webnovel

To Be Young and Broke

Teresa seorang gadis berusia 18 tahun berusaha membalaskan dendamnya pada seseorang yang amat menyayangi dirinya, ayahnya. Tetapi jalannya tidak mulus, diantara dendam dan ayahnya, Teresa dihadapi oleh seorang teman, sahabat dan mungkin cinta pertamanya, di sisi lain kehidupan bersama Bintang seorang duda berusia 17 tahun lebih tua dari dirinya dengan kondisi sekarat menjanjikan pembalasan dendam yang lebih mudah dan cepat untuk dipilihnya. Apa yang akan terjadi diantara mereka? Pertarungan antara cinta dan dendam, masa muda dan kematangan, kemapanan dan kehancuran.

StrawMarsm · 若者
レビュー数が足りません
26 Chs

18| To Be Young and Broke

Teresa termenung di kamarnya, beberapa orang kenalannya masih menikmati pesta di luar sana, keluarganya sudah pulang beberapa saat yang lalu, dan Bintang sibuk dengan beberapa teman-temannya yang terlebih dahulu telah Teresa sapa dan gadis itu sama sekali tidak tertarik dengan mereka.

Gadis itu merebahkan dirinya pada ranjangnya, masih mengenakan seragam sekolah dan menatapi kotak kecil itu. 'Apa isinya?' Gadis itu bertanya-tanya dalam fikirannya, gadis itu ingin sekali kembali mendial nomer telfone Roy dan berbicara dengan pria itu lagi, mengabaikan jarak dan waktu dan ketidak mungkinan yang membentang di antara mereka, gadis itu tidak luluh pada keinginannya, ia selalu mengingkari kata hatinya

Gadis itu melangkah menuju jendela besar yang ada di kamarnya dan membukanya, membiarkan udara malam memasuki kamarnya, gadis itu duduk di pinggiran jendela itu, mulai membuka pita dan pembungkus kotak kecil itu, gadis itu tertawa kecil melihat bagaimana asal-asalannya bungkusan kotak itu, dapat gadis itu bayangkan bahwa Roy sendirilah yang membungkusnya, pria itu sama sekali tidak tertarik dengan crafting atau melipat kertas, wajah Roy yang bersusah payah membungkus kotak kecil itu sudah membuat senyuman lebar merekah di wajah Teresa

Gadis itu menatap langit malam dan untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum tanpa banyak beban fikiran atau tanpa menangis "Makasih ya" Tukas gadis itu kepada langit dan heningnya malam

Bungkus merah muda itu tersingkir, begitu juga pita mungil yang ada di atasnya, menyisakan sebuah kotak beledu hitam, kotak cincin. Teresa dalam hatinya menebak-nebak apa yang ada di dalamnya, Roy tidak mungkin memberikannya cincin kan? Roy bukan tipe yang romantis, dan untuk apa ia memberikan Teresa cincin? Apa lelaki itu mengerjai Teresa? Di dalam kotak itu mungkin saja bukan cincin tetapi suatu barang jahil yang sengaja diletakan Roy dalam kotak itu, tapi mengapa Roy mengerjai Teresa di hari ulang tahunnya? Ya, meskipun ini hari ulang tahunnya dan kadang ada saja orang-orang yang mengerjai orang yang berulang tahun, tapi Roy juga bukan orang yang senang mengerjai orang lain, lelaki itu lebih suka menghajar dibanding hanya mengerjai

Teresa menatap kotak itu lagi dan dengan ragu-ragu dan antisipasi, gadis itu perlahan-lahan membuka kotak itu, sebuah kertas kecil terbang begitu saja terbawa angin dari kotak itu meninggalkan sebuah cincin silver dengan permata biru yang sangat indah, gadis itu menitihkan air mata, bagus sekali.

