Aku membuat pertemuan dengan Mickey dan Zie. Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan perjumpaan ini akan menjadi sangat buruk. Aku sudah mengetahui bahwa kucing akan sulit bersahabat dengan anjing, tapi aku berfikir akan berbeda untuk mereka dan aku salah.
Mickey mencakar Kerberos tepat di wajahnya. Sementara beberapa waktu yang lalu, anjing putih itu nyaris meremukkan kepala si kucing.
"Anggap saja ini balasan untuk waktu itu pecundang!," sebuah umpatan terlontar dari si kucing gembul.
Kerberos tak mau mengalah, segera dia memukul kucing itu dengan kaki depannya hingga Mickey terpelanting.
"Belum selesai?," tanyaku datar. Aku tidak berniat melerai dua makhluk ini, sejujurnya cukup asik melihat mereka bertengkar. Ini seperti sebuah tontonan langka yang gratis, saat kamu melihat penjaga dunia roh berkelahi dengan kucing gembul, "Teruslah bertikai, aku menyukainya. Harapanku saat kalian bertemu, kalian bisa bersikap sesuai dengan status masing-masing, memecahkan masalah ini dengan cara yang lebih baik. Aku salah, kalian sama saja dengan kucing dan anjing di luar sana," ejek ku sambil memakan cemilan dan duduk disamping Zie.
"Anjing ini yang memulai, dia menggigitku beberapa hari yang lalu saat aku mencarimu di kampus. Dia juga mengunciku di ruangan yang dingin, sampai ada manusia yang membuka pintu," si gembul membuat pembelaan.
"Kau!," Kerberos berucap dengan geraman mengancam, "Dia lah yang membuat masalah dan selalu menghalangiku untuk menangkap marionette itu," suaranya terdengar jengkel.
"Mickey, kamu datang ke kampusku?," aku tidak mengetahuinya jika kucing abu-abu itu datang ke kampus. Hingga ingatan itu muncul, jejak kaki darah di meja komputer. Sekarang aku paham itu adalah milik Mickey.
"Aku awalnya berpikir bahwa penantian Zie akan sia-sia. Aku selalu mengejeknya setiap waktu, tapi dia terus saja percaya bahwa suatu saat kamu akan datang. Bertahun-tahun dia menunggumu seperti orang bodoh, dapatkah kamu menjadi dia dan memiliki kepercayaan sebesar itu?," Mickey mendekat ke arahku, "Dia menunggu dirimu sangat lama. Saat kamu tiba-tiba datang, jujur aku benar-benar merasa sangat bersyukur, tapi kemudian kamu tiba-tiba pergi. Aku membantunya dengan mencarimu kemanapun yang kubisa," kini, ekspresinya tiba-tiba berubah, "Lalu pengganggu ini datang, menyerangku seperti anjing liar," kucing gembul itu hendak mencakar Kerberos, tapi kuhentikan dengan mengangkat tubuhnya dan memindahkan tempat dia duduk, agar mereka tidak lagi berdampingan.
"Ayolah, jangan terus bertengkar! Lupakan sebentar ego kalian. Aku janji setelah pertemuan ini, kalian dapat bertengkar sepuasnya," aku berusaha memohon pada mereka dan Zie sepertinya tertawa mendengar ucapanku, "Ok, aku akan mulai," ucapku sambil mengeluarkan ponsel, "Pertama, aku sangat berharap ada satu dari kalian yang mau masuk ke rumah ayahku untuk mengambil pc-ku," aku memandang mereka dengan wajah memelas, "Ku mohon,".
"Aku saja," ucap Kerberos cepat.
"Baiklah, terimakasih. Berikutnya, aku ingin bertanya," aku menatap Zie, "Zie, bisakah kamu katakan padaku bagaimana caramu lolos dari Kerberos? Atau paling tidak, jelaskan bagaimana kamu ada di boneka ini?," aku memperhatikannya dengan serius.
Ekspresi Zie begitu datar, namun dibalik wajah kayu yang selalu menampilkan raut muka yang sama itu, aku yakin dia menyembunyikan berbagai emosi yang ada dalam dirinya.
"Aku tidak tahu bagaimana caranya bisa berada di dalam tubuh boneka ini. Aku berkata jujur, percayalah!," aku mencoba mencari kebohongan dari caranya menjawab, namun sepertinya dia berkata apa adanya, "Hari itu, aku bersamamu di taman," Zie menghadap ke arahku, "Aku memberikan roti itu dan kemudian mendengar bunyi letusan," kepalanya tertunduk, suaranya terdengar sedih, "Setelah itu, aku seperti sedang ditidurkan dengan begitu cepat dan saat aku bangun, aku sudah ada di dalam kotak kaca dengan tubuh ini," aku memberikan isyarat pada Kerberos dan Mickey untuk tidak menanyakan apapun lagi.
