webnovel

Si Penolong Monyet-monyet

Editor: Wave Literature

Jing Jiu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Zhao Layue lalu meliriknya. "Apa menurutmu aku aneh?" tanyanya.

"Semua terserah padamu." ujar Jing Jiu.

Zhao lalu berjalan ke samping Jing Jiu dan melihat ke lereng - lereng gunung yang ada di sekitar mereka. "Tahukah kamu? Orang yang paling aku puja adalah Senior Grandmaster Jing Yang."

"Ada begitu banyak orang yang memujanya." ujar Jing Jiu.

"Tapi, aku tidak pernah bertemu dengannya." ujar Zhao Layue.

"Hanya ada sangat sedikit orang yang pernah melihatnya." ucap Jing Jiu.

Zhao lalu menatapnya tajam.

Jing Jiu kemudian mengangkat tangannya, menandakan agar Zhao kembali melanjutkan perkataannya.

Zhao Layue lalu menenangkan diri sejenak dan ia kemudian lanjut berkata, "Pada saat yang sama, aku juga merasa sedih karena tidak bisa berlatih pedang dengan Senior Grandmaster. Hal itu pasti akan sangat menyenangkan."

Jing Jiu merasa kalau ia menjadi semakin mirip dengan Liu Shisui, selalu ingin mengatakan sesuatu.

Sebagai contoh, saat ini, ia ingin memberinya selamat.

"Tapi sekarang, setelah aku sampai di puncak gunung miliknya, aku merasa seakan aku ada bersamanya." ucap Zhao Layue. "Rasanya benar - benar luar biasa."

Terpikirkan tentang gelas - gelas yang tersembunyi itu dan juga peralatan yang lain yang digunakan untuk membuat teh dan melihat gaunnya yang longgar, Jing Jiu pun menjadi yakin akan satu hal.

Gadis muda yang berbangga diri dan juga acuh ini, yang dianggap sebagai seorang praktisi jenius oleh orang - orang yang lain, ternyata adalah seorang pengikut setia Jing Yang - seorang fanatik.

Terasa aneh ketika berdiri di sampingnya. "Apa kamu mengkhawatirkan bahwa dia mungkin tidak berhasil naik ke surga dan akhirnya mati?" tanya Jing Jiu.

"Senior Grandmaster sebelumnya telah mempersiapkan diri, jadi tidak akan ada orang yang bisa membahayakannya di dunia ini." ucap Zhao Layue.

Jing Jiu lalu berkata, "Aku rasa, kekhawatiranmu terlalu berlebihan."

"Selama ini, Pedang Tanpa Perasaan selalu berada bersamaku dan itu jelas membuktikan bahwa aku adalah penerus yang dipilih oleh Senior Grandmaster dan tentunya, hal itu juga berlaku padamu." ujar Zhao Layue.

"Kita tidak sama." ucap Jing Jiu.

"Apa bedanya?" tanya Zhao Layue.

"Kita sangat berbeda." balas Jing Jiu.

"Aku memiliki gelang pedang dan kamu juga memilikinya. Aku ingin pergi ke sini dan kamu juga sama, dan sekarang, kita sudah sama - sama sampai di sini." ujar Zhao Layue.

Jing Jiu lalu memandang gelangnya dan ia pun berpikir bahwa ucapan gadis itu terdengar cukup masuk akal.

Namun, ia tahu bahwa ini semua tidak benar. Ia pun menggelengkan kepalanya, lalu berbaring di kursi bambunya dan beristirahat dengan mata tertutup.

Tidak ada yang tahu kapan ia memindahkan kursi bambu itu ke sini dari Sungai Sword Washing.

Ia menutup matanya, namun itu tidak berarti bahwa ia sedang tidur. Mungkin, ia sedang merencanakan sesuatu.

Beristirahat bukan berarti dia tidak melakukan apa - apa. Dia bisa menggunakan waktunya untuk merenung atau mengamati dirinya sendiri, ketika otaknya sedang kosong.

Pikiran Jing Jiu pun memasuki raganya.