Gadis itu memandangi cincin itu sebentar kemudian menaruhnya di laci nakas samping tempat tidurnya kemudian berlari sekuat tenaga menuju gerbnag utama dimana kertas kecil itu bertiup

Teresa berlari kesana-kemari mencari-cari kertas itu mengabaikan beberapa orang yang berlalu-lalang dan menatapnya kebingungan atau menyapanya, gadis itu hanya mempunyai satu tujuan, mencari kertas kecil dari kekasihnya, ia tidak menerima distraksi sedikitpun, hingga seseorang benar-benar mengintrupsinya

"Teresa" Tukas Bintang entah dari mana pria itu muncul

Gadis itu menoleh pada pria itu

"Kamu ngapain?"

Teresa berbalik sebentar dan di saat yang bersamaan ponsel Bintang berdering dan pria itu membalikan tubuhnya untuk menerima panggilan itu, gadis itu melepas satu antingnya dan melemparnya sembarang

Panggilan itu begitu singkat dan Bintang memutuskan sambungan itu, pria itu kembali menoleh pada istrinya

"Kamu cari apa?" Ulangnya lagi

"Anting aku" Tukas gadis itu sedikit gelagapan sambil menunjukan satu telinganya yang tanpa anting

Pria itu menghembuskan nafas sambil kemudian tersenyum kecil mendekat ke arah istrinya "Nanti saya belikan lagi" Tukasnya "Kamu mau yang seperti apa?" Tanya lelaki itu kemudian

Teresa mengangguk dengan terpaksa

Bintang merangkulnya dan mengajak gadis itu untuk kembali masuk dengannya "Kenapa kamu bisa kehilangan anting itu?" Tanya Bintang sambil mereka melangkah menuju lift

"Kebawa angin" Saut gadis itu yang mengundang tawa Bintang

Pesta itu sepertinya sudah selesai, beberapa orang berlalu lalang dengan seragam hitam putih membereskan segalanya, awalnya Teresa kira ini hanya pesta sederhana antara dirinya, Bintang dan keluarganya juga beberapa kenalan, tapi ternyata ini jamuan makan-makan yang lumayan besar. Bintang masih merangkul gadis itu meskipun Teresa merasa sangat gerah dan ingin sekali melepaskan rangkulan itu

"Kamu kenapa?" Tanya Bintang tiba-tiba membuat Teresa terlepas dari lamunanya

Teresa menggeleng "Gapapa" Tukasnya, gadis itu segera melangkah keluar ketika lift itu terbuka dan mereka telah tiba di lantai 4, gadis itu menginginkan cincin Roy dan sesegera mungkin kembali ke kamarnya

Bintang menahannya saat gadis itu hendak berbelok ke arah kanan, aray yang berlawanan dengan kamar Bintang, gadis itu menoleh dengan tatapan tidak suka "Kenapa?" Tanyanya

Bintang agak gugup saat berbicara "Teresa, saya sudah mendaftarkan pernikahan kita secara legal" Tukasnya, membuat sebelah alis gadis itu terangkat "Kita sudah menikah secara legal" Sambung pria itu lagi "Jadi saya fikir mungkin sudah tepat waktunya untuk kita tidak tidur di kamar yang terpisah"

Teresa membelalakan matanya, fikirannya berkelana, sudah cukup sulit baginya dan menyiksa perasaannya menerima keadaan bahwa ia telah menikah dengan seorang lelaki hampir paruh baya yang juga hampir orang asing yang baru dikenalnya selama beberapa bulan, menderita sakit dan merupakan anak dari orang yang telah dianggapnya sebagai kakeknya, gadis itu menikahi pamannya yang sekarat yang beberapa saat sebelumnya mungkin membecinya dan gadis itu kembali teringat dengan peristiwa aneh yang ia buat saat ia, Bintang dan Hani berkendara pulang setelah membeli obat

Teresa sudah berusaha menerima keadaan sampai di sini, gadis itu menerima perannya sebagai istri pura-pura dan sekarang pria itu mungkin meminta istri yang sesungguhnya, gadis itu bergedik

Melihat sepercik kengerian dari wajah gadis itu, pria itu meluruskan "Teresa, saya tidak akan menyentuh kamu atau apapun itu tanpa persetujuan kamu, saya hanya ingin kamu selalu berada di sisi saya, dekat dengan saya" Tukas lelaki itu lagi

