webnovel

aku seorang ibu

saat keduanya masih tenggelam dalam percakapan antara ayah dan anak, ponsel yang berada dalam saku celana meri berdering.

keduanya saling pandang seakan meminta kesepakatan siapa yang akan melakukannya. mengambil ponsel itu dengan merogoh ke saku celana meri.

tak ada yang lebih memiliki hak dan kemungkinan kecil untuk mendapat kemarahan meri selain junior. karena itu, setelah proses saling pandang juniorlah yang merogoh saku meri dan melihat nama sang pemanggil.

"halo dadi"

ilham "..." terheran

"halo"

"Mmm, junior" ilham masih berusaha meyakinkan dirinya bahwa benar itu junior.

"iya"

"dimana kalian?" pertanyaan paling to the point.

bukan bertanya bagaimana keadaannya atau bagaimana mereka bisa bersama, ilham justru langsung menuju inti.

semua pertanyaan lain akan ia ajukan saat mereka sudah bertemu jadi yang terpenting adalah mengetahui posisi mereka.

"kami di tempat ayah. Mmm,... dadi bertanya ini di mana" junior mencoba bertanya kepada ayahnya terlebih dahulu.

"kemari. biar ayah yang memberitahunya"

setelah ponsel itu berpindah tangan, andre memberitahu alamatnya beserta petunjuk jalan yang lebih memudahkannya.

mereka duduk berdua di ruang keluarga sambil menyantap beberapa hidangan yang mereka pesan melalui pemesanan aplikasi.

makanan datang lebih awal sebelum ilham tiba jadi mereka menghabiskan beberapa makanan dan lebih banyak waktu bersama.

"ayah, aku mendengar kakek tua di tempat tadi mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkanmu lolos beserta keturunanmu. apa itu artinya mereka juga mengejarku?" junior tidak sepolos pemikiran anak kecil namun terkadang masih bersikap acuh pada urusan orang dewasa hingga menekannya pada titik diam dan berpura tidak mengetahui apapun

namun jika itu berkaitan dengan sesuatu yang krusial ia akan selalu lebih dewasa dari usianya. entah karena gen dari ayahnya atau pengalaman hidup ibunya yang membuatnya demikian.

"mereka tidak akan bisa menyentuhmu. ayah tidak akan membiarkannya"

"aku tahu. aku juga mendengar bahwa kau cukup lama bersembunyi saat itu. mereka juga menyebut uncle rafa. apa mereka juga akan mencelakainya?" junior khawatir tentang semua orang terkasihnya.

sejak kecil, paman yang paling ia kenal adalah rafa namun seiring peristiwa ia akhirnya lebih mengenal rido yang berkontribusi menyembunyikan mereka.

namun itu tidak berarti ia melupakan rafa yang begitu menjaganya saat masih kecil.

"uncle rafa? apa kau yakin mereka menyebut nama itu?" andre mempertegas pendengaran nya.

"Mmm, aku bisa mengingat dengan jelas semua yang mereka katakan. bahkan jika ayah memintaku mengulang setiap kata"

mendengar itu, andre semakin melebarkan senyumnya. dia tidak tahu siapa yang lebih cerdas antara ilham dan dirinya atau meri tapi yang pasti junior menuruni kecerdasan itu dengan baik.

"tidak perlu. cukup katakan pada ayah apa kau masih mengingat nomor ponsel uncle rafa?"

jika itu sesuatu yang buruk maka andre harus memberitahu rafa lebih awal untuk mengantisipasi.

"tentu"

junior kemudian menekan nomor di layar ponsel milik andre. tepat saat andre akan menghubungi nomor itu, ilham masuk dengan langkah panjang.

tak menunggu junior menyapanya, ilham melompat memeluknya. memutar-mutar tubuh mungil itu untuk memastikan tak ada yang kurang di tubuhnya.

"di mana ibumu?"

"dia di atas. sedang tertidur"

"syukurlah kalian baik-baik saja" ilham memeluknya sekali lagi kemudian menatap andre dengan tatapan yang tidak menyenangkan.

