04 Oktober 1274 AG - 10:20 Am
Southforest Dungeon - Kubah
—————
CLANK!!!
Jalur pedang itu berbelok arah ketika sebuah scimitar membenturnya dari samping.
'Apalagi ini!?' Preponte semakin tercengang.
Keadaan semakin rumit. Preponte tidak bisa berpikir apa-apa lagi karena orang Qalamist yang dia sangka sudah tewas, saat ini satu pihak dengan Simian. Dia bahkan melihat si rambut merah itu memimpin empat prajurit Yadz untuk menghadapi para mercenary palsu.
Fiduci dikeroyok dua orang berlevel tinggi. Pak tua itu justru tertawa seakan Marcelli dan Yadz hanyalah sarana ujicoba untuk pedang barunya.
"Kamu masih menginvestigasi kematian si aero itu, Marcelli?" katanya. "Kalau saja aku tidak membunuh si perempuan rank-S itu dan menjadikan dia makanan omegra, pasti aku yang jadi santapan mereka, hahahaha!"
Emosi Marcelli tidak terusik. Dia bertarung singkron bersama Yadz seakan mereka kawan lama. Dua petarung itu bertukar serangan dengan si pria tua yang masih bermain-main dengan pedangnya.
Pertarungan hampir seimbang. Preponte terpana hingga lupa bahwa kubah itu bukan lagi tempatnya.
***
"Hati-hati, Tuan Yadz, Pak tua ini seorang pyro." Marcelli memberi peringatan.
"Saya juga pyro, Tuan Marcelli," balas Yadz sebelum mengambil jarak dan meningkatkan level skill kolero miliknya.
Siapakah sebenarnya Yadz?
Nama lengkapnya Yadz Ibn Sufayin. Dia adalah elit militer Jabulqa yang datang ke Arcadia karena surat dari Marquis Grall del Stauven. Pria itu adalah lawan tanding Simian di medan perang, yang menjadi kawan akrabnya tidak lama kemudian.
Kenapa Yadz membantu Simian?
Yadz adalah seorang Qalamist taat. Dia mengedepankan keadilan di atas segala-galanya. Diam-diam dia membelot dari kerajaannya setelah menyadari adanya pengaruh New Age Order.
"Tahan dia sebentar, Tuan Marcelli!" Yadz berteriak. Dia butuh lebih banyak waktu untuk membangkitkan level dari skill dasar seorang pyro.
Skill itu bernama Kolero. Semua pyro pasti memilikinya karena kolero adalah skill pertama yang harus mereka kuasai. Kolero adalah skill yang berfungsi melipat-gandakan kelincahan dan tenaga serang, yang seakan jadi identitas Pyro sebagai petarung jarak dekat.
Tidak ada pengguna elemen lain yang berani berhadap-hadapan melawan Pyro jika skill itu aktif. Sebagai sesama Pyro, pertarungannya dengan Fiduci memaksa Yadz untuk berkonsentrasi demi level kolero yang lebih tinggi.
Sejauh manakah kemampuan Kolero?
Selayaknya skill paling dasar elemen manapun, selalu ada tiga level berbeda yang mengikuti hasil latihan pemiliknya. Kolero pun demikian. Skill itu memiliki tiga level yang menentukan berapa kali lipat kelincahan dan kekuatan yang digandakan.
Level pertama 1.5 kali lipat dari status asal, level ke-2 jadi dua kali lipat, dan level ke-3 melipat-gandakan hingga tiga kali lipat. Butuh latihan keras untuk menembus setiap level dan Yadz sudah melakukannya. Dia belajar bertahun-tahun di padang pasir yang kejam agar Kolero-nya bisa mencapai level ketiga.
Setelah memusatkan pikiran dan mengalirkan 'mana', Yadz langsung melaju menghantam lawannya.
TRANK!!!
Namun sayangnya ...
"Ooopppss, aku masih bisa melihat seranganmu, Orang Iram." Fiduci meledek. "Kamu sudah di level puncak kolero, ya? Hebat sekali."
