Ada sekumpulan bangungan yang terletak di depan lereng putih yang ada di bagian barat dari Puncak Bihu, dimana tempat tinggal para murid dan master dari Puncak Bihu berdiri.
Pimpinan Puncak yang bernama Cheng Youtian berdiri di depan Aula Tide. Pandangannya tertuju pada pulau yang ada di tengah danau biru di kejauhan, saat ia merengut dan entah kenapa, merasa khawatir.
Ia adalah personal disciple dari Pimpinan Puncak yang terdahulu, sebelum Lei Poyun menduduki posisi tersebut, dirinya dan Lei Poyun tidak memiliki guru yang sama.
Beberapa tahun terakhir, ia terus tinggal Puncak Hermit yang berada jauh di dalam Green Mountains, ia memusatkan perhatiannya hanya pada Kultivasi nya, dan ia hanya mendengar sekilas tentang apa yang terjadi di sembilan puncak gunung, dan ia juga tidak memiliki niat untuk mengurusi semua masalah itu. Namun, ia tidak ingin kelanjutan warisan dari Puncak Bihu terputus, ataupun membiarkan orang aneh dari Puncak Shangde itu menguasai Puncak Bihu, sehingga ia akhirnya kembali dari Puncak Hermit untuk mengalahkan Chi Yan, sebelum Turnamen Pewaris Pedang dilaksanakan.
Badai hujan yang terjadi malam ini jauh lebih lebat dari apa yang dibayangkan. Apakah ada arti yang tersembunyi dari semua ini?
Sudah ada dua figur penting dari Puncak Bihu yang telah meninggal. Mereka mati bukan karena bertarung dengan setan - setan, namun justru mati tanpa alasan yang jelas.
Banyak murid di Puncak Bihu yang marah, karena kematian kedua sosok penting itu dan mereka meminta keadilan dari Ketua Sekte, namun yang mereka dapatkan hanyalah tekanan yang diberikan olehnya.
Apakah ini hukuman dari surga untuk semua kejahatan yang dilakukan oleh Puncak Bihu?
Ketika ia melihat ratusan kilatan petir yang menyerupai jaring laba - laba di langit, malam itu, Cheng Youtian pun merasa kagum.
Ada begitu banyak orang di sembilan puncak gunung yang turut memandangi Puncak Bihu dan menikmati pemandangan yang indah itu.
Akan tetapi, juga ada beberapa orang yang dapat merasakan, bahwa ada sesuatu yang tidak biasa tentang kekuatan langit itu.
Di pinggir lereng Puncak Tianguang dan juga di pinggir pagar dari Puncak Shangde, ada dua sosok orang yang paling penting di Green Mountains, yang terus mengamati Puncak Bihu, sambil terus berdiam diri.
Sejumlah petir berkilat di langit malam itu. Guyuran hujan telah mengubah langit itu menjadi sesuatu yang terlihat seperti dalam mimpi dan sangat tidak nyata.
Entah apa yang ada dalam pikiran mereka ketika mereka melihat pemandangan yang begitu indah?
...
...
Jika kucing putih itu benar - benar menyerangnya, Jing Jiu mungkin akan mati, sekalipun ia berbeda dari para praktisi pada umumnya.
Itulah kesimpulan yang didapat oleh Jing Jiu.
Dengan level kultivasinya saat ini, kucing putih ini masih terlalu berbahaya.
"Aku tahu, bahwa kamu tidak terlibat dalam kejadian itu. Kamu tidak punya cukup keberanian."
Namun kenyataannya, semakin siaga dirinya di depan kucing putih ini, ia akan terlihat semakin ceroboh dan ia juga memperlihatkan kepercayaan diri yang besar.
"Akan tetapi, jika kali ini kamu masih tidak mau bergabung denganku, kamu pasti sudah tahu apa yang akan aku lakukan."
Setelah ia menyelesaikan kalimatnya, Jing Jiu pun berpaling dan bersiap untuk pergi.
Gaya bicaranya memang terlihat agresif dan gerakannya ketika ia pergi tampak seenaknya sendiri, seakan tidak peduli pada kucing putih itu.