"jangan menatapku seperti itu, kau yang memberitahuku alamatnya. aku hanya datang lebih awal untuk menyelamatkan putraku jadi tidak ada yang salah dengan itu" kata andre membela diri.

satu-satunya kesalahannya adalah bahwa ia tidak berkoordinasi dengan ilham dan bertindak lebih dulu bahkan membawa mereka pergi dan meninggalkan ilham sendiri dalam kecemasannya.

dia sudah hampir kehabisan nafas saat mengetahui junior menghilang tanpa jejak. ia takut meri akan benar-benar mengakhiri rumah tangga mereka. saat itu terjadi, ia lebih berharap meri mencabut nyawanya.

"bagaimana bisa kau membawa mereka tanpa memberitahuku?"

"aku hanya membawa putraku kemudian memberitahu meri bahwa junior sudah aman. dia keluar dan ikut bersamaku jadi ku pikir dia sudah memberitahumu"

faktanya andre tahu telah terjadi perdebatan antara pasangan itu. dia bukan malaikat yang akan selalu menjadi penengah agar mereka berdamai, juga bukan setan yang akan memperkeruh hubungan mereka. dia hanya bersikap seperti manusia yang tidak berusaha menjadi baik atau buruk dan hanya menjadi penonton.

"kau sudah tahu semuanya tapi menunggu meri mengetahuinya sendiri bukan?" ilham menginterogasi dengan tajam.

di antara mereka, hanya junior yang tidak mengerti arah pertanyaan itu.

"oh come on brother. you know me right? kau tahu aku bukan pria yang akan memberitahu keburukan pria lain hanya untuk membuat wanitanya percaya. meri bukan wanita sembarangan, dia terlalu pintar untuk selamanya di bodohi. dia akan tahu semuanya jika bukan hari ini, besok. pada akhirnya ia akan tahu"

"jadi mengapa dulu kau tidak menjelaskan semuanya saat kau kembali?"

"karna dia sedang hamil. aku hanya terlambat tahu bahwa dia hamil anakku. tapi waktu tidak bisa di putar. jadi aku hanya menunggu dia mengetahui bahwa semua yang terjadi dulu itu karena aku berusaha menghindarkan dia dari masalah"

"ayah" junior menyela karena melihat bayangan ibunya melalui cermin di lemari.

kedua pria di hadapannya saat ini sedang sibuk dengan perdebatan mereka hingga tidak memperhatikan bahwa objek dari perdebatan itu saat ini sedang menyaksikannya.

"junior, ini masalah ayah dan dadi. naiklah ke kamar dan jaga ibumu" andre memberinya peringatan.

sebenarnya junior juga memberikan kode pada keduanya melalui matanya tapi tak satupun yang memperhatikannya dan hanya menganggap sikapnya karena ingin menengahi perdebatan itu.

dengan berat, junior menunduk kemudia menunjuk ke arah tangga tempat di mana ibunya berdiri.

baik ilham maupun andre mengikuti arah telunjuk kecil itu dan terdiam bagai patung saat melihat siapa yang berdiri menghadap mereka.

"huft, mampuslah kalian" ujar junior dalam hati.

dia kemudian berjalan ke arah meri dan berlari naik ke kamar tanpa memperdulikan dua pria yang masih berusaha keras memutar otak untuk menjelaskan diri mereka masing-masing.

meri duduk dengan tenang sementara dua bersaudara itu masih berdiri kaku bagai patung. mereka bahkan tidak cukup berani untuk mengeluarkan suara nafas mereka.

"apa kalian akan berdiri terus?"

suasana langsung pecah saat meri bersuara. itu lebih baik daripada ia terdiam dan hanya melepar tatapan yang sulit untuk di jelaskan betapa mengerikannya.

"sayang, syukurlah kau baik-baik saja. aku pikir tidak akan bertemu denganmu" ilham yang memulai.

"apa kau berharap aku mati di sana?" jawab meri ketus.

andre hanya tersenyum di kulum dan berujar dalam hati "kalimatmu salah brother. itu hanya akan menjadi bensin di tengah api kecil"

"bukan seperti itu. aku hanya berpikir kau marah dan pergi begitu saja"

"itu bukan pikiran tapi kenyataan" jawab meri masih tidak bersahabat.

andre kembali berujar dalam hati melihat betapa bodoh kakaknya dalam menenangkan istrinya. "kau terlalu payah"

seakan tahu apa yang di pikirkan andre, ilham menatapnya meminta ide namun hanya melihat dua bahu yang terangkat seakan andre tak ingin ikut campur.

