Amukan Morgan berlangsung sampai beberapa hari, ia hampir menghancurkan setengah isi hutan, serigala besar itu kelelahan dan jatuh ke tanah, tubuhnya langsung menjadi seorang manusia yang bersimbah darah.
Tetua Zac sama sekali tidak menunjukkan raut kelelahan di wajahnya, ia melompat mendekati Morgan yang tak berdaya. Morgan hanya menghembuskan napasnya yang pendek itu tanpa daya.
"Bereskan semua kekacauan ini." Morgan mendongak, ia mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Ketika pertama kali kau melihat hutan ini kau melihat semua pohon berwarna hijau dan rumah itu kan?"
"Ya, siapa pun akan melihatnya."
"Ibumu yang melakukan itu semua."
Mata Morgan membulat, semua pohon yang ada di sini ditanam oleh ibunya? Bagaimana bisa? Morgan ingat betul jika ibunya bahkan tidak pernah meninggalkan satu kenangan pun atau benda berharga untuknya, Morgan bahkan tidak ingat seperti apa rupa wanita yang melahirkannya, seperti apa senyumnya dan pelukan hangatnya.
Dan sekarang dia menghancurkan semuanya?
"Ibumu juga sama persis sepertimu, menghancurkan hutan ini, tapi kemudian dia menanamnya dan merawatnya kembali sampai tumbuh seperti ini."
"Tapi itu membutuhkan waktu bertahun-tahun." Morgan mengerang dan memasang wajah sedih persis seperti anak anjing.
"Siapa yang berkata pelatihanmu akan datang dalam waktu yang singkat?" Tetua Zac melirik ke langit yang mulai gelap, semburat senja menghiasai bagian barat. "Bereskan kekacauan yang kau buat malam ini, aku akan mengawasimu."
Tetua Zac berbalik meninggalkan Morgan yang terbaring di tanah bermandikan cahaya bulan yang bersinar terang. Laki-laki itu memejamkan matanya dan samar-samar mendengar lolongan serigala dari kejauhan.
***
Morgan tidak bisa berdamai dengan bentuk serigalanya. Ia lagi-lagi selalu berakhir dengan kekacauan, hampir seisi hutan hancur di tangannya ketika ia berubah.
Dia benar-benar seorang monster.
"Jangan membuat wajah memelas seperti anak anjing." Tetua Zac selalu datang setiap pagi dan mengeluarkan deretan kalimat beracun penuh hinaan pada Morgan.
Morgan hanya menekuk lututnya, rasanya semua yang ia lakukan sia-sia, ia mengamuk, menghancurkan pepohonan, menanamnya kembali dan mengamuk lagi, siklus itu terus berulang sampai ia merasa semua ini tidak ada habis-habisnya.
"Apa aku tidak akan menjadi Alpha?" tanya Morgan tiba-tiba. "Keluarga Lloyd tidak pernah menjadi Alpha."
Tetua Zac duduk di atas pohon yang tumbang, tangannya memainkan buah apel yang tadi dapatnya ketika perjalanan menuju kemari.
"Kemarahan dan kekuatan kalian saling berimbang dan membentuk emosi yang meledak-ledak. Selama aku hidup hanya ibumu yang bisa berdamai beberapa saat pada wujud serigala normalnya."
"Apa yang ibu lakukan?"
Tetua Zac berdiri, ia melangkah pelan menuju Morgan, cahaya matahari yang bersinar terhalang oleh tubuhnya yang kecil, ia menunjukkan senyumnya yang mengejek.
"Kamu lebih tahu dari aku. Keluargamu, Lloyd, adalah bagian dari dirimu."
Setelah mengatakan itu Tetua Zac kembali meninggalkan Morgan dalam kesunyian yang luar biasa, kaki-kaki itu melangkah dengan pelan.
Morgan menunduk, ia tidak pernah memahami apa yang dimaksud oleh Tetua Zac, ia ingin pulang ke pack, bertemu dengan Giselle, berbagi sedikit keresahan hatinya pada gadis itu, membayangkan wajahnya yang tersenyum lembut padanya membuat hatinya terasa menghangat.
Morgan menarik napasnya, ia berdiri dengan tertatih-tatih menatap sekitarnya, ia selalu menemukan jalan buntu mengatasi amarahnya, dalam hatinya ia bertanya-tanya, apa yang ibunya lakukan hingga ia mampu mengendalikan bentuk serigalanya?