Namun pada saat yang sama, ia tahu, bahwa ia telah membuat sebuah kesalahan. Ia lupa, bahwa kucing putih itu selalu mengamati semua hal dengan seksama dan ini akan menjadi merubah kejadian yang sedang terjadi ini dengan tiba - tiba.
Kucing putih itu lalu mengangkat kaki kanannya, dan mengayunkannya pada Jing Jiu yang berada seratus meter jauhnya.
Kucing itu masih tetap begitu waspada dan berhati - hati dan ia tidak meluruskan kakinya, namun, ia bersiap untuk menariknya kapan saja ia mau.
Gerakannya terlihat begitu lucu, seakan - akan ia ingin menggaruk Jing Jiu untuk menghilangkan rasa gatalnya.
Namun pada kenyataannya, gerakannya ini sangat menakutkan.
...
...
Ratusan petir menyambar, memenuhi area yang berukuran beberapa mil persegi di langit malam itu, yang membuatnya terlihat seperti jaring yang begitu besar, yang dengan tiba - tiba, berubah bentuk, seakan - akan ada yang menarik jaring tersebut.
Seakan ada tangan yang begitu besar, yang tak kasat mata, sedang menggoreskan jarinya di langit malam.
Sejumlah kilatan petir terpotong menjadi dua, yang kemudian berkumpul dalam sekejap mata, dan berubah menjadi tiang cahaya yang begitu tebal, yang menyambar ke bawah, ke arah danau biru tersebut.
Kilatan cahaya dingin yang berasal dari cakaran kaki kucing itu, dengan mudah menggapai Jing Jiu, setelah menembus hujan yang begitu lebat itu.
Pada saat yang sama, tiang petir yang tebal itu pun tiba, bersamaan dengan kilatan cahaya dingin tersebut.
Thud!!!
Petir dan kilatan cahaya dingin itu menghantam Jing Jiu tepat di dadanya.
Tanpa geraman yang penuh dengan rasa sakit ataupun teriakan yang mengerikan, Jing Jiu terhantam mundur sejauh seribu meter dan ia terlempar bagaikan sebuah batu yang terbang begitu saja.
Ia jatuh tercebur ke dalam air yang ada di danau itu.Semua suara yang tercipta, tenggelam ditelan suara hujan badai itu.
Air danau itu pun kemudian kembali tenang.
Air danau itu terlihat seperti danau - danau lainnya di kala hujan badai menerpa, bagaikan lukisan ombak yang bergelombang.
Kucing putih itu kemudian meninggalkan istananya dan berjalan menuju ke pinggir danau.
Bulu panjangnya yang basah, yang ada di tubuhnya jatuh ke bawah, namun hal itu tidak membuatnya terlihat menyedihkan, tapi justru menjadikannya terlihat gagah.
Ia tampak seperti seorang raja yang sedang memeriksa wilayahnya, ketika ia mengamati permukaan danau itu dalam diam, dengan begitu fokus dan berhati - hati.
Telah begitu lama waktu berlalu, namun tidak ada sedikitpun gerakan di danau tersebut.
Kehati - hatian yang ada di matanya pun berubah menjadi tatapan yang penuh dengan kesombongan dan kekejaman.
Namun tiba - tiba, pupil matanya mengecil sampai menyamai ukuran kacang yang begitu kecil, dan tubuhnya miring ke sebelah kanan, seakan bersiap untuk berpaling dan pergi melarikan diri kapan saja ia mau.
Di tengah guyuran hujan, danau biru itu masih terlihat sama seperti sebelumnya.
Namun dengan perlahan, ada gelombang yang muncul di danau tersebut, yang mana dari dalamnya, muncul Jing Jiu yang berjalan keluar.
...
...
Di tengah hujan badai itu, seorang manusia dan seekor kucing saling berhadapan.
Jing Jiu tahu bahwa gerakan kaki kucing putih yang seakan menggaruk itu dilakukannya bukan karena kucing itu ingin membunuhnya, namun kucing itu hanya ingin mengujinya saja.
Tentunya, jika ia mati, maka kucing putih itu pun akan merasa senang.
Atau mungkin, jika kucing itu merasa bahwa Jing Jiu terlalu lemah dan bisa dibunuh sesukanya, maka... kucing itu mungkin akan benar - benar membunuhnya.
Seperti inilah sifat kucing itu sebenarnya.