Gadis itu menarik nafas memerhatikan raut wajah pria itu, kemudian gadis itu menunduk dan membuang pandangannya ke arah lain "Tapi lu tau kan... eh, maksud gue.., maksud aku, mas tau kan kalo aku punya keanehan tidur" Tukas gadis itu lagi dengan ragu-ragu

Lelaki itu merangkul Teresa "Saya tau" Bisiknya pada gadis itu "Saya akan mengusahakan yang terbaik untuk kamu, kita sembuhkan semua luka jiwa kita bersama sayang" Jawaban pria itu membuat Teresa bergedik dan terenyuh di saat yang bersamaan

Pria itu melepaskan rengkuhannya pada gadis mungil itu "Selamat malam sayang" Tukasnya pergi ke arah berlawan dengan gadis itu tanpa sempat Teresa mengucapkan sepatah katapun

Gadis itu menarik nafas panjang dan membuangnya dengan gusar dan setengah berlari menuju ke kamarnya, gadis itu gusar, kesal dan marah, pernikahan yang ia dasarkan oleh pembalasan dendam ini, perlahan-lahan mulai menumbuhkan sebuah penyesalan

Gadis itu terlentang di atas ranjangnya menatap permata biru laut itu "Kapan lu pulang?" Gumamnya

Gadis itu melirik pada jari manis kirinya, ingin sekali ia memakai cincin pemberian Roy, namun jari itu sudah terisi dengan cincin berpermata putih pemberian Bintang. Sejanak gadis itu melepas cincin kawinnya dan mengganti dengan cincin pemberian kekasihnya, gadis itu menghembuskan nafas, ini bukan suatu penghianatan jika ia mengantikan cincin pemberian suaminya dengan cincin pemberian kekasih hatinya, tapi makna di dalamnya jelas sekali itu merupakan penghianatan, hatinya berkhianat, ia telah menjorok ke arah penghianatan menghianati Bintang, gadis itu meneteskan sebulir air mata, ia perlahan menjelma menjadi sosok yang ia benci, orangtuanya, yang berkhianat pada keluarganya

Gadis itu memejamkan matanya, tersenyum sesaat pada bayangan Roy yang selalu ada di kepalanya belakangan ini, sebelum kemudian menggelengkan kepalanya kuat-kuat menyingkirkan semua yang berkecamuk di fikirannya tentang lelaki itu

Gadis itu melepaskan cincin pemberian Roy dan memasang kembali cincin pernikahannya dan dengan setengah berlari gadis itu menuju suatu kabinet yang berisi segala perhiasan yang dipunyainya, gadis itu meraih kotak kecil yang dahulu diberikan ibunya ketika ia masih lebih kecil sebelum kecelakaan traumatis itu

Ada sebuah kalung dan liontin perak di dalam kotak itu, ibunya memberikannya untuk hadiah ulang tahunnya belasan tahun yang lalu, kalung yang selalu ia kenakan sampai saat semuanya berakhir tidak menyenangkan, pernikahan kedua orang tuanya, Teresa melepaskan liontion itu dari kalungnya, gadis itu menggantinya dengan cincin pemberian Roy, Roy benar, hanya masalah waktu saja Teresa berubah menjadi orang yang ia benci, tapi masalah hatinya, ia tidak bisa membohonginya, ia mungkin telah jatuh cinta pada lelaki nakal yang tanpa sadar mereka hanya memiliki dan mengerti satu sama lain, bahkan jika gadis itu memikirkannya lagi, Bintang tidak bisa mengertinya, atau setidaknya gadis itulah yang tidak ingin dimengerti oleh Bintang

Pagi itu Teresa terbangun dari tidurnya, sudah belasan tahun gadis itu tidak dapat tertidur di ranjangnya, gadis itu selalu terbayang saat ayahnya masuk ke kamarnya dengan keadaan murka dan begitu saja menyeretnya keluar, gadis itu selalu terbayang kejadian itu jika ia mencoba untuk tidur di atas ranjangnya, Kaisar mengetahuinya sata gadis itu menginap di bungalow adiknya itu, sementara Bintang, Teresa tidak tau pasti kapan lelaki itu mengetahui rahasianya, mungkin salah satu malam di rumah sakit atau mungkin ia memergoki gadis itu tertidur di suatu pagi, 'entahlah' batin gadis itu, sejauh ini hanya Bintang dan Kaisar yang mengetahui rahasianya yang berusaha gadis itu sembunyikan mungkin selamanya, bahkan ayahnya tidak mengetahuinya

