webnovel

DI TOKO KUE

Richo melemparkan tas 'nya tepat di dada Marvin, membuat cowok itu tersentak kaget.

"Basecamp sekarang, cewek gue udah nunggu."

Marvin menghela napas kepalanya mengangguk sekali.

Richo berjalan duluan dengan Marvin yang mebuntuti di belakang. Vano yang melihat Richo berjalan dengan Marvin mengerut, tumben sekali cowok itu tidak mengajaknya dan teman yang lain juga.

"Bos, lo mau kemana?" tanyanya.

Richo menoleh, "Kencan."

Vano cengo, dia melongo. Maksud Richo apa?

Kencan dengan..Marvin begitu?

Cowok itu menggeleng cepat, menepis pikirannya yang tidak masuk akal. Lagipula mana mungkin. Pastinya maksudnya Richo itu Freya, tentu..siapa lagi perempuan yang sudah membuatnya mabuk kepayang.

Hari ini Richo membawa mobil, dia yang menyetir dengan Marvin berada di samping. Richo juga baru pertama kali membawa mobil hadiah ulang tahun dari Papa 'nya yang di bawa ke sekolahnya, membuat cewek-cewek disana menambah terpana. Padahal dia sengaja karena mau menjemput Freya niatnya, tapi cewek itu menolak mentah-mentah. Lagipula sudah biasa juga, Richo hanya ingin waktunya dengan Freya lebih lama. Kalau Richo naik motor, jelas Freya juga akan memilih untuk mengendarai motornya juga, karena memang dia akan menolak untuk di bonceng apalagi orang yang memboncengnya itu adalah Richo. Sungguh tidak sudi.

Freya mengerutkan alis melihat mobil mewah berwarna putih itu terparkir di halaman tempat Richo menyimpan motornya.

Dia bertanya-tanya, siapa orang yang tahu tempat itu selain Richo dan temannya?

Dua cowok itu keluar bersamaan, Richo melepas kacamata 'nya yang di lempar ke arah jok mobilnya.

"Hai sayang, udah nunggu lama?"

Freya berdecih. Menjijikan.

Marvin diam, dia cukup memperhatikan.

"Marvin." gumam Freya.

Cowok itu mengulas senyum. Richo hanya melirik, dia berjalan menghadap Freya hingga cewek itu tidak bisa melihat cowok yang di sapanya.

"Ada pacar sempet-sempetnya lirik cowok lain." ujarnya, tangan Richo mengelus rambut Freya buat cewek itu mendongak menatap tak suka.

Marvin menghela napas, dia memalingkan wajahnya melihat ke arah lain. Rasanya lama-lama melihat Richo yang bermesraan membuatnya dongkol, Richo keterlaluan.

Kepala Freya mencoba untuk mengintip dari bahu Richo, tapi kedua tangan Richo segera menarik sehingga tatapannya beradu.

"Ngapain si liatin dia," dengus Richo, tapi dia tersenyum, lalu berucap. "Oh, iya. Aku punya kejutan buat kamu."

"Bukti?"

"Freya, tolong jangan bahas soal ini lagi. Lama-lama aku pusing, kamu cekal dulu aja janji aku. Sekarang, aku mau kasih kamu sesuatu."

Freya menghela napas, dia kira kalau Richo akan melunasi janjinya.

Richo merangkul Freya, dia mengajak pacarnya untuk masuk ke basecamp yang terlihat seperti rumah biasa, tempat Richo dan temannya berkumpul.

Freya meolot, mulutnya sedikit terbuka, dia begitu terkejut.

"Richo." Freya bergumam, suaranya kedengaran kecil. Richo tahu pasti Freya akan menyukainya.

Cewek itu menoleh, "Darimana lo tahu?" suaranya terdengar lemah, Richo seketika mengingat ucapan Marvin kemarin. Dia merasa bersalah juga pada Freya.

Richo tersenyum manis, dia menyematkan anak rambut Freya ke belakang telinga. "Karena aku cinta sama kamu."

Rasanya Freya ingin menangis meraung. Apa selama ini cinta Richo itu memang nyata?