Seekor kucing akan menjadi sangat ramah dan rendah hati ketika ia masih perlu diberi makan oleh tuannya.
Namun, ketika tuannya tidak lagi bisa memberinya makan, kucing itu akan melompat keluar dari jendela dan pergi begitu saja tanpa ragu dan rasa nostalgia.
Bagian yang mengerikan adalah, jika kamu akan mati dan bila kucing itu merasa lapar pada saat yang sama, maka ia akan memakanmu dan menjadikanmu sebagai makanannya.
Sedangkan bagian terburuknya adalah, ia akan memulai makan dengan wajahmu, bulu putihnya akan menjadi kusut karena darah, yang akan menciptakan pemandangan yang begitu menakutkan.
Jing Jiu berjalan ke arah kucing putih itu.
Ia bernafas dengan teratur dan berjalan dengan begitu tegapnya dan tidak ada yang terlihat berbeda darinya, kecuali pakaian di bagian dadanya yang tercabik - cabik.
Sepertinya, kilatan petir yang mengerikan itu, beserta kilatan cahaya dingin yang tercipta oleh kaki kucing itu, tidak membuatnya mengalami luka yang serius.
Ketika ia melihat pemandangan ini, kucing putih itu lalu menyipitkan pupilnya tanda tidak percaya, yang kemudian berubah menjadi penuh kegelisahan.
Mengapa kamu tidak mati setelah menerima pukulan itu? Mengapa kamu tidak terluka?
Jing Jiu terus berjalan dan kemudian berjongkok tepat di depan kucing putih itu dan ia pun lalu mengangkat tangan kanannya.
Kucing putih itu ingin pergi melarikan diri, ketika ia melihat tangan kanan Jing Jiu, namun entah kenapa, ia mengurungkan niatnya.
Semua bulu yang ada di tubuhnya pun berdiri, menandakan rasa takutnya yang besar ketika ia merasakan bahaya.
Perasaan bahaya yang ia rasakan bukan berasal dari kekuatan, maupun kemampuan yang dimiliki Jing Jiu, namun itu semua datang dari naluri nya sendiri, atau mungkin tanda yang merupakan hasil dari pengalamannya selama bertahun - tahun yang telah tersimpan di spirit nya.
"Liu A Da." ujar Jing Jiu sambil memandangi kucing itu. "Aku sudah memberimu makan selama bertahun - tahun, namun hingga saat ini, aku masih belum bisa mendapatkan kesetiaanmu!"
Kucing putih itu ternyata memiliki nama yang aneh.
Jing Jiu pun menurunkan tangannya.
Ia lalu memalingkan kepalanya, kucing putih itu pun kemudian berpura - pura tidak melihat gerakan Jing Jiu, namun tubuhnya tampak bergetar, jelas bahwa ia berusaha menekan keinginannya untuk melarikan diri.
"Kamu masih sama seperti dirimu bertahun - tahun yang lalu." pikir Jing Jiu. "Menindas yang lemah dan takut pada yang kuat, kamu masih tetap seorang pengecut yang sangat sensitif, yang tidak berani menyerang, sebelum mengetahui siapa musuhmu."
Ketika Jing Jiu masih memikirkan tentang hal ini, tangannya ternyata telah mendarat di kepala kucing putih itu, ia pun lalu mengusapnya dengan lembut.
Ia membelai kucing itu dengan begitu cekatan.
Tangannya yang membelai kepala kucing itu lalu bergeser ke lehernya dan kemudian ke punggungnya dan terus turun hingga ke pangkal ekornya, tangannya bergerak dengan begitu cepat, bagaikan tiupan angin.
Kemudian, ia mengulangi gerakan yang sama.
Ia melakukannya terus menerus, seakan ia tidak akan pernah berhenti.
Jika Chi Yan, Mei Li, dan yang lainnya melihat kejadian ini, mereka tidak akan lagi berpikir, bahwa ia berasal dari Kuil Fruit Formation.
Jing Jiu mengusap kepala Liu Shisui dan Zhao Layue's dengan cara yang sama.
Ini adalah kebiasaannya. Dan tidak ada hubungannya dengan Blessing on the Head.