Gadis itu keluar dan bangkit dari bawah ranjang tempat tidurnya, bagi gadis itu tempat di bawah ranjangnya adalah tempat yang paling aman, tidak ada seorang pun yang begitu saja bisa menyeretnya keluar seperti belasan tahun lalu jika gadis itu tidur di bawah ranjangnya. Gadis itu merebahkan tubuhnya sebentar di atas ranjangnya untuk memberikan kesan berantakan pada salah satu sisi ranjangnya seolah-olah gadis itu menghabiskan malamnya tertidur di situ. Gadis itu merentangkan kedua tangannya keudara seraya mengumpulkan kesadarnnya, dengan malas gadis itu kembali bangkit dari ranjangnya, gadis itu hanya menyeka wajahnya dan membasuh tubuhnya singkat dengan pancuran air hangat dari shower sebelum berganti pakaian seragam sekolah lagi untuk kembali ke kegiatan yang amat dibencinya, berangkat sekolah, suffering selama di kelas, mencoba menghiraukan segalannya dan semua orang yang menjelma menyebalkan selama di sana, dan hari itu terulang-ulang lagi lima kali seminggu

Gadis itu hampir menyentakan setiap langkahnya menuju lift ke lantai dua untuk sarapan, Bintang sudah ada di salah satu sudut meja makan dan Teresa begitu saja duduk di salah satu sisi tampat duduk berdekatan dengan Bintang, Bintang sudah menyantap roti isinya sementara Teresa tanpa ragu langsung menyambar roti tawar yang terlihat menggiurkan dan memberi berbagai macam selai yang ia suka, gadis itu tenggelam dalam kebahagiaanya mencampur berbagai macam selai di atas meja yang menciptakan rasa baru pada setiap gigitan pada rotinya

Gadis itu tidak menyadari jika sedari tadi Bintang memerhatikannya, lelaki itu terlihat menikmati pemandangan makan Teresa yang berantakan dan kekanakan, lelaki itu bahkan tidak hentinya menorehkan senyum dan tanpa lelaki itu sendiri sadari, salah satu tangannya sudah menyetuh sudit bibir gadis itu untuk membersihkan selai yang tertinggal di sana

Teresa menoleh kepada Bintang, lelaki itu tersenyum sambil menyeka salah satu sudut bibirnya

Gadis itu balik tersenyum

Teresa melanjutkan makannya dan pria itu untuk sesaat kembali pada rotinya juga, tetapi saat Teresa sudah kembali sibuk dengan rotinya, pria itu kembali mengalihkan perhatiannya pada gadis itu, sama sekali tidak berminat pada roti isinya, mereka hanya makan bersama dan saling tersenyum dan tanpa sadar menjadi saat-saat favorite yang dinantikan Bintang setiap harinya

Teresa setengah berlari menuju mobilnya, gadis itu memang setiap hari seperti itu, bangkit dari tidurnya dengan tidak rela, berjalan malas untuk berpakaian dan membersihkan dirinya, sarapan dengan lahap dan santai, kemudian seperti dikejar-kejar saat hendak berangkat sekolah

Gadis itu masuk duluan ke dalam mobilnya mengambil tempat duduk penumpang di belakang, sebelum kemudian sopirnya masuk ke belakang kemudi mobilnya dengan kening berkerut dan wajah yang sama mengkerutnya

"Kenapa pak" Teresa penasaran dengan semua kerutan wajah itu

Sopir itu menyalakan mobilnya dan kemudian menunjukan sebuah kertas kotak keci pada Teresa "Ini mba, tulisannya jelek banget, saya gak bisa bacanya" Tukas bapak itu memberikan kertas itu pada Teresa