"Zie, aku ingin bicara dengan Mickey dan Kerberos sebentar. Bisakah kamu menunggu kami disini?," setelah kudapati Zie mengangguk, aku mengajak dua hewan berkaki empat itu untuk menjauh darinya.
…
Aku menatap mereka, memohon dan meminta penjelasan sejujur-jujurnya mengenai apa yang terjadi pada Zie. Terutama bagaimana cara rohnya bisa berada dalam tubuh marionette itu.
"Aku akan bertanya dan kalian harus menjawab sejujur-jujurnya!," aku ingin memulai bertanya pada Kerberos, "Bagaimana cara roh, Zie, bisa ada dalam tubuh marionette itu?," anjing putih itu terlihat bingung.
"Nona, aku hanya pernah mendengar mengenai sihir yang bisa membuat seseorang abadi, tapi aku sama sekali tidak tahu. Kemungkinan yang masuk akal, sebelum Zie sampai di alam roh, ada seseorang yang memindahkannya ke dalam marionette. Hanya itu yang paling masuk akal untuk bisa lolos dari pengawasanku," jelas Kerberos
Aku mengangguk, paham dengan apa yang dikatakan Kerberos. Kini, aku mengalihkan perhatianku pada si kucing gembul abu-abu, "Mickey katakan, bagaimana cara Zie ada di dalam tubuh boneka itu?," dia terlihat ketakutan, "Kamu pasti tahu sesuatu," tuntut ku.
"Aku ingin minta maaf sebelumnya," ada jeda dalam kata-katanya. Meskipun aku sudah mengetahui maksud kucing gembul itu, aku lebih memilih menunggu dia mengatakannya langsung, "Aku lah yang membuat Zie ada di dalam tubuh boneka itu," Kerberos nampak hendak menerkam Mickey, tapi dengan cepat aku memperingatkannya supaya berhenti, "Saat tuanku hampir meninggal, dia memberikan sihir terakhirnya untukku. Dia berpesan padaku, agar jika tiba waktunya dia meninggal, aku harus mencarikan tubuh baru dan menggunakan sihir itu padanya sehingga rohnya bisa tetap ada di dunia," jelasnya serius.
"Jadi kamu mengetahui mantra untuk bisa menjadi abadi?," pertanyaan Kerberos mewakili apa yang aku pikirkan.
"Tidak, bukan seperti itu!" jawab Mickey cepat, "Aku hanya sebagai wadah mantra sementara," dia berkata pelan, "Aku tidak mengetahui mantranya, aku bersumpah. Tuanku meletakkan itu dalam loncengku, aku hanya perlu menaruh benda itu pada tubuh baru yang akan digunakan dan mengucap nama orang yang rohnya akan berada disana. Dengan cara ini, aku tidak terpengaruh dengan pengawasan mu," kucing gembul itu menjulurkan lidahnya ke arah Kerberos dan seketika, anjing putih itu menyalak keras, "Mantra itu tidak terpengaruh apakah roh sudah berada di alam roh atau belum. Aku bisa memanggilnya sesuka hatiku," dia berusaha menjelaskan kepada kami mengenai mantra yang diberikan tuannya kepadanya.
"Lalu, Zie?," tanyaku penasaran.
"Hari itu, aku melihatmu, saat Zie tertembak di taman. Kamu menangis di depan mayat itu, aku merasa kasihan padamu dan memutuskan untuk memberikan mantra itu padanya," Mickey tertunduk, "Aku tahu, aku salah. Aku hanya kasihan padamu. Menurutku, Zie lebih layak mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup dibandingkan tuanku," kucing abu-abu itu memperlihatkan lonceng kecil berwarna biru di lehernya "Tuanku sangat kesepian, hanya aku yang selalu menemaninya. Menurutku dengan meninggal, dia bisa memiliki lebih banyak teman disana," suaranya lirih, dia pasti sedih.
"Tha, apa rencanamu?," pertanyaan Kerberos mengalihkan perhatianku.
…
Setelah mendengar semua penjelasan dari mereka, aku berencana untuk pulang sesegera mungkin, setelah Kerberos membawakan tasku yang berisi pc dan uang dari rumah ayah. Aku berencana pergi ke tempat yang anjing putih itu tunjukkan.
Sebelum mulai perjalanan, aku menghubungi Emma dan terdengar jelas sekali jika suara wanita itu begitu panik. Aku memintanya untuk membelikanku tiket kereta. Meskipun awalnya kami cukup lama berdebat, pada akhirnya dia lah yang mengalah. Di tempat itu, kami akan menitipkan Zie.
Mempertimbangkan apa yang Kerberos katakan kemarin malam, memang akan sangat sulit jika kami harus membawanya selama perjalanan, dimana ada kemungkinan besar kami akan diserang lagi.
