webnovel

Pertempuran Pelampau

Editor: Atlas Studios

Tanaman merambat tumbuh di seluruh taman tidak terawat yang berada di luar jendela kaca. Sungai mengalir dengan lembut, memantulkan bintang-bintang di langit ketika cahaya hangat menyelimuti bangunan-bangunan di dekatnya.

Semuanya dalam keadaan sunyi, seolah-olah sedang menunggu datangnya malam.

Trissy, yang memiliki rupa yang biasa-biasa saja, namun jika dikombinasikan akan membuatnya terlihat sangat cantik, menarik pandangannya dan berjalan dengan cepat menuju rak pakaian untuk mengambil sebuah jubah panjang berwarna hitam yang dilengkapi dengan tudung.

Dia cepat-cepat mengenakan jubah itu, mengikat kancing dan ikat pinggang, sebelum menarik tudung ke atas kepalanya, mengubah dirinya menjadi seorang Pembunuh.

Trissy mengangkat tangan kanannya dan mengusap wajahnya, segera mengubah penampilannya di bawah tudung tadi menjadi buram.

Tepat pada saat itu, dia mengambil segenggam bubuk berkilauan dari dalam kantong tersembunyi di dekat pinggangnya dan menebarkannya pada dirinya sendiri sambil membaca sebuah mantra.

Sosok Trissy mulai menghilang sedikit demi sedikit, bentuk tubuhnya menghilang seperti bagaimana coretan pensil terhapus oleh penghapus.

Dia diam-diam meninggalkan kamar tidur itu setelah menyelesaikan mantra penyembunyiannya. Dia pindah ke kamar di seberang kamar tadi, dan kemudian membuka jendela tanpa jeruji besi.

Dengan sebuah lompatan yang ringan, Trissy berdiri di ambang jendela tadi dan memandang ke arah lapangan berumput di bagian belakang bangunan tersebut. Dia melihat pagar besi yang tampaknya menyatu dengan malam. Di sana, dia melihat Kolektor Mayat Frye yang diam-diam sedang berusaha melewati pagar.

Dia menarik napas dalam-dalam dan melompat turun seperti sehelai bulu, melangkah ke lapangan berumput itu tanpa suara.

Frye, yang mengenakan mantel hujan berwarna hitam, dengan teliti mengamati sekelilingnya dengan revolver buatan khusus di tangannya, mencari arwah penasaran atau roh jahat yang mungkin muncul

Dia bisa melihat entitas seperti itu secara langsung!

Trissy mendekati Frye diam-diam, berhasil berada di belakangnya. Keberadaannya tidak diketahui, ketika sebuah belati yang berlumuram 'cat hitam' muncul di tangannya.

Puff!

Dia menyerang dengan cepat, menusukkan belati itu ke bagian bawah dari punggung Frye.

Namun pada saat ini, pemandangan di depannya hancur berantakan, seolah-olah semuanya hanyalah sebuah ilusi.

Trissy menyadari bahwa dia masih berdiri di ambang jendela tadi, masih mengawasi lapangan berumput dan pagar besi tadi.

Kecuali kali ini, bukan hanya Kolektor Mayat Frye saja yang berdiri di luar pagar itu. Di sana juga ada Leonard Mitchell yang sedang membidik langsung ke ambang jendela, serta Dunn Smith. Kapten Burung Malam itu membungkuk, ketika dia menekan bagian tengah dahinya, matanya terpejam ketika gelombang tak berbentuk menyebar keluar darinya.

Pupil-pupil mata Trissy mengecil. Dia mengerti bahwa semua yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi. Dia terlelap tanpa disadarinya!

Dor! Dor! Dor!

Leonard dan Frye melepaskan tiga buah tembakan, akurat mengenai target yang tak terlihat itu, yang baru saja terbangun dari mimpinya.

Krak!

Sosok Trissy mulai muncul, pertama berupa retakan, kemudian benar-benar hancur berantakan menjadi pecahan-pecahan cermin perak yang kasar!

Di dalam bangunan itu, Trissy, yang telah menggunakan sebuah mantra pengganti, berbalik untuk melarikan diri. Dia mengikuti koridor dan anak tangga, berlari sampai ke lantai pertama.

Wuss! Sebuah angin dingin yang mengerikan bertiup melintasi lantai pertama, angin dingin yang bisa membekukan seseorang. Berbagai sosok transparan dan tak berbentuk berjalan mondar-mandir di setiap sudut bangunan itu dengan linglung.