"sayang, bisakah kita berbicara dengan baik?" Ilham akhirnya memohon.

"kita sudah berbicara sejak tadi" jawab meri.

tak tahan, andre menepuk lembut dahinya merasa frustasi dengan tingkah pasangan di hadapannya. ia memutuskan berdiri untuk meninggalkan keduanya namun terhenti dengan kata ketus dari meri.

"siapa yang membiarkanmu pergi?"

andre berbalik menatapnya "hello, ini rumaku dan aku tuan rumah jadi apa aku harus berdiri saat kalian mengizinkan?"

"oh begitu. jadi ini rumahmu, jika begitu aku akan pergi sekarang juga.

"puftt" ilham tidak bisa menahan tawanya. "kau tidak jauh pebih baik dariku" ujarnya dalam hati.

andre menatap ke arah ilham yang menahan tawanya kemudian kembali duduk dengan tenang "baiklah nyonya. katakan, apa ada sesuatu yang perlu kita bicarakan?"

"apa kau masih mencintaiku?"

pertanyaan itu bagai petir di telinga ilham dan andre. andre yang jauh lebih bingung di berikan pertanyaan seperti itu. tapi berbohong bukan hal yang tepat dan jujur juga akan berdampak buruk. bukan buruk baginya karena meri, tapi ilham pasti akan menghabisinya nanti.

"meri, pertanyaan ini... apa yang akan kau lakukan dengan jawabannya" ilham berusaha menghentikannya.

"aku akan kembali padanya jika dia menjawab iya"

"meri..." ilham seakan kehabisan kata dan hampir kehabisan kesabaran dengan sikap labil istrinya.

"jawaban apa yang ingin kau dengar" kata andre menjawab secara ambigu.

"andre" kini giliran ilham membentak adiknya dengan perasaan tak percaya.

baik meri maupun andre, keduanya saling menatap satu sama lain.

"jawaban iya"

ilham "..."

"maka jawabanku iya" kata andre dengan senyum di bibirnya.

ilham "..." kehabisan kata

"maka kita bisa memulainya dari awal"

bagai tersengat listrik, tertusuk duri dan terjatuh dari ketinggian. ilham merasa dunianya runtuh mendengar kalimat sederhana itu.

"sayang. bisakah kau tidak begini. bagaimana denganku, bagaimana dengan anak kita?"

"kenapa? akan lebih baik jika anakku tidak seperti ayahnya yang tidak memandang benar atau salah dan hanya membabi buta menyelamatkan ayahnya" meri dengan geram mengingatkan kesalahan ilham.

"jika kau di posisiku, apa kau tidak akan akan melakukan hal yang sama dan menyelamatkan ayahmu?"

"aku akan menyelamatkannya juga" jawab meri tegas.

"lalu apa yang salah dengan pilihanku?" ilham mencoba membela diri.

"pilihanmu membuatnya bebas berkeliaran dan membahayakan orang-orang yang mungkin dia sakiti. terlebih kau berbohong hanya untuk membuat dia aman dan kau hidup nyaman. itu salah ilham. aku mungkin akan menyelamatkan ayahku dari hukuman mati tapi tidak akan mengkambing hitamkan orang lain untuk menggantikannya dan meregang nyawa. jika ayahmu hanya di penjara seumur hidup karena bantuanmu aku masih akan bersimpati. tapi membebaskannya begitu saja seakan dia tidak pernah berbuat kesalahan, bahkan tuhan masih akan memberi hukuman sekecil apapun atas dosa manusia dan yang terpenting aku bukan tuhan"

"dia sudah berubah meri"

"ayahmu membahayakan putraku dan kau masih mengatakan ayahmu sudah berubah. dia hanya berubah baik di depanmu dan menikam siapa saja yang menghalangimu"

"dia hanya seorang ayah yang ingin melindungi anaknya" bela ilham.

"dan aku seorang ibu yang ingin melindungi putranya"

Próximo capítulo