Yadz mengeryitkan dahinya. Sekalipun serangan Fiduci mampu dia baca, dia masih kesulitan memberinya goresan.
'Ada apa dengan Pak Tua ini?'
Fiduci nampaknya membaca raut wajah keheranan yang dia tunjukan.
"Mau tahu, Orang Iram? Itu karena kolero bukan mainanku lagi, Anak muda."
Mata Yadz terbelalak. Dia langsung mengenali kemampuan Fiduci begitu melihat asap tipis keluar dari badan Pak Tua itu.
"Tuan Marcelli! Jangan beri dia jeda!"
Yadz memperpendek jaraknya, begitupun Marcelli. Mereka melakukan serangan ketat seolah tak memberi Fiduci kesempatan bernapas.BTanda bahaya berderu di batin Yadz. Sebagai sesama pyro, dia langsung tahu sejauh mana kemampuan pak tua itu melalui perubahan warna kulitnya.
"Ck! Gawat!"
Yadz merasakan ancaman ketika Pak Tua itu mendapat sela setelah melakukan sabetan lebar. Firasatnya makin berkecamuk ketika Fiduci melompat ke belakang dan melapalkan sebuah mimpi buruk.
"Untukku yang telah melewati tembok ..." Fiduci membuka manteranya. Badannya semakin memerah ketika dia berkata, "Super ... Kolero ..."
BLASHH!!!
Uap panas menyebar. Fiduci terbahak karena skill-nya dipastikan membalik meja.
Setelah mantera itu terucap, Yadz langsung menarik lengan Marcelli untuk segera jauh-jauh pergi. Dia juga memberi peringatan Simian yang masih bertarung bersama anak buahnya.
"Mundur Firehead! Kita tak mungkin menang! Lupakan orang-orang New Age Order itu!"
Simian menurut. Dia memberi kode empat anak buah Yadz untuk berlari sekencang mungkin.
Asap di tubuh Fiduci makin jelas terlihat. Kulitnya memerah, urat-urat di ototnya terus bermunculan seakan skill itu membakar pembuluh darah. Yadz mulai merasa lega di saat suara seorang gadis kecil terdengar lantang sesuai rencana.
"Kamu mau hadiah lagi, Pak Tua Botak?"
"Apa kamu mau menyerahkan tubuhmu kepada pak tua ini, Gadis manis?"
"Aku masih kecil. Aku kenalkan ke betina lain mau?"
Ledakan cahaya sekali lagi menyelimuti kubah itu. Yadz merasakan sebuah tembok transparant berada di depan tubuhnya, yang menandakan bahwa dia sedang diselimuti ilusi seolah sedang menghilang. Dia melihat semua marcenary itu kebingungan mencarinya dan seluruh orang yang bersamanya.
Apakah skill Conna berhenti di situ saja?
Tidak sama sekali.
Yadz semakin sulit memikirkan batas kemampuan gadis itu, di kala melihat mata para mercenary hampir jatuh dari lubangnya, karena menyaksikan sebuah skill yang tidak main-main.
Kaki Yadz ikut gemetaran ketika gadis kecil itu kembali menciptakan keajaiban.
Pilar di kubah itu adalah ilusi. Yadz terperanjat saat Simian menceritakan apa saja yang Conna lakukan di kala gadis itu menyelesaikan persiapan. Di detik ini, Yadz melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, gadis itu membuat pilar raksasa turun ke bawah seperti tirai.
'Demi Al Maerifa ...'
Yadz sedikit ketakutan sekalipun Conna ada di pihaknya. Dia tercengang karena setelah pilar itu hilang dan menyisakan sebuah altar, Yadz melihat seekor ular raksasa manatap tajam mata pak tua.
Fiduci menghentikan langkahnya. Pria tua itu memasang kuda-kuda karena ular itu langsung menyerangnya.
"Huahahahaha! Selamat berkencan, Pak Tua!"