Ini bukanlah kali pertama ia mengamati tubuhnya sendiri, namun ia masih tetap tidak terbiasa dengannya dan masih perlu beberapa waktu sebelum ia bisa melihat bagian kecil dari samudra itu.

Samudra perak yang tak bertepi dan tak berdasar.

Angin lembut yang berasal dari tekad mentalnya, berhembus melewati samudra perak tersebut, dan menimbulkan gelombang di permukaannya, yang terlihat seperti logam yang dilelehkan.

Samudra itu jauh lebih tinggi daripada daratan dan ada sejumlah sungai di pinggir samudra tersebut, yang mengalir jauh ke dalam daratan yang kering dan gersang itu.

Sungai - sungai itu terlihat seperti jalur - jalur meridian.

Jika dilihat dari tempat yang lebih tinggi, sungai - sungai itu perlahan menyempit dan berubah menjadi saluran - saluran di dalam batang - batang pohon, dengan sebuah pohon yang berada di depan dan menjulang tinggi sampai ke langit.

Pohon ini adalah pohon yang tumbuh dari Dao Seed nya.

Terlihat ada buah yang tergantung di dahannya.

Buah itu memiliki warna yang sangat pucat, sehingga sulit untuk membedakan apakah buah tersebut sudah matang atau belum.

Di sekte yang lain, buah ini bisa menjadi sebuah pil emas ataupun sebuah lonceng fortune.

Bagi para murid di Green Mountain, ini dinamakan Buah Pedang.

Sekarang, inti energi yang ada di dalam meridian - meridiannya telah berubah menjadi sesuatu yang seperti merkuri, yang berarti Inti Pedang nya telah termurnikan.

Seiring berjalannya waktu, Buah Pedangnya, yang dipelihara oleh Inti Pedangnya, akan menjadi benar - benar transparan dan lalu berubah menjadi Pil Pedang yang menyerupai bola kaca.

Hari dimana Pil Pedangnya terbentuk, juga akan menjadi hari dimana ia mencapai level Inherited Will.

Namun, apa yang lebih ia nantikan adalah saat dimana ia mampu mencapai level Undefeated. Ketika saat itu tiba, pedang terbangnya akan bisa dikombinasikan dengan Pil Pedangnya. Dengan kata lain, ia akan bisa menyimpan pedangnya di dalam tubuhnya.

Ia ingin mengetahui apa yang akan terjadi jika ia melakukan hal tersebut.

Hal ini bukanlah suatu masalah bagi para praktisi yang lainnya.

Namun, tidak pernah terjadi hal serupa yang sama dengan situasi yang sedang ia hadapi, baik di Sekte Green Mountain, ataupun di seluruh kontinen Chaotian, atau bahkan di seluruh dunia.

Jing Jiu pun lalu membuka matanya dan menemukan, bahwa Zhao Layue sedang duduk bersila di lereng gunung, ia sedang bermeditasi.

Pedang Tanpa Perasaan yang berwarna merah itu melayang di atas kepalanya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

Garis udara yang nyaris tidak terlihat, bergerak maju mundur dengan perlahan, di antara Pedang Tanpa Perasaan dan tubuh Zhao Layue.

Setelah berlatih dengan begitu keras selama beberapa tahun, Zhao Layue telah berhasil mencapai level Inherited Will dan dengan bantuan Pedang Tanpa Perasaan yang ada padanya sekarang, dia seharusnya bisa mencapai level Undefeated dalam kurun waktu dua tahun.

Entah kapan, Jing Jiu akan bisa mencapai level Inherited Will? Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunggu.

Di malam sebelumnya, ketika ia menembus semua rintangan hingga sampai ke puncak gunung, ia tidak terluka sedikitpun, namun ia kehilangan begitu banyak Inti Pedang. Yang membuatnya merasa begitu kelelahan dan tidak lagi memiliki tenaga untuk bermain dengan pasir - pasirnya.

Pada saat itu, angin bertiup dengan begitu lembut dan sinar matahari yang terbenam terasa begitu hangat, yang menandakan bahwa itu adalah saat yang terbaik untuknya tidur sejenak. Ia pun lalu menutup matanya dan bersiap untuk tidur nyenyak.