Malam itu, aku menemani Kerberos ke rumah ayah. Tempat tinggal ayahku tampak sepi, dengan semua lampu dimatikan. Kami berjalan mengendap dan masuk melalui pintu dapur yang setauku jarang dikunci dan benar saja, tidak ada seorangpun disana. Begitu tenang, hanya kepulan asap bara perapian yang arangnya masih berwarna merah, tampak baru ditinggalkan. Sepertinya, ayah baru saja pergi. Setelah Kerberos berhasil mendapatkan tasku, kami segera keluar.
Dalam perjalanan kembali, kami berpapasan dengan seseorang. Aku melihat orang itu berbelok ke rumah ayah. Aku memberikan isyarat pada Kerberos untuk berhenti dan mengamati orang itu dari kejauhan. Jujur, aku tidak mengenalinya.
Dia seorang wanita, mungkin sekitar 60 tahun dengan dandanan yang cukup nyentrik dan memakai sepatu hak tinggi. Lagaknya sedikit sombong, satu tangannya memegang cerutu, sementara lainnya menggenggam semacam bungkusan berwarna hitam. Aku menarik Kerberos untuk bersembunyi agar kami tidak ketahuan.
"Beri aku satu alasan, kenapa aku tidak boleh kembali! Ini sangat aneh, kamu membuatku berpikir bahwa seolah ayahku juga terlibat dengan ini. Apa dugaanku ini benar?," Kerberos hanya terdiam. Sepertinya, apa yang aku duga benar, "Orang itu tidak berubah," anjing putih itu menatapku bingung, "Dia akan mengorbankan apapun untuk mendapatkan kepercayaan kelompoknya," ucapku kecewa.
Dapat kulihat orang itu berdiri di depan pintu yang tertutup. Sesekali menghisap cerutunya, beberapa saat kemudian kepulan asap mengepul dari bibirnya yang merah. Dia nampak melihat ke sekitar beberapa kali, mungkin memastikan tidak ada siapapun.
Beberapa saat kemudian, dia meletakkan bingkisan itu di depan pintu, lalu pergi. Aku dan Kerberos berniat mengambilnya, tapi sepertinya terlambat. Aku mengumpat lirih, saat ayah tiba-tiba muncul dan mengambil benda itu terlebih dahulu, lalu masuk kedalam rumah.
…
Aku dan Kerberos kembali tanpa membawa informasi apapun, meskipun dalam kepala kami terus dipenuhi dengan pertanyaan mengenai siapakah wanita tadi dan apa hubungannya dengan ayahku. Aku dan Mickey berjanji akan bertemu di stasiun dan nampaknya, mereka telah menunggu kami. Aku segera menghampiri mereka. Dan, tidak lama kemudian, kereta kami pun datang.
Selama dalam perjalanan, aku memilih tidur. Jujur saja beberapa hari ini, ketahanan tubuhku benar-benar diuji. Aku hanya tidur beberapa jam saja, ini bahkan jauh lebih parah dibandingkan saat aku masih harus mengerjakan program untuk tugas akhirku.
Baru beberapa menit menutup mata, riuh penumpang kereta membangunkanku. Aku yang belum sepenuhnya sadar saat itu, terjungkal dari kursi ku.
Sesuatu yang berada di luar kereta membuat penumpang ketakutan. Aku segera bangun dan melihat keluar melalui jendela. Itu adalah gerombolan bola api yang melayang-layang di udara.
Kereta berjalan lebih pelan dari sebelumnya dan jumlah bola api itu bertambah semakin banyak. Aku mengeluarkan pedang dari dalam ranselku. Zie yang melihatku, berusaha menahanku.
"Kamu mau kemana?," dia berusaha menahan lengan ku agar aku tetap duduk, "Di luar sangat berbahaya, kamu duduk disini saja," pintanya pelan.
"Ada banyak orang disini," aku hendak keluar untuk membantu. Namun, suara Kerberos menghentikan gerakanku.
"Nona, tetaplah berada disini. Kereta ini akan tetap bergerak," jelas anjing putih itu, "Akan sangat berbahaya untuk nona keluar," dan setelah memperingatkan aku, Kerberos melompat keluar.
Aku hanya bisa melihatnya dari jendela, ketika tubuh anjing putih itu membesar tidak wajar. Dua kepala yang lain tumbuh dari kedua sisi lehernya. Warna putihnya berubah menjadi hitam sepekat arang dengan mata merah yang menyala.
Saat melihat tubuh anjing putih itu yang tiba-tiba berubah, aku seketika merinding.
Sekarang, aku baru sadar bahwa Kerberos tetaplah Kerberos yang buas. Dia yang menjaga dunia roh. Dia adalah si anjing berkepala tiga.
Kerberos menangkap satu persatu bola api itu dan memakannya bagai cemilan. Tubuhnya mengembang bak bulu yang ringan dan meliuk-liuk di antara bola-bola api itu.
Saat itu, aku baru sadar, ini adalah titik kami memulai. Jika di awalnya saja kami seperti ini, bagaimana kedepannya? Apakah aku akan sanggup?.