Liu Shisui memang berlatih teknik pedang bersama dengan Gu Han, akan tetapi, ia masih belum boleh masuk ke Puncak Liangwang, jadi untuk sementara ini, ia hanya bisa berlatih di Sungai Pembasuh Pedang.
Jing Jiu tahu akan keberadaan tempat itu, namun, ia belum pernah pergi ke sana karena ia bahkan tidak pernah meninggalkan rumah guanya,
Sungai di bagian hulu dari Sungai Sword Washing terus melebar dan di ujung sungainya, berdiri lereng gunung yang tingginya hampir mencapai seribu kaki.
Air yang bersih dan jernih, perlahan jatuh dari lereng gunung itu, terayun - ayun saat melewati sejumlah gua pedang, sungguh suatu pemandangan yang begitu indah.
Banyak batu - batu bundar yang bagian bawahnya berada dibawah permukaan air sungai, batu - batu itu berjajar di tengah sungai itu dan berjarak sekitar sepuluh kaki antara satu dengan yang lain. Bebatuan itu sangat sulit untuk dijadikan pijakan karena permukaannya yang basah dan licin.
Ada belasan murid yang sedang berlatih teknik pedang mereka di atas batu - batu itu.
Tekad Pedang mereka tampak sangat menakjubkan. Suara deru angin pun sesekali terdengar, disertai dengan kilatan cahaya putih yang muncul, namun kemudian menghilang seketika itu juga. Itu adalah pedang terbang yang bermunculan dari waktu ke waktu.
Pedang - pedang terbang ini terbang menuju ke lereng - lereng gunung yang berada di kejauhan dan kemudian kembali lagi. Saat itu, murid - murid itu kelihatan penuh percaya diri.
Terkadang, pedang - pedang terbang itu juga terjatuh ke air ketika pedang - pedang itu berada sekitar sepuluh kaki dari lereng gunung. Jika itu terjadi, murid - murid itu kelihatan sangat canggung dan malu saat mereka terpaksa masuk ke air untuk mengambil pedangnya.
Beberapa murid yang lain tampak sangat terpukau ketika melihat pemandangan ini dari kejauhan.
Teman - teman mereka sudah berhasil menerbangkan pedang mereka ke arah lereng gunung itu sampai sejauh tiga puluh atau empat puluh kaki, sedangkan beberapa dari mereka bahkan belum mendapatkan pedangnya dari Puncak Pedang.
Jing Jiu melihat Liu Shisui sedang berdiri di salah satu batu yang ada di tengah sungai dan ia lalu berjalan mendatanginya.
Melihatnya berjalan ke arah sana, para murid terkesima dan mereka mulai berbicara satu sama lain.
Kejadian ini sama seperti waktu ia berjalan keluar dari pondok kecilnya di Pine Pavilion Selatan untuk pertama kali.
Liu Shisui menarik pedangnya dan melihat lubang pedang yang terbentuk di lereng gunung, ia merasa puas dengan hasil latihannya. Ia kemudian menyadari kedatangan Jing Jiu.
Ia terkejut, namun juga gembira karena bisa bertemu dengan Jing Jiu, namun tidak lama kemudian, ia merasa gelisah. Ia tidak bisa berkata - kata, sehingga ia hanya bisa menggelengkan kepalanya sebagai tanda agar Jing Jiu kembali ke gua kecilnya dan ia yang akan menemuinya nanti.
Tapi semua sudah terlambat.
Gu Han sudah mendengar keributan yang terjadi di belakangnya dan ia membalikkan badan ke arah Jing Jiu, kemudian dengan dingin ia berkata, "Apa ada masalah?"
Belasan pasang mata pun tertuju pada Jing Jiu.
Jing Jiu balas menatapnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Walaupun orang - orang yang ada di sekitar Jing Jiu tidak mengerti apa maksud dari tatapannya itu, namun, mereka bisa merasakan kalau ada sesuatu yang tersirat dalam tatapan mata Jing Jiu.
Untuk apa aku ke sini kalau tidak ada perlu?
Pertanyaanmu benar - benar konyol.
Suasana di sekitar sungai itu tiba - tiba menjadi tegang.
Namun tak disangka, Gu Han tidak marah dan ia malah bertanya, "Ada perlu apa kamu kesini?"
"Bukan urusanmu.", jawab Jing Jiu.
Keadaan di sekitar sungai menjadi heboh. Semua murid yang sedang berlatih dan para pengajar yang berada di sana terkejut mendengar jawaban Jing Jiu.
Seorang murid berani menjawab pertanyaan dari Kakak Gu Han yang berasal dari Puncak Liangwang dengan jawaban seperti itu!
Jing Jiu yang tidak bermaksud untuk mempermalukan Gu Han, tidak mengerti mengapa orang - orang yang ada di sekitarnya tampak begitu terkejut.
Ia hanya menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Gu Han.
Apa yang akan ia lakukan memang tidak ada hubungannya dengan Gu Han.
Namun, ia tidak menyadari kalau jawabannya diartikan berbeda oleh orang - orang yang mendengarnya.