Trissy, yang telah kehilangan keadaan tersembunyinya, merasakan suhu tubuhnya turun setiap kali dia melewati arwah-arwah itu. Dia tidak lagi bisa mengendalikan tubuhnya yang menggigil ketika dia akhirnya mencapai altar pengorbanan itu.

Altar itu adalah sebuah meja bundar, dengan sebuah patung dewa yang diukir dari tulang yang diletakkan di tengah-tengahnya.

Patung kecil ini sebesar kepala pria dewasa, hanya dengan indikasi matanya saja, tetapi patung itu adalah patung dari seorang wanita cantik.

Rambutnya menjulur dari kepalanya sampai ke tumitnya, setiap helai tampak jelas dan tebal, seolah-olah rambut itu adalah ular beracun atau tentakel.

Hanya ada sebuah mata yang terletak di ujung dari setiap helai rambut tersebut, beberapa tertutup, sedangkan yang lainnya terbuka.

Ada banyak boneka berserakan di sekitar patung itu. Pengerjaan boneka-boneka itu tampak kasar. Nama dan informasi yang relevan tertulis di boneka-boneka itu; misalnya, Joyce Mayer.

Ada tiga buah lilin di atas meja itu, berkelap-kelip dengan api berwarna hijau kekuningan walaupun terdapat angin dingin yang mengerikan.

Trissy membungkuk pada patung dewa tadi dan segera merapal mantranya.

Kemudian, dia mendorong boneka-boneka itu dan memadamkan nyala lilin-lilin tadi, sebelum kemudian mengambil patung itu.

Wuss!

Angin menderu-deru dengan ganas, saat mereka mengguncang jendela-jendela yang tertutup itu dengan hebat.

Krek! Prang! Pecahan-pecahan kaca beterbangan ke segala penjuru.

Frye, yang baru saja sampai di sisi lain dari bangunan itu, tidak berani menerobos masuk ke altar pengorbanan dengan gegabah. Dia menggigil, merasakan darahnya menjadi dingin dan beku. Hal itu membuat pergerakannya terlihat lebih lamban.

Tiba-tiba, dia merasakan genggaman di sekitar tumitnya seolah-olah kedua tumitnya itu telah dicengkeram oleh sesuatu yang tak terlihat.

Rasa dingin yang amat sangat menyebar ke atas dari titik kontak tadi. Seorang Pelampau Urutan ke-9 akan benar-benar mati rasa sekarang. Tetapi sebagai seorang Kolektor Mayat, Frye sudah tidak asing lagi dengan situasi seperti itu.

Dia mengarahkan revolvernya ke samping tumitnya dan menarik pelatuknya. Seolah-olah dia bisa melihat siapa musuh itu, dan persis di mana musuhnya itu.

Dor!

Sebutir peluru perak pemburu setan merobek udara, menyebabkan lolongan yang melengking sebagai tanggapan.

Sosok tak berbentuk itu menghilang dan Frye mendapatkan kembali kemampuannya untuk bergerak.

Di tempat lain, Dunn Smith, yang berusaha untuk mencapai lantai dua dengan menghindari serangan frontal di altar, juga terpengaruh oleh angin dingin. Tubuhnya membeku ketika dia berhenti tepat di luar sebuah jendela yang sudah pecah.

Wuss! Tirai di belakang jendela itu tiba-tiba terangkat dan menelan Dunn, seolah-olah seekor monster baru saja membuka mulutnya untuk melahap mangsanya.

Tirai itu melilit kepala Dunn, tampaknya telah dikaruniai dengan kehidupan. Raut wajah Dunn mulai terlihat melalui tekanan dari kain yang melilitnya dengan kencang itu.

Dunn, yang akan mati lemas, menginjakkan kedua kakinya. Dia meluruskan lututnya dan memutar pinggangnya, melonggarkan cengkeraman tirai itu dengan menggunakan kekuatan semata.

Dia meraih sudut tirai di sekitar kepalanya dengan tangan kirinya dan menariknya sebelum melemparkannya ke tanah.

Dor!

Dia melepaskan sebuah tembakan ke bagian lain dari tirai tadi di belakang jendela, menghentikannya dari mencoba melakukan serangan lain padanya.

Tirai itu segera berhenti ketika cairan merah tua mengalir keluar darinya.

Wuss!

Di lapangan, Leonard Mitchell sedang melantunkan puisinya dan dia pun diterpa oleh angin dingin yang mengerikan dengan sensasi kematian yang intens. Giginya bergemeletuk, membuatnya sulit untuk mengucapkan puisinya.