Morgan mengerang, ia menjatuhkan dirinya ke sungai, mencoba menenangkan dirinya. Hawa dingin langsung menusuk kulitnya, ada sedikit rasa nyeri yang muncul dari luka-luka yang didapatnya, Morgan memejamkan matanya dan menenggelamkan dirinya.
Bayangan senyum mengejek Luke kembali terlintas di benaknya, mulut yang mengoceh itu serasa ingin dirobeknya.
PRASH!
Air bergejolak, seekor serigala abu-abu besar muncul tiba-tiba dari dalam air, ia mengibaskan ekor dan bulu-bulunya yang basah ke segala arah, melolong dengan nyaring.
Kaki serigala besar itu menapak ke tanah, namun ia seolah ditarik ke dalam air, pijakan itu runtuh dan menenggelamkan kembali serigala besar itu ke dalam air.
Morgan meraung penuh kemarahan, tubuhnya berputar-putar di sekitar sungai dan mulai meruntuhkan pinggirannya, membuat sungai semakin terbuka lebar, ketika ia hendak melompat naik lagi, serigala itu kembali jatuh terguling ke dasar sungai.
Morgan semakin marah. Rasanya seperti sungai ini sedang mempermainkannya.
Air semakin bergejolak dan bunyi debuman semakin terdengar, pepohonan di pinggir sungai tidak mampu menahan air yang terus menerus menghantam ke pinggiran, ikut runtuh dan larut ke dalam sungai yang kini berubah berwarna kecoklatan, serigala besar itu melolong dengan tubuh yang sepenuhnya tenggelam di dalam air.
Ada apa dengan sungai ini? Semakin ia berjuang keras untuk keluar semakin kuat pula ia terseret ke dasar.
Morgan melawan sampai ia kehabisan tenaga, kemudian ia menyerah dan membiarkan dirinya terseret ke dasar sungai. Arus sungai terasa berputar, membentuk pusaran air ke dasar sana, serigala besar itu berubah perlahan-lahan ke bentuk manusia.
Kesadarannya terkikis sedikit demi sedikit, Morgan merasakan tubuhnya melayang di dasar sungai itu, ia merasakan seseorang tertawa lembut di dalam kepalanya, ia juga mendengar suara tangisan kecil yang manja diiringi dengan gumaman lembut seorang laki-laki.
Siapa itu? Kenapa terasa familiar?
Morgan membiarkan dirinya terus di tarik ke dasar tanpa perlawanan, ia menutup pelan matanya. Perlahan-lahan ia melihat bayangan seorang wanita menggendong seorang bayi yang dibungkus oleh selimut lembut di lengannya.
"Lihat, dia sangat tampan." Wanita itu berucap kemudian tertawa kecil, seorang laki-laki muncul dan mendekatinya, wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena pantulan sinar matahari, membelai lembut bayi yang ada dalam gendongan wanita itu.
Wanita itu mempunyai kulit kuning langsat, rambutnya yang panjang menjuntai di bahunya, terikat oleh sebuah kain hitam yang longgar, wajahnya sedikit bulat tapi ia terlihat lembut dan keibuan dengan senyumnya yang menawan.
Morgan terpana.
Wanita itu adalah ibunya dan laki-laki di sampingnya itu adalah ayahnya.
"Kamu sudah memberinya nama?" tanya laki-laki itu, ia membiarkan tangannya yang besar itu dipegang oleh bayi yang mungil, ada sedikit kekehan terdengar.
Wanita itu menghela napas, ia mendongak menatap suaminya. "Mari kita beri nama Morgan. Morgan Lloyd."
"Kamu yakin?" tanya laki-laki itu lagi. "Menyandang nama Lloyd adalah beban yang sangat berat."
"Lloyd bukanlah beban, ini adalah kebanggaan." Wanita itu membantah dan menatap laki-laki di sampingnya dengan tidak suka. "Aku percaya."
Laki-laki itu menegakkan tubuhnya dan melepaskan dengan pelan genggaman tangan bayi dari tangannya itu, ia menatap wanita itu dengan lekat.
"Apa yang kamu percayai?"
"Suatu saat nanti di masa depan, Morgan akan menjadi Alpha yang luar biasa. Dia akan membuat bangga nama Lloyd di belakang namanya."
Laki-laki itu memasang senyum di wajahnya, ia mengelus pelan rambut wanita itu dan menciumnya.
"Karena kamu percaya, maka aku akan percaya."