Tulisannya sangat jelek, tapi Teresa kenal tulisan ini, Roy

[Mungkin jarak dan waktu dan raga gue yang sakit untuk sementara bakal jauh dari lu, tapi perasaan gue, gue tinggal buat lu. Happy Birthday Res] Tulis lelaki itu dengan tulisan cakar ayamnya

"Bapak dapet kertas ini dari mana?" Tanya gadis itu lebih penasaran lagi

Mobil Teresa sudah melaju cepat saat itu "Itu tiba-tiba aja ada di wiper mobil tadi pagi mba waktu saya lagi lap-lap mobilnya" Tukas bapak itu

Teresa tersenyum dan matanya berkaca-kaca, semalam gadis itu mencari kertas yang sekarang ada digenggamannya dengan menggila dan sama sekali tidak menemukan kerta itu malah kehilangan juga sebelah antingnya, dan sekarang, gadis itu sudah melupakan kertas itu dan kertas itu datang begitu saja kepadanya

"Mba bisa baca tulisan jelek itu?" Tanya si bapak sopir

Teresa menggangguk "Saya jago banget nerjemahin tulisan ini pak" Tukasnya menerawang kembali saat-saat ia harus membaca buku Roy yang entah dari mana selalu mendapatkan contekan untuk tugas-tugas Teresa

"Emang tulisannya apa mba? Saya sama sekali gak bisa bacanya mba" Sekarang bapak sopir itu yang gantian penasaran

"Isinya tulisan selamat ulang tahun buat saya" Tukas gadis itu singkat dengan sebuah senyuman

Sopir itu tersenyum menampilkan deretan gigi dan gusinya sambil fokusnya tetap ke jalanan "Pasti laki-laki" Tukasnya

Sejanak Teresa menatap ke sopirnya "Kok bapak tau?"

Sopir itu menyeringai "Tulisannya jelek banget mba, gak mungkin punya cewe" Sautnya lagi

Teresa tertawa mendengar penjelasan nyeleneh yang masuk logika dari sopirnya itu

"Orangnya spesial ya buat mba?" Tanya sopir itu tiba-tiba membuat Teresa sedikit banyak terkejut

"Kok bapak bisa tarik kesimpulan kayak gitu?" Protes Teresa

Sopir itu melirik kepada Teresa sebentar sebelum fokusnya kembaki ke jalanan "Mba keliatan seneng banget nerima kertas itu dibanding waktu mba dapet kejutan dari Pak Bintang" Tukas sopir itu untuk sejenak menimbulkan kewaspadaan pada Teresa, gadis itu baru menyadari bahwa sopirnya memiliki pengamatan yang cukup tajam dan objektif tentangnya

Gadis itu menggeleng "Temen doang pak" Saut gadis itu

Bapak sopir itu hanya tersenyum menanggapi jawaban Teresa

Sisa perjalanan hanya dilalui dengan musik asal yang mengalun lewat radio mobil itu, Pak Bakti, sopir Teresa fokus menyetir tidak lagi bertanya atau membuka percakapan apapun dengan Teresa, dan gadis itu juga hanya sibuk memandang ke samping jalanan pagi yang sibuk dan macet di beberapa titik

Gadis itu memejamkan mata dan membayangkan dirinya berpegangan pada Roy sementara lelaki itu mengebut memacu motornya mengantar Teresa ke sekolah atau kemanapun gadis meminta untuk diantarkan, gadis itu membuka matanya tanpa sengaja melihat lapak bubur pinggir jalan yang beberapa kali ia singgahi dengan Roy, ada sepasang anak sekolah berseragam lainnya yang sedang makan di sana, dan lagi-lagi gadis itu seolah melihat dirinya dengan Roy yang ada di sana, gadis itu menghembuskan nafasnya, menyadarkan kepalanya pada kursinya, mengumpat pada dirinya berusaha menghilangkan segala bayangan Roy di dalam kepalanya

Gadis itu datang tepat saat gerbang sekolah hendak ditutup, gadis itu berlari dan dihadiahi oleh pelototan guru disiplin dan Jordan di samping guru disiplin itu menyeringai geli sambil menundukan padangannya menghindari sorot mata Teresa

Semakin hari semakin ia membenci lelaki itu

Gadis itu berlari menuju kelasnya, setengah mati berusaha agar tidak menjitak ketua osis itu.