Rumput liar berantakan di kebun itu tiba-tiba memanjang, melilitkan dirinya ke tumit Leonard. Sebuah bayangan hitam menerpa dirinya bersama angin kencang.

Leonard, yang tubuhnya telah menjadi kaku, gagal menembak tepat waktu. Dia hanya bisa menarik bahunya ke belakang dan mengangkat lengannya.

Gedebuk! Bayangan hitam itu menghantam lengannya, duri di tubuh bayangan itu menusuk kulitnya.

Itu adalah bunga yang cantik, berwarna merah cerah, asal muasalnya tidak diketahui.

Dengan kesakitan, Leonard membuang bunga yang diwarnai dengan darahnya itu.

Dor! Dia melepaskan sebuah tembakan ke tanaman merambat yang menyebar itu, menyebabkan cairan merah tua mengalir keluar.

Tok! Tok! Tok! Leonard mempercepat langkahnya dan menyerbu menuju jendela yang pecah di lantai pertama, tempat altar itu berada di belakang jendela tersebut.

Tanaman merambat itu menarik diri dengan tiba-tiba dari tempat dia sebelumnya berdiri, seolah bersembunyi dari sesuatu yang tidak terlihat.

Trissy mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi itu dengan menghancurkan altarnya dan sebuah ritual dengan gaya penangguhan untuk menyembunyikan dirinya sekali lagi. Dia berhasil menipu Penglihatan Roh dari para Burung Malam itu dan melarikan diri dari serangan dua arah tersebut, sebelum kemudian berjalan ke sebuah tempat di belakang tiga orang Burung Malam itu.

Dia mengulurkan tangan kanannya, segera menyebabkan angin dingin bertiup. Angin itu membawa bunga yang diwarnai dengan darah Leonard tadi, langsung ke telapak tangannya.

Trissy tidak berhenti. Dengan bunga di tangannya, dia dengan gesit berhasil melewati pagar besi dan melarikan diri ke arah Sungai Tussock.

Leonard, yang baru saja memasuki lantai pertama, menoleh dengan tiba-tiba, seolah-olah dia sedang mendengarkan sesuatu.

Ekspresinya berubah. Dia dengan panik menarik lengan bajunya dan melihat luka yang disebabkan oleh bunga tadi.

Dengan pembawaan tubuhnya, luka itu sudah berhenti berdarah. Hanya ada beberapa pembengkakan berwarna merah yang tersisa.

Ekspresi Leonard menjadi suram. Dia mencubit jari telunjuk kirinya dan menarik kukunya langsung keluar!

Raut wajahnya tampak kesakitan, tetapi dia tidak berhenti. Saat dia merapal sesuatu dengan diam-diam, dia mengiris luka yang sudah membeku itu dengan kukunya tadi. Ketika kuku itu diwarnai dengan darah merah tuanya, dia menarik keluar beberapa helai rambut dari kulit kepalanya dan membungkus kuku itu dengan rambutnya.

Di samping Sungai Tussock, Trissy melambatkan lajunya. Dia mengarahkan pandangannya ke arah bunga di tangannya.

Dia melantunkan sesuatu ketika sebuah bola api hitam, ilusi tiba-tiba muncul di telapak tangannya.

Api itu menyelimuti bunga tadi, membakarnya menjadi abu.

Setelah menyelesaikan ini, Trissy melompat ke dalam sungai dan menyelam.

Pada saat yang bersamaan, Leonard melemparkan kuku bernoda darah yang terbungkus rambutnya tadi ke sudut ruangan. Dia melihatnya terbakar dan mengeluarkan bau busuk.

Kuku dan rambutnya itu menghilang dengan cepat, hanya meninggalkan sedikit debu.

Leonard menghela napas lega. Dia memasuki lantai pertama melalui jendela itu dan berkata kepada Dunn dan Frye yang sedang menghancurkan altar, "Target telah lolos. Tapi tidak apa-apa, tujuan utama kita adalah untuk menghentikan ritualnya."

Dunn menghela napas dan melihat berbagai boneka di atas meja itu.

"Dia sangat waspada dan sangat kuat. Dia merasakan kita sedang mendekatinya sebelum waktunya, kalau tidak … dia seharusnya, setidaknya, seorang Pelampau Urutan ke-7."

"Beri Klein sinyalnya. Mintalah dia untuk datang ke sini."

Melalui interaksi singkat dalam mimpi itu, Klein telah menentukan bahwa musuhnya adalah perempuan.

Próximo capítulo