webnovel

kau wanita superku

Meri duduk dengan bersandar pada kursi penumpang depan bersama andre yang fokus menatap jalan raya. Sudah waktunya meri ke cambridge untuk melakukan tes wawancara. Andre sudah menerima pengumuman kelulusan tes ACT dan SAT meri yang menduduki peringkat ke tiga dengan skor tertinggi.

Andre memutuskan akan mengantar meri sendiri ke apartemen barunya. Rasa berat hati yang melandanya masih saja membuatnya murung menatap jalanan yang ramai. Mereka tiba di apartemen dengan desain mewah ala eropa. Dengan kaca jendela yang lebar serta warna gold yang memenuhi ruangan yang masih terkesan hampa tampa penghuni.

Andre memilih cambridge apartment yang berjarak tak terlalu jauh dari tempat kuliah meri agar tak membuat istrinya itu lelah di jalan.

"yank, bantuin" rengek meri kepada andre.

Meri mengubah panggilannya setelah malam bersejarah itu, saat dia memutuskan menyerahkan segalanya kepada andre.

Andre melihat meri yang sibuk menyusun pakaian pada lemari dan juga buku-buku. Andre membeli apartemen satu kamar dengan dress room yang berada di ruangan yang sama dengan kamar hanya di pisahkan dengan pintu geser dari kaca kristal serta terdapat perpustakaan di dalam kamar disertai meja belajar dan sofa santai untuk membaca di sudut ruangan.

Meri menyukai desain dan penataan ruangannya. Memudahkan saat dia ingin belajar atau hanya bersantai dan membaca. Diapun tak perlu keluar kamar jika ingin menikmati pemandangan kota karena terdapat dinding kaca di belakang ranjangnya yang hanya tertutupi tirai polos sewarna dengan dinding kamar yang juga gold.

Memasuki kamar mandi, terdapat satu hal yang membuat mata meri terbelalak kagum. Kamar mandi yang umumnya di desain tertutup saat ini berubah menjadi menyatu dengan alam bebas dan menampakkan pemandangan gedung tinggi serta gunung di kejauhan. Dia menatap andre sambil mengangkat ibu jarinya sebagai ungkapan rasa takjub dengan ide brilian suaminya itu.

"desain kamar mandi yang unik. Tapi bagaimana jika ada yang melihatku dari gedung sebelah saat sedang mandi?" jika dia dapat melihat pemandangan langit saat sedang mandi, maka begitu pula sebaliknya. Itu yang ada di benak meri.

"tidak perlu khawatir, aku juga tidak ingin berbagi pemandangan indah saat melihatmu mandi dengan yang lain. Aku memesan kaca ini khusus dari produsen dari anak perusahaan berkshire. Kaca ini one way jadi hanya transparan dari dalam dan tampak seperti cermin dari luar" ujar andre

"suamiku, kau yang terbaik" meri memeluk suaminya itu dengan bangga.

"aku akan meninggalkan mu di sini sendiri, tidak mungkin ku biarkan istriku tanpa memastikan keamanannya"

"tapi bukankah berbahaya jika desain kamar seperti ini" meri menatap dinding kaca di belakang ranjangnya. "bagaimana jika ada orang jahat yang memanjatnya?" meri menatap andre dengan senyuman manja.

"mereka harus lebih dulu melewati petugas keamanan di bawah untuk bisa naik ke sini. Lagi pula kaca itu tebalnya 70 mm, peluru bahkan tidak bisa tembus. Mereka harus punya kekuatan super seperti hulk untuk bisa memecahkannya"

Meri lagi-lagi di buat takjub dengan sikap preventif suaminya itu. Betapa dia berusaha keras untuk menjaga dirinya tetap aman.

Tak perduli seberapa keras meri mencoba membalas perhatian suaminya itu, tetap saja apa yang dia lakukan dan apa yang dia berikan begitu jauh di atas harapannya.

Dia hanya berharap memiliki suami yang perhatian dan selalu bertanya kegiatannya, jadwal makannya atau apakah dia baik-baik saja. Memiliki suami yang tidak hanya memberi perhatian kecil namun juga perhatian yang besar hingga dadanya seakan sesak di penuhi kebahagiaan.

Betapa bersyukurnya dia mendapatkan suami yang tak hanya unggul dari fisik namun juga unggul dalam hal etika memperlakukan istrinya dan suatu poin tambahan adalah dia seorang yang jenius dan pekerja keras. Selain andre, rasanya dia tak akan mendapat suami yang lebih baik lagi. Dia sosok manusia versi komplit di mata wanita, tampan, cerdas, kaya dan yang terpenting dia pria setia dan bertanggung jawab.