Liu Shisui yang sudah sangat gelisah, segera berlari dari tengah - tengah sungai.
Ia ingin menjelaskan maksud jawaban Jing Jiu, namun dihentikan oleh Gu Han.
"Sudah setengah tahun berlalu, namun levelmu masih tidak ada peningkatan sama sekali. Kamu bahkan belum bisa menyentuh tahap Buah Pedang."
"Aku dengar, kamu ingin menggunakan pedang milik Paman Guru Mo. Apa kamu pikir kamu pantas menggunakan pedang itu?" tanya Gu Han sambil memandang Jing Jiu dengan wajah acuh.
"Ya." jawab Jing Jiu.
...
...
Keadaan di sekitar sungai itu menjadi sangat sunyi.
"Ha ha ha." Ada seseorang yang sudah tidak mampu menahan tawanya.
Mereka semua ingin melihat bagaimana Jing Jiu menanggapi ejekan yang dilontarkan oleh Gu Han, namun, ia hanya mengucapkan sepatah kata untuk mengakhiri pembicaraan itu.
Ia bahkan tidak berpikir barang sedetik pun, sebelum ia mengatakan 'ya'.
"Dengan hanya bergantung pada pil - pil ajaib, kamu tidak akan pernah bisa menginjakkan kaki di jalan menuju surga, lebih baik, kamu menyerah saja." ujar Gu dengan singkat, dengan wajahnya yang kelihatan murung.
Kali ini, terdengar jawaban yang bukan berasal dari Jing Jiu, tapi dari seseorang yang suaranya terdengar lembut, namun penuh wibawa.
"Ada banyak jalan untuk naik ke surga. Siapa yang bisa menentukan jalan mana yang benar?"
Orang - orang yang berkerumun di sekitar sungai itu segera menyingkir untuk memberi jalan pada orang yang baru saja berbicara itu. Bahkan, Gu Han pun sedikit membungkukkan badannya.
Si pembicara itu adalah Grandmaster Mei Li dari Puncak Qingrong, yang rupanya seperti buah plum yang ada di salju yang dingin. Cantik namun tidak agresif, memberi kesan dingin namun tetap menyejukkan.
"Tidak peduli siapapun yang membawamu masuk, latihan kultivasimu bergantung pada dirimu sendiri. Apapun cara yang dipilih oleh Jing Jiu untuk berlatih kultivasi tidak ada hubungannya denganmu. Kamu tidak berhak untuk mendisiplinkan dia." ujarnya sambil memandangi Gu Han.
"Aku tidak peduli akan takdirnya. Aku hanya tidak suka dengan 'mulutnya'." bantah Gu Han, dengan wajahnya yang kaku.
Kerumunan orang - orang itu kembali terbagi menjadi dua dan dari tengah - tengah mereka, muncullah Saudari Yushan dan juga pemuda yang berasal dari Lelang County itu, bersama dengan Guru Lin Wuzhi yang sudah mereka panggil sebelumnya.
"Kakak Gu, Jing Jiu adalah murid dari kelasku dan orang yang berhak untuk mendisiplinkan nya adalah aku, bukan kamu." ujar Lin Wuzhi, yang tersenyum memandang Gu Han.
Gu Han hanya bisa menarik nafas panjang, dan melemparkan tatapannya ke arah Jing Jiu sebelum ia berpaling dan beranjak pergi.
"Kamu bisa putuskan sendiri jalan mana yang akan kamu pilih."
Kalimat ini bukan ditujukan pada Jing Jiu, namun diperuntukkan bagi Liu Shisui dan maksud dari kalimat ini dapat dimengerti dengan sangat jelas.
Jika Liu tidak ikut dengannya dan justru memilih untuk tinggal bersama dengan Jing Jiu, maka Liu tidak akan punya kesempatan untuk pergi ke Puncak Liangwang.
Liu Shisui hanya bisa melirik ke arah Jing Jiu, kemudian, ia menoleh ke belakangnya, dimana terlihat sosok Gu yang sudah jauh berjalan. Wajah kecilnya penuh dengan keraguan dan juga pergumulan.
Jing Jiu pun berpaling dan berjalan ke arah yang berlawanan.
Grandmaster Mei Li yang datang dari Qingrong tampak kagum saat ia melihat bayangan punggung Jing Jiu.
"Jing Jiu, kamu harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa mendapatkan pedangmu." ujarnya mengingatkan.
Jing Jiu tidak memalingkan wajahnya saat ia mendengar ucapan Grandmaster Mei Li dan ia juga tidak memperlambat langkahnya.
"Oh... Iya."
...
...
Melihat punggung Jing Jiu yang menghilang dibalik kelokan sungai itu, Grandmaster Mei Li lalu menyipitkan matanya, ia sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
Lin Wuzhi yang berjalan kesisinya, bertanya sambil tetap tersenyum, "Bibi Guru Mei, apakah Puncak Qingrong tertarik pada Jing Jiu?"
Master Mei Li menoleh padanya dan kemudian berkata, "Jika ia adalah murid yang diinginkan oleh Ketua Sekte, tentunya, kami tidak akan berani untuk mengambilnya."
