webnovel

Pangeran Tampan di Sebelah Rumah (3)

Editor: Atlas Studios

Pengurus rumah menjawab, "Tidak."

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Qin Zhi'ai pergi dengan diam.

Waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Tampaknya Gu Yusheng, lagi-lagi tidak akan pulang malam itu.

Semenjak ia meminta pengurus rumah untuk memastikan Qin Zhi'ai menelan tablet kontrasepsi, sudah satu bulan lamanya ia tidak kembali ke rumah itu.

Ketika Gu Yusheng pergi, ia meninggalkan pesan melalui pengurus rumah, menyuruh Qin Zhi'ai tidak mengganggunya lagi dalam hal apapun. Mematuhi apa yang dikatakannya, Qin Zhi'ai tidak lagi mencarinya sama sekali.

Hasilnya, mereka tidak saling bertemu ataupun berhubungan selama bulan itu.

Qin Zhi'ai menatap jam tua dengan gaya Eropa yang berada tidak jauh darinya, sambil memperhatikan jarumnya yang bergerak ke angka satu. Ia melamun untuk beberapa saat sebelum perlahan memalingkan pandangannya kembali pada layar televisi. Televisi sedang menayangkan sebuah film yang dibintangi oleh salah seorang artis kegemarannya, tetapi ia terlalu murung untuk terus menonton film tersebut. Ia memutuskan untuk mematikan televisi dan pergi ke atas.

Mungkin karena ia baru saja memikirkan Yusheng saat ia menatap jam itu tadi, Qin Zhi'ai tidak dapat segera tertidur, bahkan ketika ia sudah di atas tempat tidur. Ia memejamkan matanya sambil pikirannya berkelana. Ketika akhirnya ia bisa tertidur, telepon di meja samping tempat tidurnya berdering.

Teleponnya menampilkan nomor telepon Mansion1 Keluarga Gu. Ia mengangkat telepon dan menjawabnya. Terdengar suara pengasuh Zhang, yang sudah melayani keluarga Gu selama lebih dari dua puluh tahun. "Nyonya Muda, maaf sudah meneleponmu di jam begini. Tuan Besar Gu menelepon tadi dan berkata bahwa ia akan mengambil penerbangan pagi untuk kembali ke Beijing. Ia ingin Tuan Muda dan anda berada di rumah untuk makan malam…."

Pengasuh Zhang hanya patuh pada perintah dari Tuan Besar Gu. Ia mungkin satu-satunya orang dalam keluarga Gu yang berani menentang perintah Yusheng untuk tidak menyebut Qin Zhi'ai sebagai "Nyonya Muda".

"Dan untuk Tuan Muda, tolong sampaikan pesan ini kepadanya…."

Tapi Gu Yusheng memintaku untuk tidak mengganggunya dalam hal apa pun. Kata-kata itu sudah berada di ujung lidahnya, dan ia ingin agar pengasuh Zhang saja yang menelepon sendiri. Bagaimanapun, ia teringat teguran yang diberikan Gu Yusheng pada saat ia pindah ke rumahnya.

Ia berkata bahwa Kakeknya adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa di dunia. Jika Qin Zhi'ai tidak memakai cara-cara hina untuk mempengaruhi Kakeknya, ia tidak akan harus bersama Qin Zhi'ai sesuai perintah Kakeknya. Ia juga tidak perlu repot-repot memandang Qin Zhi'ai, apalagi tinggal bersamanya di bawah satu atap.

Ia juga menambahkan bahwa ia tidak akan memaafkan Qin Zhi'ai jika Kakeknya tahu tentang hubungan mereka yang hambar dan menjadi khawatir.

Jika ia meminta pengasuh Zhang untuk menelepon Gu Yusheng, ini akan menjadi bukti bahwa mereka memang sedang berada dalam masa-masa sulit, sejak mereka tinggal bersama. Lebih dari itu, pengasuh Zhang sudah melayani Tuan Besar Gu bertahun-tahun lamanya.

Qin Zhi'ai bergumul sesaat sebelum ia memutuskan untuk menelan kembali segala sesuatu yang ingin ia katakan. Ia berubah pikiran dan berkata "Pengasuh Zhang, aku akan menyampaikannya pada Yusheng."

Setelah ia menutup telepon, Qin Zhi'ai duduk di atas tempat tidurnya. Ia mencari nomor Gu Yusheng dalam telepon genggamnya, merasa ragu untuk beberapa saat sebelum akhirnya melakukan panggilan telepon.

Ketika mendengar nada panggil dari telepon genggamnya, Qin Zhi'ai merasa sangat gugup sampai tidak bisa bernapas.

Satu… dua… tiga… pada dering ke empat, saluran telepon diputuskan tanpa keraguan.

Gu Yusheng telah menolak panggilannya…

Ia mengerucutkan bibirnya dan tidak berusaha untuk menelepon kembali. Sebaliknya, ia menenangkan dirinya dan mengirimkan pesan pada Yusheng. Pada teleponnya, pesan tersebut tampak seperti tidak terkirim, maka ia menelepon kembali. Namun, kali ini tidak terdengar nada sambung -- saluran telepon sedang sibuk.

Próximo capítulo