Jika suaminya itu hidup di zaman kekaisaran, dia selayaknya menjadi seorang kaisar dan memiliki 1 permaisuri serta selir yang tak terhitung jumlahnya. Dia akan menjadi kaisar yang begitu di dambakan semua wanita. Tapi andre sebagai pria yang lahir di zaman modern , tak akan melakukan hal itu dan tentunya meri tak akan membiarkan ada wanita lain di antara mereka.

Memiliki suami yang bersedia turun tangan membantu istrinya merapikan rumah adalah salah satu berkah yang di miliki meri. Andre selalu membantunya menyusun pakaian, merapikan susunan buku di perpustakaan dan membantunya memasak di dapur untuk makan malam.

Setelah makan malam, andre mengajak meri duduk di sofa yang berada di kamar sambil menatap lampu yang menghiasi malam di kota cambridge. Andre memberikan sebuah kotak kepada meri dan meminta meri memakainya.

"yank, tidakkah ini berlebihan? Aku sudah punya jam tangan" ujar meri setelah melihat isi kotak itu adalah sebuah jam tangan unik dengan rantai stainless perak serta desain kaca hitam dan transparan saat di ketuk.

"bisakah kau memakai apa yang ku berikan saja? Aku tidak memintamu membuang kenanganmu dengannya, kau cukup menyimpannya dan pakai yang ku berikan" andre membantu meri melepas jam tangan pemberian ilham yang melingkar di pergelangannya itu.

Sudah begitu lama dia ingin membuat jam itu terlepas dari lengan istrinya namun belum memiliki alasan untuk melakukannya. Sekarang dia sudah memiliki cukup alasan untuk memintanya.

"baiklah, jika suamiku yang meminta maka akan kulakukan" meri memakai jam pemberian andre menggantikan jam yang di berikan ilham.

"jam ini terhubung ke ponselku. Lokasi kau berada, detang jantung dan nadimu, pernafasanmu bahkan peredaran darahmu serta kondisi fisikmu bisa terdeteksi melalui jam tangan ini dan aku bisa memantaunya dari ponselku"

"wah, luar biasa"

"Ingat untuk terus memakai ini saat kau keluar rumah. Untuk semua kelebihan jam ini, hanya pendeteksi lokasimu yang menggunakan jaringan. Jadi pastikan di sekitar mu ada jaringan agar bisa mengirim sinyal di mana kau berada. Jauhi hutan, pegunungan atau pedamalaman yang tidak memiliki sinyal"

"aku mengerti" meri begitu tahu bahwa andre sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun menjauh dari hutan, itu akan sulit baginya. Meri bahkan sudah merencanakan bergabung di komunitas climbing dan pecinta alam yang ada di kampusnya nanti.

Mereka menghabiskan malam itu bersama dengan bercanda seperti anak kecil. Mengingat kenangan betapa konyolnya andre saat mengejar-ngejar meri. Betapa tidak malunya dia yang masih berharap jadi yang kedua saat ilham sudah berstatus sebagai kekasih meri. Mereka begitu akrab dalam ikatan sahabat, kekasih maupun sebagai pasangan suami istri.

Meri membangunkan andre saat sudah pagi dan membuka dinding kaca di kamarnya agar cahaya matahari masuk dan menyilaukan mata suaminya yang masih tertidur.

Andre harus kembali ke omaha setelah mengantar meri untuk melakukan ujian wawancara. Dia hanya bisa memberikan semangat kepada istrinya yang mulai hilang di tengah kerumunan mahasiswa baru yang juga akan melakukan tes wawancara.

Pemandangan kerumunan manusia dengan berbagai warna kulit, ras, karakter bahkan keyakinan berkumpul di sebuah kampus yang begitu terkenal tidak hanya di cambridge tapi juga menggaungkan namanya dengan prestasinya di kancah internasional. Langkah menuju Cita-cita nya semakin dekat di hadapan mata. Hari itu, semua wajah nampak tegang dan cemas dengan pertanyaan yang akan dilontarkan dari bibir para penguji sadis di dalam ruangan petak tak terlalu luas namun begitu menegangkan.