"Freya. Maafin aku yang membalas dendam kamu ke aku hingga sekarang. Sejujurnya, aku ga ada pemikiran buat hajar kamu, buat kamu terluka di luar maupun dalam." Richo menjeda ucapannya, dia tidak sanggup. Rasa sayang yang sejak dulu terjalar membuatnya semakin menggila. Dia menjilat bibir bawahnya, dan mengulang ucapannya. "Aku cinta sama kamu."

Freya menggeleng kecil, "Cukup lo minta maaf dengan tulus, dan lo ngomong jujur atas apa yang udah lo lakuin. Gue yakin, hati gue bakal coba buat nerima. Sejauh ini, gue ga macem-macem karena mulai pasrah. Tapi kemarin..gue teriak itu karena gue kesel, Richo!" ungkap Freya, dia terisak.

Mendengar isakan itu buat Richo lebih sakit daripada di benci.

"Itu hanya barang yang bisa kapan aja orang taruh, buat gue itu kurang, dan lo seharunya jangan terlalu tersulut. Tangan itu sebentar lagi pasti akan terungkap, gue juga mau lebih lagi buat dapat yang lebih jelas juga." Richo benar-benar percaya bahwa kebenaran untuknya ada. Dia sebenarnya tidak ingin lagi membuang waktu lama, tapi waktu belum tepat baginya. Dia ingin Freya melihat seberapa Freya mampu bertahan dengan dirinya. Richo ingin Freya kuat saat bertarung. Bukankah selama ini wajahnya terus di buat babak belur? Tidak mungkin cewek itu berserah padanya begitu saja.

>>>>

Galen sejak masuk toko terus cemberut, membuat Milano yang memandangnya selalu tertawa diam-diam tanpa cowok itu sadarai.

"Mbak, cake yang paling enak satu."

Ucapannya saja seperti perempuan yang sedang marah pada pacarnya. Milano tahu, Galen pasti kesal padanya karena dia yang mengusulkan untuk menggantikan Freya. Cowok itu lucu juga kalau sedang merajuk.

"Len, beliin juga dong buet gue." ujar Milano.

Cowok itu mendengus, "Pesen aja yang paling murah." desisnya.

Milano pura-pura ngambek dia mencolek tangan Galen seperti anak kecil yang meminta pada orangtuanya.

"Ih, pelit."

Galen menghela napas jengah, dia meneruti. "Dua, mbak."

Milano tersenyum puas, ternyata Galen tidak susah juga untuk di goda. Tapi kasihan juga, padahal Milano hanya ingin becanda.

"Lo bawa tuh sekalian, langsung pulang capek gue." titah Galen dengan nada galak. Cowok itu pasti sangat badmood ulah Milano.

"Eh, Len. Itu bukannnya.."

Mereka berdua saling melirik. "Arkan."

Dua cowok itu segera pergi ke tempat mereka memakirkan motornya. Mereka melihat Arkan yang keluar dari mobil berwarna hitam dengan perempuan yang berpenampilan modis.

Celesse.

Milano dan Galen saling melirik kembali.

"Jangan-jangan mereka emang pacaran yang LDR sebelumnya, No." tebak Galen menatap dua orang itu memasuki toko kue yang baru saja Galen dan Milano keluar.

"Bener. Dari awal emang gue curiga sama Arkan. Lo tau? Gue perhatiin pas si Cel ngenalin diri di depan, kayaknya cuma dia yang malingin wajah dan ga tertarik gitu liatnya." terang Milano.

Galen menatap Milano di sampingnya. "Apa ini harus di kasih tau ke Freya?"

Milano menatap lurus, "kayaknya, Freya juga ga akan peduli."

"Tapi juga dia harus tau. Pantes aja pas kita nongki kata Freya, Arkan ga bisa di hubungi, mungkin karena alasannya ini." tuding Galen.

Milano mengangguk, dia sama sekali tidak menyanggah. "Freya harus tau, kok bisa si Arkan gini? Bukannya dulu kita pernah denger Arkan ngomong.." mereka saling melirik sambil melotot dan berucap bersama, "gue suka sama lo, sambil liatin wallpaper di hp 'nya."

Mereka berdua belum jelas siapa foto wallpaper di hp Arkan. Yang jelas, mereka hanya melihat surai yang menyerupai gadis cantik yang menawan, hari itu juga Arkan langsung memasukan handphone 'nya ke dalam saku celana.

次の章へ