dulu Zie, kayak hubungan yang normal, bukan pacaran sih, tapi ya satu langkah dari 'stranger' gimanapun lo dan gue gabisa nolak permintaan orang tua." sambungnya lagi.

Akhirnya Zie mengangguk dan memaksakan seulas senyum. Leo balas tersenyum kepadanya. "Okay. Gue akan coba, kalau gue gabisa?"

"Lo ga perlu memaksakan." jawabnya langsung.

Zie tetap tersenyum. "Gue anter pulang ya?" tawar Leo, karena dia tahu Zie tadi pergi dengan kendaraan umum. Tidak boleh membawa mobil karena Papanya sedang diluar negri.

Mulut Zie spontan ingin menjawab tidak, tetapi karena teringat apa yang mereka bicarakan tadi, Zie mengangguk. Leo ada benarnya.

- 13 Days to Love Me -

Marco tersenyum menatap layar ponselnya yang menunjukkan chat dari Zie yang sedang memberi Muffin makanan.

Karena terlalu gemas, Marco langsung menelpon Zie.

"Hai Muffin!" sapanya langsung dengan gembira.

Zie tertawa singkat mendengar Marco. Terdengar suara Muffin yang ribut disana.

"Lucu kan?" tanya Marco.

"Lucu banget! Makasih ya Marco. Gaperlu gini juga mestinya."

Marco tersenyum seraya berjalan ke balkon kamarnya. "Perlu dong. Biar lo ga sedih lagi, lagian kan lo suka pompom."

Disana Zie tengah menyembunyikan senyumannya.

"Gak ada gue aja senyumnya disembunyiin. Payah ah." lanjut Marco.

Kali ini Zie nyengir. Tidak bisa dibohongi, dia sangat senang. "Hahah. Sorry ga biasa senyum."

"Senyum itu ibadah, Zie." ucap Marco dengan lembut.

Zie mengangguk walau Marco tidak bisa melihatnya.

"Zie, udah malem. Cepet tidur, besok gue jemput ya."

Mendengar kata terakhir Marco, Zie buru-buru membuka suaranya. "Eh gausah!"

Marco disebrang sana mengernyit. "Kenapa?"

"Leo mau jemput gue." ucapnya dengan nada tidak enak.

Marco pastinya curiga, tetapi dia akan mencari tahunya besok, tidak tepat jika bertanya di telpon. "Okay." balas Marco.

Lalu, Marco mematikan sambungan telpon dan segera membuka chat roomnya dengan Zie, Marco memberikan sticker good night.

Marco memang selalu manis kan?

- 13 Days to Love Me -

Day 4

Pagi-pagi sekali Marco sudah berada di pertigaan jalan kompleks rumah Zie. Entah kenapa hatinya mengatakan kalau dia harus kesini. Dia melihat Zie yang telah berdiri di depan pagar rumahnya, Marco tetap memerhatikannya.

Marco mengeryit ketika Nikki berlari kearah Zie seperti berteriak dan dengan cepat Marco merekam kejadian itu sampai mereka berhenti dan Zie membukakan Nikki gerbang untuk mobilnya pergi.

Setengah jam berlalu, Leo tidak muncul. Zie mulai membuka ponselnya berniat menelpon Marco, tetapi dia tidak enak, akhirnya dia dengan perlahan berjalan meninggalkan rumahnya.

Marco segera menjalankan mobilnya sampai sejajar dengan Zie. Zie seketika berhenti bersamaan dengan Marco yang mengerem mobilnya mendadak. Tiba-tiba Marco membuka atap mobil sportnya, Zie terkejut melihat yang ada di dalam mobil itu adalah Marco.

Marco tersenyum manis. "Yuk berangkat." ajaknya langsung.

Zie terpaku, namun akhirnya dia masuk ke dalam mobil Marco.

"Kalau udah jam segini, mau naik kendaraan umum, lo bakal telat lho, Zie." ucap Marco seraya melihat jalan di depan.

"Ya gue mana tahu ternyata Leo ga jadi jemput gue." Zie memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.

Marco menatap Zie sebentar dengan bertanya. "Emang ada apa?"

Zie merasa tidak enak kalau dia tidak bicara kepada Marco, jadi dia mulai bercerita.

"Ooh, gitu. Ya terserah lo sih, tapi kalau lo butuh gue, gue akan selalu ada buat lo. Karna pada akhirnya kan lo harus memilih, dan pada akhirnya juga hati lo bakal tahu apa jawabannya." Marco tersenyum menatap Zie.

Zie ikut tersenyum, Marco menggenggam tangan Zie dengan erat. "Yang penting itu, lo bahagia."

Mungkin Zie sudah tahu apa jawabannya sekarang, dia akan memilih Marco. Dan dia harap hatinya tetap seperti itu.

- 13 DTLM TBC -

avataravatar
Próximo capítulo