Meri tak terlalu cemas karena andre sudah memberinya kiat-kiat khusus untuk bisa mengambil hati para juri. Karena saat tes wawancara, penilaiannya tidak seberapa tepat jawabanmu namun seberapa baik kau menanggapi pertanyaan dan seberapa tenang kau mengutarakan pikiranmu.

Setelah menghabiskan waktu lima belas menit di ruangan yang kedap suara dan hanya di hadiri 3 manusia termasuk dirinya, meri keluar dengan wajah cemas. Cemas memikirkan apa tindakan dan ucapan saat menjawab pertanyaan itu sudah tepat. Namun, dia cepat melupakan ke khawatirannya itu. Dia duduk di bangku taman, menikmati pemandangan orang yang berlalu lalang dengan buku di tangannya. Sesekali ada yang membawa peralatan kedokteran di tangan dan stetoskop yang melingkar di leher.

Pemandangan seperti inilah yang dia inginkan sejak dulu. Melihat mereka yang berseragam putih berjalan dengan tergesa-gesa ke arah kerumunan. Meri awalnya begitu acuh dengan hal seperti itu, dia lebih memilih menyendiri daripada berada di tengah kerumunan. Berdesakan, suara bising, menjadi pusat perhatian, itu adalah hal yang selama ini begitu dia benci. Dia menginginkan hidup yang lebih tenang dan hanya perlu memikirkan satu orang dalam satu waktu.

Dengan kepribadiannya itulah, meri merasa menjadi dokter adalah hal yang tepat. Cukup berfokus pada pasien yang akan dia tangani dan memastikan semua tindakannya benar. Dia tidak terlalu berambisi terhadap uang, dia hanya peduli dengan rasa puas yang akan dia peroleh saat beberapa nyawa bisa tertolong berkat bantuannya.

Kerumunan itu semakin lama semakin membuat lingkaran yang begitu luas dan padat hingga bahkan tak ada celah untuk melihat apa yang menjadi pusat lingkaran itu. Melihat itu area parkir yang berada di dekat jalan raya, orang yang berlalu lalangpun mulai penasaran. Namun saat meri hendak berjalan menjauh, terdengar suara teriakan

"panggil ambulance"

Meri menoleh ke arah asal suara itu, dan itu berada di kerumunan yang entah berapa jumlah mereka. Tempatnya berdiri jauh dari fakultas kedokteran maka pasti membutuhkan waktu untuk memanggil mereka. Meri berlari ke kerumunan itu dan meminta jalan untuk dapat melihat fokus kerumunan itu.

Meri melihat seorang pria terkulai dengan kondisi kejang-kejang. Hanya ada satu orang yang berpakaian serba putih dan kemungkinan itu mahasiswa kedokteran yang juga berkuliah di harvard. Pria itu tertunduk hingga meri tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Meri segera menarik tangan pria itu yang ingin memasukkan sebuah lempengan perak ke dalam mulut pria yang saat ini sedang kejang.

"apa yang kau lakukan?" cegah meri dalam bahasa inggris.

"aku hanya menghindari lidahnya tergigit atau tertelan" jawabnya.

Meri menjadi kesal melihat tindakannya. Pria berwajah tampan dan kulit putih itu sangat mengagumkan dari fisiknya, tapi kecerobohannya membuat ketampanannya itu menjadi nol besar di mata meri.

Meri menarik benda itu dan menyimpannya di pangkuan pria itu.

"apa kau tahu kenapa dia kejang? Apa kau punya diagnosa mengenai penyakitnya?" tanya meri yang mulai berlutut memperhatikan pria kejang itu.

"tidak"

Meri ingin sekali berteriak dan memaki pria berseragam putih itu dengan kata-kata kasar, tapi bukan itu hal yang penting untuk dilakukan saat ini. Dia harus membantu pria kejang yang saat ini mulai melemah.

Meri melihat sekitarnya di penuhi kerumunan manusia yang penasaran dengan wajah frustasi. Dengan cepat dia merebut stetoskop di leher pria yang belum ia ketahui siapa dan memeriksa detak jantung pria itu. Sambil melirik jam tangannya dan berusaha berkonsentrasi mendengar suara di stetoskop itu yang kacau dan di tambah suara ribut dari sekitar. Meri meraba kantong pria itu dan mendapatkan sebungkus rokok di dalamnya.