Ketika Jing Jiu mengelusnya, kucing putih itu pun tidak lagi gemetar dan ia bahkan menjadi semakin stabil dan juga tenang.
"Apa kamu khawatir, bahwa ia masih hidup dan jika kamu berdiri di sisiku, maka ia akan mempersulitmu?" tanya Jing Jiu sambil terus memandangi kucing putih itu.
Kucing putih itu berbaring di rerumputan yang basah dan ia merasa nyaman. Namun, ketika ia mendengar apa yang dikatakan oleh Jing Jiu, telinganya pun bergetar, walaupun ia masih terus melihat ke arah yang berlawanan.
Jing Jiu mengerti apa yang ia maksud.
Kamu menanyakan pertanyaan yang telah kamu ketahui jawabannya.
"Lalu, apakah kamu akan tetap memilih untuk tidak memihak salah satu dari kami berdua?" tanya Jing Jiu.
Kucing putih itu pun lalu memutar kepalanya dan melirik ke arah Jing Jiu.
Dua orang saudara yang aneh, namun juga sangat hebat. Bagaimana mungkin aku berani menyinggung salah satu dari kalian berdua?
"Sekarang aku mengerti mengapa kamu memilih posisi yang seperti itu."
Suara Jing Jiu menjadi semakin lemah, sama seperti pakaian putihnya yang basah kuyup dan juga tercabik - cabik.
Ia lalu berdiri dan melayangkan pandangannya ke arah barat menuju ke beberapa bangungan yang ada dikaki lereng gunung. "Sepertinya, Lei Poyun kecil itu tidak tahu apa - apa, namun ia harus mati karena orang itu. Sungguh sangat disayangkan."
Namun, kucing putih itu berpikir, bahwa kematian si idiot itu tidak layak untuk dipikirkan.
"Aku akan mengunjungimu lagi nanti." ujar Jing Jiu pada kucing putih itu.
Kucing putih itu hanya memberinya tatapan dingin. Maksudmu, jika kamu masih hidup kan.
Jing Jiu pun lalu berjalan menyeberangi danau biru itu dan tidak lama kemudian, ia menghilang d idalam air, ia benar - benar menghilang tanpa jejak.
Kucing putih itu lalu berpaling dan berjalan sampai ke sebuah pohon yang tinggi.
Kucing - kucing liar yang ada di pohon itu telah pergi melarikan diri.
Kucing putih itu lalu melompat ke puncak pohon yang tingginya lima puluh kaki dengan begitu lincahnya, bagaikan hantu.
Ia lalu berbaring sambil bertumpu pada kaki depannya dan ia tidak mempedulikan guyuran hujan yang terus turun.
Pandangannya tertuju ke permukaan danau, ia ingin memastikan, bahwa Jing Jiu telah pergi. Untuk beberapa saat, terlintas kilau yang mematikan di matanya.
Badai petir itu pun perlahan reda dan Soul Wood yang ada di istana itu, lalu tenggelam dengan sendirinya dan memasuki spiritual vein untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannnya sendiri. Dan pulau kecil kembali tenang seperti sedia kala.
Awan - awan di malam itu menyebar dan langit pun kembali dipenuhi dengan bintang - bintang.
Kerlip bintang menyinari danau biru itu, yang kemudian memantulkannya dengan airnya yang begitu jernih bagaikan cermin.
Kucing putih itu masih terus berbaring dengan tenang di atas puncak pohon, sambil memandangi danau biru itu. Ekspresi yang terlihat di matanya pun menjadi semakin lembut. Ia merasa rindu akan sesuatu.
Ia merasa kurang nyaman, ketika ia mengusapkan badannya pada kulit pohon, di banding ketika ia mengusapkan badannya pada tangan manusia. Tangan - tangan itu terasa begitu hangat dan lembut.
Dan tiba - tiba saja, ia merasa sedikit lelah.
Pada waktu itu, level kultivasi Jing Jiu memang rendah, namun ia mengeluarkan tekanan mental yang sangat kuat.
Kucing putih itu lalu menguap dengan mulut yang terbuka lebar.
Langit malam dan permukaan danau itu menjadi semakin redup dan kerlip bintang pun seakan menjadi lebih gelap untuk beberapa saat.
Seakan - akan, ada yang menelan mereka semua.