Namun tak disangka, ketika Jing Jiu akan tertidur, serangkaian suara teriakan monyet - monyet terdengar dari kaki lereng gunung itu.

Suara teriakan itu begitu nyaring, yang berarti bahwa monyet - monyet itu merasa sangat senang.

Zhao Layue pun membuka matanya dan bertanya, "Apa yang terjadi?"

"Monyet - monyet itu kembali pulang." ujar Jing Jiu.

Sebelum Jing Yang naik ke langit, burung - burung dan semua binatang lainnya yang ada di Puncak Shenmo telah berpencar ke puncak - puncak gunung yang lain.

Beberapa tahun kemudian, Puncak Shenmo kembali dibuka, namun burung - burung dan binatang - binatang itu tidak mengetahui hal tersebut. Hanya monyet - monyet yang berada di belakang lereng gunung di dekat Sungai Sword Washing lah, yang kembali pulang ke Puncak Shenmo, secepat yang mereka bisa.

Monyet - monyet ini telah tinggal di puncak gunung ini selama bertahun - tahun dan mereka sudah muak dan bosan untuk tinggal jauh dari rumah mereka.

Sekarang, Puncak Shenmo telah bebas dari para harimau dan cougar yang selalu bertarung untuk memperebutkan wilayah dengan mereka dan hutan yang ada di sini penuh dengan buah - buahan yang manis, yang tentunya membuat monyet - monyet itu merasa sangat senang.

Namun, satu - satunya kekecewaan yang mereka rasakan, dikarenakan jumlah serangga yang ada di gunung itu tidak banyak, sehingga mereka akan kesulitan untuk mendapatkan hidangan makanan malam yang bervariasi.

"Diam!" teriak Jing Jiu ke arah kaki lereng gunung itu.

Suara teriakan yang begitu gembira itu seketika menghilang.

Walaupun mereka berada diluar jarak pandang, namun bisa dibayangkan betapa gugup dan gelisahnya monyet - monyet itu ketika mereka mendengar teriakan Jing Jiu.

Puncak gunung itu kembali hening.

Zhao Layue lalu mengarahkan pandangannya pada Jing Jiu.

"Kecilkan sedikit suara kalian." ujar Jing Jiu.

Teriakan girang dari monyet - monyet itu kembali terdengar dan seakan menanggapi perintah Jing Jiu, suara itu menjadi jauh lebih pelan dari sebelumnya.

Puncak gunung itu kembali penuh dengan kehidupan.

Tidak lama kemudian, lereng - lereng gunung itu kembali menjadi ribut dan berisik.

Teriakan monyet - monyet yang penuh dengan amarah, kemudian terdengar dari seluruh penjuru hutan, bersama dengan suara ranting - ranting yang patah dan benda - benda yang berjatuhan ke tanah.

"Apa yang terjadi?" tanya Zhao Layue.

"Monyet - monyet dari Puncak Shiyue datang untuk menduduki wilayah mereka. Makhluk - makhluk itu tidak begitu besar, namun jumlahnya sangat banyak."

Jing Jiu lalu mengambil pedang besinya, seakan bersiap untuk pergi menuruni gunung.

Zhao Layue terkejut melihatnya. "Apa yang kamu lakukan?"

"Membantu monyet - monyet itu berperang."

Ujarnya dengan begitu santai seakan itu adalah hal sangat wajar untuk ia lakukan.

Zhao Layue dengan terkejut bertanya, "Membantu monyet - monyet itu berperang?!"

"Itu adalah monyet - monyet kita."

Jing Jiu lalu berubah menjadi segaris asap hijau, yang melompat ke bawah, ke dalam hutan yang berada dasar gunung itu.

Perlu beberapa waktu sebelum Zhao Layue bisa kembali tersadar. Dan ketika ia teringat akan kata - kata terakhir yang diucapkan oleh Jing Jiu, ia pun merasa malu dan juga marah.

...

...

Próximo capítulo