Seorang wanita berlutut dan memberi tahu meri bahwa pria itu adalah kekasihnya sambil berurai air mata. Meri menanyakan apa yang terjadi dan dia bahkan tidak tahu. Wanita itu hanya mengatakan bahwa dia duduk bersama di dekat parkiran sambil melihat kendaraan lewat. Kekasihnya itu tadinya baik-baik saja bahkan begitu bersemangat.

Meri meminta wanita itu terus mengatakan yang dia ketahui tentang kesehatan kekasihnya itu sementara meri membuka kancing kemeja pria yang mulai melemah dan berhenti kejang. Meri mencari nadinya dan mulai melemah dan menatap pria berbaju putih di hadapannya dengan tajam.

"apa yang kau lihat, bantu aku agar dia tetap sadar. Dia mengalami takikardia dan kejangnya sudah selesai namun nadinya melemah. Dia pecandu rokok dan mengalami gangguan pernafasan. Apa kau memiliki pulse oximeter?"

Takikardia adalah suatu keadaan dimana detak jantung lebih cepat dari biasanya sampai pada 100 per menit.

Meri mengatakan pria ini pecandu rokok setelah mencium baju dan mendekatkan hidungnya pada wajah pria itu dan mencium aroma rokok, oleh karena itu dia mencari bungkus rokok di celananya. Dia bisa jadi hanya membeli satu atau memperoleh rokok dari pemberian jika dia bukan pecandu, namun setelah mendapatkan bungkus rokok yang hanya tersisa dua batang rokok di dalamnya, pria ini pecandu rokok itulah kesimpulan di benak meri.

Meri meminta pulse oximeter untuk mencari tahu kadar oksigen dalam tubuh pria itu karena berdasarkan dari gejala yang di lihat meri serta penjelasan kekasih lelaki itu, sepertinya ini keracunan karbon monoksida yang berasal dari asap kendaraan lewat ditambah saat itu pria yang terkulai lemah itu merokok.

"tidak ada" jawab pria berbaju putih itu. "ambulance akan segera tiba dalam 5 menit" ujarnya lagi.

Meri begitu ingin mengumpat, pria bodoh di hadapannya itu, jika penanganan mereka salah maka hanya butuh 2 menit dan pria ini akan tewas kekurangan oksigen.

Meri berteriak kepada kerumunan agar menjauh dan memberi ruang karena pria ini butuh oksigen. Dia melepas tas ranselnya dan meletakkannya di bawah kepala pria itu. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, telfon masuk darivandre. Meri awalnya enggan menjawab namun takut akan membuat suaminya khawatir.

"halo"

"mengapa tanda vital mu begitu buruk. Apa kau berlari atau sedang cemas?" ujar andre.

Mendengar ucapan andre, meri teringat dengan jam yang bisa mendeteksi alat vitalnya. Dia segera melepas jam itu dan memakaikannya pada pria yang terbaring di hadapannya.

" katakan padaku, bagaimana kondisinya?" tanya meri." itu bukan aku, ada seorang yang ku bantu saat ini dia sepertinya mengalami keracunan asap karbon. Katakan" lanjut meri.

"ini buruk, takikardia, nadi melemah dan gangguan pernafasan. Minta seseorang memberikan prespirasi dari mulut ke mulut. Ingat, orang lain jangan dirimu"

Meri langsung menyuruh pria berbaju putih itu melakukannya dengan teriakan dan gertakan akibat kecemasannya.

"bagaimana?" tanya meri lagi setelah prespirasi sudah dilakukan

"masih buruk. Apa dia pingsan? Sepertinya kau benar ini keracunan karbon, pastikan dia tetap sadar, periksa mulutnya jangan sampai terjadi tonge swallowing"

Mendengar instruksi andre, meri meminta wanita di sampingnya memegang ponselnya dan membesarkan suaranya karena dia sendiri yang akan melakukan instruksi itu.

Meri memasukkan jarinya ke dalam mulut pria itu dan memastikan lidahnya tidak menutupi faringnya.

"sudah, bagaimana?" tanya meri dengan sedikit suara keras.

"mulai membaik. Nadinya sudah mulai ada perubahan. Detak jantungnyapun sudah agak menurun walau masih berbahaya. Yang kau lakukan sudah cukup, sisanya hanya bisa dilakukan dokter di rumah sakit. Tetaplah di situ sampai ambulance datang dan jelaskan situasinya pada mereka. Ambil kembali jam tanganmu setelah dia berada di ambulance" ujar andre.

"aku mengerti" meri akan menutup telfon saat mendengar andre mengatakan

"kau wanita superku"

Próximo capítulo