Selanjutnya hari yang monoton kembali dimulai, ceramah guru, pembagian kelompok dan segala kegiatan sekolah yang sama sekali tidak diambil pusing oleh Teresa, gadis itu telah mengelana di alam fikirannya tentang segala hal yang terlintas di benaknya, tentang Roy, tentang Bintang, tentang kehidupan yang dimilikinya dan tentang yang tidak dimilikinya, dan kemudian bel kemenangan berbunyi, istirahat.

Gadis itu melenggang menuju kantin mengabaikan semua orang yang berpapasan dengannya, gadis itu mengambil tempat di sudut kantin agak jauh dari siswa siswi lain yang menggerombol, gadis itu memesan setangkup roti bakar dengan es teh manis dan dengan pemandangan tumpukan bangku rusak yang berdebu di hadapannya gadis itu dengan asik memakan hidangannya, di ujung kantin itu ada sebuah sekat tembok dan beberapa meja dan bangku tambahan yang sesekali digunakan orang-orang untuk berkumpul, tapi jarang karena tempatnya terlalu di pojok, tidak stategis dan agak kotor, dari celah antara dinding pemisah itu, Teresa melihat seseorang di sana, Teresa mengenali orang itu. Entah apa yang merasuki gadis itu, kali ii tanpa sebuah keterpaksaan, untuk pertama kalinya gadis itu menghampiri sosok itu sambil membawa rotinya dan minumannya

Lelaki itu menatap Teresa yang mendekat ke arahnya dengan makanan dan minuman yang dibawa gadis itu, dengan leluasa, gadis itu duduk di hadapannya

"Ngapain lu?" Tanya lelaki itu "Ada angin apa lu jajanin gue?" Tukan lelaki itu lagi pandangannya tertuju pada makanan dan minuman Teresa

Gadis itu memutarkan bola matanya "PD banget lu, beli sendiri" Saut Teresa

Lelaki itu hanya mengangkat bahunya dan kembali menyesap minuman coklat jernih diplastik bening yang diberi sedotan

Teresa mencibir pada lelaki itu "Sok culun lu minum pake plastik gitu, isinya pait kan" Tukas gadis itu sambil menggigit roi bakarnya

Lelaki itu menyeringai dan kembali menyesap sedotannya

"Gue baru tau, lu minum juga di sekolah, kenapa di sini? Kenapa lu ngumpet? orang-orang gak akan tau juga kalo isinya pait" Tukas gadis itu sambil menikmati makan siangnya

Lelaki itu tidak begitu memperhatikan pertanyaan gadis itu, lelaki itu malah asik memperhatikan gadis itu makan di hadapannya "Lu makan seru banget sih" Tukasnya

Gadis itu mendengus disela kunyahannya "Kenapa sih semua orang suka banget ngeliati gue makan?"

Lelaki itu terkekeh "Abis lu makan kayak babi sih, tapi versi lucunya" Tukas lelaki itu yang di sambut tatapan tajam dari Teresa

"Lu menghina apa muji gue?" Tukas gadis itu

"Dua-duanya"

"Kenapa lu minum di sini jordan?" Gadis itu kembali mengulang pertanyaannya

Lelaki itu kembali meminum minumannya "Ya kenapa enggak? Lu sendiri kenapa malah ikutan mojok bareng gue?" Lelaki itu balik bertanya

Teresa memutarkan bola matanya dan menghabiskan rotinya "Gue gak punya temen selain Roy gak minat sama orang-orang non sense" Tukas gadis itu menimkati kunyahan terakhir rotinya

Jordan terkekeh meledek "Trus gue sekarang temen lu gitu? Gue make sense buat lu?"

