webnovel

03. TATAPAN DARI KOLEGA

Malam tiba, Vino masih berada di dalam kamarnya. Dia sudah menghubungi semua temannya di grup, Vino tidak akan keluar sebelum mereka datang. Kecuali para tamu undangan dari Papa nya yang sudah mulai terdengar, Vino rasa memang mereka hanya para Papa yang seumuran dengan orang tuanya. Yang Vino masih heran kan, kenapa Mama nya sampai mengundang para sahabatnya? Bukan kah acara makan malam itu di adakan resmi? Secara para kolega sang Papa, tidak mungkin hanya karena Vino yang merasa kesepian.

Vino bahkan bisa berdiam di kamarnya tanpa harus keluar menemui mereka semua. Tidak perlu di buat repot, namun memang Papa nya sangat penting bagi para Pembisnis. Vino pasti akan selalu di kenalkan pada teman kerjanya.

Vino memang pernah merasa bosan bahkan sampai mendiamkan kedua orang tuanya karena acara resmi dia pun harus ikut serta, bahkan Vino tidak bicara sepatah kata pun selama kedua orang tuanya berbincang. Entah berapa jam dia berdiam duduk sendiri tanpa ada teman yang di kenali, Vino sangat geram.

Mungkin karena hal tersebut Mama nya mengundang semua para temannya, Vino juga bisa mengobrol puas jika seperti itu.

Ketukan tiga kali dari luar kamar membuat Vino menatapnya cepat. "Sayang, ayok keluar." suara Jenifer, sang Mama yang sudah memanggil.

"Iya, Ma." dia melangkah dan membuka pintu kamarnya. "Temen aku belum pada dateng." ucapnya saat Jenifer meraih tangan kanannya.

"Kata siapa? Mereka ada di luar, tuh. Mama, makannya ke sini untuk kamu ajak mereka masuk." jelasnya membuat Vino mengernyit.

"Oh, udah sampe. Tadi aku tanya katanya masih di jalan." Vino menutup pintunya dan berjalan beriringan dengan sang Mama.

Jenifer tersenyum, "Kamu tadi setel musik, jadi ga kedengeran suara motor mereka 'kan?" katanya sedikit mengusap rambut Vino. "Mama, tadi manggil kamu dari tangga juga ... tapi kamu ga nyahut jadinya ngetuk pintu aja."

"Eh, iya. Hehe, maaf." Vino sedikit mengusap leher belakangnya. "Mama, selalu aja tampil cantik. Kenapa, sih? Kalau kolega, Papa, naksir gimana nanti?" Vino berkomentar, padahal Mama nya sudah biasa dengan penampilan seperti itu. Apa Vino baru menyadarinya sekarang?

"Sayang, udah jangan ngawur. Sebelum nyambut temen kamu, alangkah baiknya kamu menemui semua kolega di ruang makan, ya." ucap Jenifer memegang bahu puteranya.

Vino mengangguk dan berjalan ke arah tujuan, dia mulai menampilkan senyuman manis. Candra yang menoleh kini berdiri, menyambut Vino dengan rangkulan di bahu cowok itu.

"Kalian sudah tahu putera saya ini, kan? Dia ... Vino Reinda. Calon pemilik saham besar di perusahaan yang sedang saya jalankan." kata Candra memperkenalkan.

Vino memberi salam, sedikit membungkukkan tubuh atasnya dengan sopan. Persis saat dia di perkenalkan pada rekan kerja Papa nya yang lain, Vino sudah biasa melakukannya. Mungkin kali ini dia terlihat seperti Pangeran tampan yang menyambut para kerajaan.

"Wah, dia memang cocok. Selain tampan dan terlihat elegan."

"Iya, sangat menarik."

"Vino, memang pantas menjadi penerus kita semua."

Berbagai komentar yang sudah Vino sering kali dengar. Rasanya Vino bosan, dia juga tidak berniat untuk langsung bekerja mengurusi perusahaan. Vino masih ingin bebas main dengan semua temannya, apalagi dia masih anak remaja SMA. Apa nantinya akan berjalan lancar jika dia sudah di percayakan?

"Terima kasih. Tapi, saya ijin keluar." ucap Vino yang segera di angguki Papa nya. Mereka semua tahu, Vino pasti akan menemui temannya yang sudah menunggunya di luar rumah.