"Paman Guru Mo ingin mencari tahu apakah masih ada harapan untuk Jing Jiu." ujar Lin Wuzhi.
Master Mei Li pun mencibir, "Kamu tidak perlu memikirkan hal itu. Selama Jing Jiu bisa mewarisi pedangnya, maka, ia pasti akan pergi ke Puncak Qingrong. Lihat saja penampilannya, kemana ia akan pergi kalau bukan ke tempat kami?"
Mereka berdua saling bertatapan sebelum akhirnya berpisah.
Yang jadi perhatian dari Sekte Green Mountains adalah keberadaan dari Turnamen Pewaris Pedang yang teramat sangat penting fungsinya untuk kelangsungan peninggalan dari tiap - tiap puncak gunung.
Jika mereka bisa mendapatkan murid yang benar - benar luar biasa, mungkin, hanya dalam waktu beberapa dekade atau mungkin seratus tahun, akan kembali terlahir seorang pendekar pedang tanpa tanding yang mampu melewati tahap State of Oceans.
Jika mereka melewatkan murid berbakat ini, maka itu berarti mereka merelakan seorang pendekar pedang tanpa tandingan untuk pergi ke puncak gunung yang lain.
Dan jelas bahwa Jing Jiu adalah seorang murid yang sangat luar biasa. Siapa yang tidak memperhatikannya? Bahkan, jika ia memang tidak berguna sekalipun, itu bukanlah masalah. Namun Turnamen Pewaris Pedang akan diadakan dalam waktu setengah tahun dan jika ia tidak mendapatkan hasil yang memuaskan sekalipun, ia masih memiliki kesempatan di turnamen yang selanjutnya. Siapa yang mau menyerah sebelum mereka tahu hasilnya?
Sedangkan alasan Gu Han bertindak seperti itu adalah karena Puncak Liangwang tidak memerlukan peninggalan itu. Dan mereka juga tidak kekurangan murid - murid yang berbakat.
...
...
Jing Jiu sudah mengetahui alasan mengapa Mei Li yang datang dari Puncak Qingrong dan juga Lin Wuzhi datang untuk menolongnya, namun ia tetap tidak peduli.
Bahkan, ia sendiri tidak tahu puncak gunung yang mana yang ingin ia tuju.
Sesampainya di rumah guanya, ia duduk untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia membuka telapak tangannya dan memandang pil yang berwarna biru muda yang ada disana.
Pil ini bernama Pil Xuanji, pil ini sangat berharga dan dapat digunakan untuk membantu murid yang berada di tahap Perfect Preservation untuk menstabilkan Pil Pedangnya.
Kemarin, Saudari Yushan memberitahukannya tentang Turnamen Pewaris Pedang dan karena itulah ia memutuskan untuk pergi menemui Liu Shisui hari ini, karena ia merasa kalau Liu Shisui mungkin memerlukan pil ini, yang kemudian, diakhiri dengan kejadian yang tak terduga tadi.
Jing Jiu mengangkat alisnya ketika ia teringat akan tatapan Gu Han sebelum dia pergi tadi dan terbentuk senyum di wajah tampannya, saat ia bergumam, "Kelihatannya menarik."
Bagi Jing Jiu, rasa bosan adalah sebuah emosi yang jarang ia rasakan dan juga merupakan emosi yang menarik baginya.
Gu Han mengamatinya dengan seksama sebelum ia pergi dan ia bahkan menggunakan Piercing Discernment nya.
Ia melakukannya dengan cara yang begitu mendominasi dan agresif, seperti layaknya seseorang yang berkuasa memandang remeh pelayannya, tanpa alasan ataupun keadilan.
Sudah lama Jing Jiu tidak mengalami kejadian seperti ini.
Ia sudah tidak terbiasa dan merasa tidak nyaman karenanya.
Jika hal ini terjadi padanya dulu, apa yang akan ia lakukan jika ia merasa tidak nyaman setelah mengalami kejadian seperti ini?
Jing Jiu berusaha keras untuk mengingatnya.
Jika ia merasa tidak nyaman, maka ia tentunya akan membunuh orang itu dengan ayunan pedangnnya.
Namun sekarang, ia tentu saja tidak bisa melakukan hal itu.
Kesalahan yang diperbuat oleh Gu Han bukanlah sebuah kesalahan yang patut dijatuhi hukuman mati.
Ia bukanlah seseorang yang bengis.
Namun, hal yang terpenting adalah, untuk membunuh musuhnya dengan pedang...
Pertama - tama, kamu perlu memiliki sebuah pedang.
Namun, ia tidak punya sebuah pedang pun.
Tanpa pedang, tentunya ia tidak bisa berpartisipasi dalam Turnamen Pewaris Pedang.
Tampaknya, ia memang sangat membutuhkan pedangnya sekarang.
Gelang yang ada di pergelangan tangannya pun bergetar.
"Aku tidak bisa menggunakan kamu."
"Lagipula, aku sudah berjanji pada Mo Kecil."
...
...
Membutuhkan pedang.
Pedangnya ada di Puncak Pedang.
Lalu Jing Jiu pergi ke Puncak Pedang.