Teresa menjulingkan matanya "Jangan berharap lu" Tukasnya lalu meminum es teh manisnya dengan rakus dan bergegas pergi meninggalkan Jordan

"Mau kemana lu?" Tanya lelaki itu sebelum gadis itu pergi meninggalkannya

"Nyebat" Tukas gadis itu kemudian benar-benar meninggalkan Jordan

Gadis itu bersandar pada sebuah pohon tempat ia biasa menghabiskan sisa jam istirahat atau bolos kelas merokok dan memandang langit di bawah bayang-bayang sebatang pohon yang rindang. Beberapa anak laki-laki juga melakukan hal yang sama di beberapa sudut tempat terpencil itu, dan mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing tanpa sempat mengomentari Teresa

Gadis itu mengesap dan menghembuskan asap rokoknya lamat-lamat menikmati asap mematikan itu berputar-putar di hadapannya

"Udah gue tebak lu di sini" Tukas sebuah suara yang tiba-tiba bergabung dengan Teresa

Gadis itu memejamkan matanya jengah "Ngapain lu di sini? Kepsek nyuruh lu buat nyeret gue ke bagian disiplin? Gue gak ngapa-ngapain Jordan" Tukas gadis itu menyampaikan poinnya

Lelaki itu mengabaikan perkataan Teresa dan ikut bersandari di pohon itu tepat di samping Teresa dan dari kantong celananya pria itu mengeluarkan satu plastik bening lagi berisi cairan coklat bening yang di ikat di salah satu ujungnya seperti es mambo

Gadis itu tidka lagi memusingkan pertanyaannya yang diabaikan oleh Jordan, lelaki itu bukan musuhnya untuk saat ini. Gadis itu ikut bersandar di samping Jordan, menyesap rokoknya dengan penuh penghayatan dan bel berakhirnya istirahat kembali berbunyi dengan keras membuat telinga berdenyut, anak-anak dengan berbagai macam kata umpatan menyeret tubuh mereka menuju kelas masing-masing, beberapa anak laki-laki yang juga sedang menikmati rokok mereka mematikannya dengan kesal dan setengah berlari memasuki kelas mereka

Menyisakan Teresa, gadis itu tetap tidak bergeming dan tetap menyesap rokoknya dan seorang kenalan yang mendadak bergabung dengannya

"Kelas lu" Tukas gadis itu pada seseorang di sampingnya

"Lu lagi ngomong sama diri lu sendiri?" Gumam laki-laki itu

"Sama lu lah ketos" Tukas gadis itu menyahuti

"Lu kelas?" Lelaki itu balik bertanya

Gadis itu memutarkan bola matanya "Ga" "Lu bisa ga sih kalo gue tanya ga balik tanya? Tinggal jawab aja apa susahnya sih" Sambungnya

Lelaki itu asik dengan minumannya "Ga"

Gadis itu mendengus "Itu udah bel" Runtuknya

"Yaudah, gue denger" Tukas lelaki itu

"Lu kelas bangke" Tukas Teresa pada sosok menyebalkan di sampingnya

"Gue gak mau"

"Tapi lu kan ketos" Tukas Teresa

"Iya, trus?"

"Lu jadi teladan bangsat, gak usah bolos sama gue" Tukas gadis itu kesal

"Gue jadi teladan, gue kasih citra diri gue di depan mereka apa yang mau mereka liat" Saut lelaki itu masih asik dengan minumannya

"Lu dicariin kalo bolos kelas, stupid" Tukas Teresa menyuarakan kekesalannya

Lelaki itu malah semakin asik dengan posisi bersandarnya menikmati minumannya "Kalo lu gak di kelas pas jam pelajaran udah pasti semua orang tau lu bolos, kalo gue, gue sering gak ada di kelas apapun itu agendanya, semua orang berfikiran gue lagi ngurusin osis" Pria itu menyeringai pada Teresa "Think, stupid" Balas lelaki itu sampil menunjuk keningnya dan pada saat itu juga Teresa tau bahwa ketos yang selama ini ketahui adalah aktor bayangan yang sengaja ditunjukan orang di sampingnya untuk semua orang, bukan dirinya yang sesungguhnya, dan saat itu juga setengah mati Teresa menahan dirinya untuk tidak menyundut bola mata lelaki di sampingnya itu dengan putung rokoknya yang masih membara