"Ajak mereka semua masuk, ya. Kita langsung makan malam bersama." ucap Jenifer yang segera di angguki.

"Permisi."

.......

Vino membuka pintu utama, dia menatap semua temannya yang terlihat sudah bosan. Vino menghampiri sambil menahan tawa, kenapa semua temannya seperti orang nyasar yang tidak tahu arah tujuan? Yang terlihat paling mengenaskan itu Tama. Cowok itu sampai duduk bersila di bawah dengan sikut tangan yang berada di paha sedangkan kepalan tangannya yang menopang pipi.

"Lo pada lagi ngapain?"

Semua atensi langsung saja teralih.

"Ini, nih. Si tuan muda yang buat kita jamuran." Boby menyemprot jengkel. Vino hanya tertawa kecil menanggapi, dia tidak begitu memikirkan temannya yang pasti sudah marah dan menyumpah serapah di dalam hatinya.

"Ya, sorry. Gue tadi harus bersikap sopan depan mereka. Ga seru." Vino memelankan ucapannya di akhir, dia takut ada salah satu dari mereka yang mendengar walau pun dari halaman depan ke ruang makan.

Geri membengkokkan bibirnya. "Terserah tuan muda, Vino."

"Yaudah. Ayok, masuk. Kalian semua pasti udah pada laper, kan." mereka semua mendengus kasar sebelum akhirnya melangkah di depan, sedangka Vino sang pemilik rumah di belakang, memastikan semua temannya ikur serta dalam acara malam ini.

Namun saat mereka sudah berada di ambang pintu melihat para pengusaha yang sedang berbincang, kakinya mendadak berhenti.

Vino sampai mengernyit bingung. "Kenapa jadi pada diem?" tanyanya.

"Lo yakin ini kita di undang? Mereka salah satu orang terkaya juga selain bokap lo." ucap David sedikit berbisik pada Vino.

"Nyokap yang udang lo semua. Dia juga nyuruh kita buat cepetan masuk, biar cepet selesai ini acara. Gue udah males, tau." Vino membalas berbisik, cowok itu masih berada di belakang para temannya.

"Loh, ayok. Sini ikut kami duduk, kita akan memulai acaranya loh." ajakan dari Jenifer membuat teman Vino mematung karena terkejut.

"Udah, ayok. Jangan buang waktu." kedua tangan Vino akhirnya terangkat seolah mendorong punggung teman-temannya. Memang seharusnya dia yang harus membujuk.

"Mari, silahkan duduk." ucap Jenifer tersenyum ramah.

"Makasih banyak, Tante." serempak mereka semua.

Candra tersenyum lebar. "Maaf, kami juga mengundang teman putera saya. Setidaknya jika hanya para orang dewasa sedikit terasa hambar, maka dari itu tidak ada salahnya bukan saya mengundang lebih dari tamu?"

"Tidak apa, Pak. Kami merasa senang, karena acara makan malam ini berbeda dengan acara lain yang sering kali saya hadari." kata salah satu kolega.

"Baik, kalau begitu mari kita semua makan. Semoga hidangan yang telah kami siapkan ini, kalian menyukainya."

Vino melirik semua temannya yang merasa gugup. Biar lah mereka merasakan apa yang selama ini Vino rasakan. Mungkin mereka selalu berpikir menjadi Vino itu lebih menyenangkan, menjadi anak yan sering kali di kenalkan pada orang-orang yang di temui oleh Papa nya. Atau Vino yang pasti mengenal semua pengusaha sukses.

Bahkan Vino sendiri tidak mengingat para wajah yang telah dia jabati tangan.

Geri yang berada di sebelah Vino mengunyah makanannya sedikit lambat. Vino yang merasa tidak beres bertanya dengan bisikan, "Ger, ada apa?"

Kepala cowok itu menggeleng cepat, Geri kembali menatap hidangan di depannya tidak selera. Vino mulai tidak nyaman, dia mengeluarkan handphone dari saku celananya dan memberi pertanyaan lewat chat.

Terdengar handphone Geri bergetar, dia ambil dan segera mengetikan sesuatu yang membuat Vino menatap cepat.

|Kolega di depan lo natap gue seakan mau lahap dan nerkam gue, Vin.