webnovel

Mimpi Yang Menyatu

Bulan terjaga dari tidurnya. Ia terduduk dan segera menyadari kehadiran pria itu dalam mimpi. Tetapi semua seperti nyata untuknya. Hangat tubuh dan kokohnya genggaman pria itu masih dapat ia rasakan. Bulan meraba jemari yang sempat dikecup oleh pria itu..oooh..bahkan saat ini..nama tidaklah penting. Aq hanya ingin bertemu kembali dengannya. Ingin q pastikan..arti dirinya hadir dalam banyak mimpi q. Akan q pastikan..apakah permainan takdir ingin menyiksa q sekali lagi..atau ini adalah petunjuk untuk q bersiap menghadapi jalan takdir q berikutnya.

Mama, " Bulaan..apa kau tidak akan sarapan lagi pagi ini? Ada omelette di meja makan, atau kau bisa menyiapkan bubur gandum mu sendiri."

Bulan, " Hmm..sepertinya q ingin langsung ke boutique saja,Ma.." Bulan tidak memikirkan selera makannya yang memburuk akhir-akhir ini. Dadanya bergemuruh seakan memberinya isyarat akan datangnya babak baru dikehidupannya menuju gerbang baru. Bulan seperti mendapatkan firasat bahwa hidupnya akan jungkir balik 180°. Walaupun dia paham..takdir akan selalu menjadi yang terbaik bagi dirinya apapun itu. Tetapi dia tidak yakin akan siap menghadapinya.

Sudah jam 10.. Beberapa stel baju telah berganti kepemilikan. Termasuk salah satu gaun favorit Bulan di boutique nya..terjual pada kostumer setia nya.. Sudah beberapa kali ia datang, mempercayakan penampilannya pada koleksi Bulan. Dan kali ini, kostumer setianya akan bertambah lagi. Salah satu teman Dhany yang sempat bertemu di restoran itu datang. Dhimas tidak sendirian, dia mengajak salah seorang temannya.

Pintu boutique terbuka, bel kecil otomatis yang ditempatkan di depan pintu berbunyi. Dua orang pria berbadan tinggi dan tegap melangkah masuk dengan sedikit ragu-ragu. Terlihat sekali mereka tidak nyaman masuk ke dalam boutique itu.

"Selamat datang.." Asisten Bulan menyapa kedua pria itu. "Maaf, kami mencari nona Bulan..apakah dia pemilik boutique ini?" Dhimas bertanya dengan sopan. "Oh, benar sekali. Nona Bulan ada di lantai dua. Mohon tunggu sbentar, akan saya panggilkan."

"Bu..ada dua pria mencari anda. Apa anda mau menerimanya?" Fifi, salah satu asisten nya mendatangi. Bulan mengerutkan alis..mencoba menerka..tidak menyangka jika Dhimas akan secepat itu mencari nya. " Baiklah, aq akan turun." Sembari tetap menahan rasa penasarannya.

Kedua pria tegap itu masih berdiri di dekat pintu. Sungguh, bentuk tubuh ala militer terpatri kuat di setiap siluet tubuh dan gerak-gerik mereka. Saat Bulan melihat mereka, sesaat langkahnya seperti tertahan. Ia sedikit ragu..bahkan ia masih merasa canggung untuk bertemu muka langsung dengan Dhimas.. mereka baru saja berkenalan tadi malam. Namun sebenarnya bukan Dhimas yang membuat hatinya berdegup tak beraturan. Pria di sebelah Dhimas lah yang mulai mengusik ketenangan hatinya. "Itu dia..oh Tuhan..dia ada di sini.." Bulan mendesah pelan.

Setelah menarik nafas panjang dan mengatur irama nafasnya..Bulan melangkah mendekati ke dua pria tersebut.

Yaa..siapapun akan terpana saat memandang pria militer tersenyum ramah pada dirinya. Bukan hanya proporsional fisik mereka yang mengagumkan..saat kau berada di dekat mereka, makan perasaan aman dan terlindungi akan sulit kau abaikan.

"Halo, Bulan..maaf tidak mengabari mu sebelumnya. Apa kehadiran kami saat ini mengganggu mu?" Dengan sopan Dhimas menyapa nya. "Oh, tentu tidak. Silahkan duduk." Bulan berusaha sekeras mungkin menyembunyikan kegugupannya. Ia memimpin mereka berjalan ke arah ruang tengah boutique, tempat Bulan menerima tamu-tamu nya. Ruangan yang terletak setelah ruang galeri nya. Berdesign retro dengan shofa motif karikatur dominasi off white dan meja kotak pendek di tengahnya. Karpet bermotif dalmatian melapisi lantai sekitaran shofa dan meja. Ada sebuah lampu gantung kuno bercat putih yg elegan di tengah ruangan, tidak terlalu besar. Bulan baru saja menambahkan lampu hias pada dua sudut ruangannya beberapa hari lalu. TV LED 40inch dipasang menempel pada dinding di hadapan shofa. Ada bufet berukuran sedang warna off white berkaki melengkung dengan handle berwarna oak di salah satu sisi ruangannya. Dan ada foto klasik menara Eiffel di tengah kota hitam putih memanjang. Yaaa wlau tidak besar, Bulan berusaha membuat ruangan di boutique nys menjadi senyaman mungkin.

Setelah menyilahkan duduk kedua tamu nya, Bulan menawarkan minuman kemudian meminta asistennya untuk menyiapkannya.

"Bulan, tidak perlu repot-repot." Dhimas merasa tidak enak.

"Kalian tamu q..dan aq tidak merasa repot sama sekali. Santai saja." Bulan menjawabnya sembari membetulkan posisi duduknya.

"Kami sedang lepas dinas. Kebetulan tidak ada kegiatan. Sekalian saja ke mari untuk melihat-lihat boutique mu." Dhimas menerangkan kedatangan nya. " Oh..Bulan.. perkenalkan..ini teman q, satu asrama. Bagaskara."

Dan pria itu mengulurkan tangannya pada Bulan. Tersenyum..senyum yang selama ini tidak asing dalam benak Bulan. Ia sudah mengenal senyuman ini..sudah lama ia melihatnya..di dalam mimpi. Dan kini..sang pemilik senyum menawan itu berada dihadapannya. Mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri..

Oh, Tuhan..apakah kali ini aq masih bermimpi? Bulan ragu-ragu menyambut ukuran tangannya..dan saat telapak tangan mereka bertemu..dan tatapan mata mereka yang beradu seperti menjelajahi satu dengan yang lainnya. Di titik itulah waktu seperti berhenti..Bulan seperti terhisap ke dalam setiap ingatannya masa lalu.. seperti mimpi. Yaa..pria berseragam itu kini hadir di hadapannya. Menggenggam tangannya. Dan memperkenalkan dirinya..

" Bagaskara.."

Próximo capítulo