webnovel

Delapan

Klik

Whhrrrr .... pik pik pik pik

[Welcome, Mr. Vernon]

[Hitung mundur menuju 27 tahun, dimulai]

[5 ...]

[4 ...]

[3 ...]

[2 ...]

[1 ...]

[Happy birthday, ke-27 Mr. Alexander Vernon]

[Singkronisasi di aktifkan]

Bip

Bip

Bip

============================================

Chrip Chrip

Pagi bergulir, Zara kembali menerangi Westmort untuk kesekian kalinya, wajah sembab Lex tampak mengerjap beberapa kali, ia tertidur sejak sore kemarin dan baru saja bangun dari tidurnya pukul 9 pagi ini. Seharian mengikuti Mel untuk mengamati keluarga korban, memberikan sedikit dampak padanya.

[selamat pagi, Mr. Vernon]

"Uwaaakkkhhh !!!"

Lex terjungkal kebelakang sebab terkejut, tiba-tiba sebuah jendela virtual muncul di dalam pandangannya, jendela virtual yang seringkali ia lihat di film-film sci-fi.

"Shit, apa ini?" ucapnya bingung sembari menjangkau jendela virtual itu, tapi tak ada suatu apapun yang terasa pada ujung jarinya, hanya udara kosong yang terasa, seakan tangannya menembus sebuah hologram.

Ia menatap tangannya, lalu bergantian mendongak pada jendela virtual itu, wajahnya masih bingung, ia tak tahu apa yang terjadi. Lalu Lex menyadari bahwa ada tulisan yang tertera disana, dan membacanya dengan seksama.

[selamat anda telah memasuki masa peralihan, singkronisasi selesai.]

"Singkronisasi? Singkronisasi apa?"

[Singkroniskasi atas kekuatan anda tentu saja, sekarang umur anda sudah cukup untuk bisa mengendalikan kekuatan itu sepenuhnya...]

"Wah, dia menjawab ku." gumamnya takjub

[Tentu saja, Aku adalah AI buatan ayahmu, Mr. Morgan Vernon...]

"Apa? ayah membuat hal seperti ini?"

[Yup! Aku ditanam dalam diri anda saat anda berusia 5 tahun, ayah anda sudah mempelajari semua hal tentang kekuatan yang anda miliki...]

"Dan kau baru aktif sekarang?" Lex membelalak, merasa sebal kenapa tak dari dulu saja, selama ini dia sudah banyak menderita karena tak ada tempat berbagi selain sang ibu.

[Selamat ulang tahun!]

"Hei! Jawab aku sial!"

[Aku di program untuk aktif ketika anda memasuki usia 27 tahun...]

"Kenapa?!"

[...]

"HEI!!"

[Tanyakan pada rumput yang bergoyang]

"Apa?" kernyit alis Lex tampak karena mendengar jawaban absurd tersebut.

[He he he kena kau!]

"K-kau bercanda?" Dia tampak Bingung, bagaimana bisa sebuah AI bisa bercanda.

[Ya]

"Wah, tidak bisa dipercaya."

[Apanya?]

"Mana mungkin ada kecerdasan buatan yang bisa bercanda bodoh!"

[Aku bisa]

"Cih!"

[Ayo main tebak-tebakan!]

"Tidak mau! Cepat jelaskan saja kenapa kau baru muncul sekarang?!"

[Baiklah ...]

Whrrrrrr ....

Pip

[Usia 27 tahun, adalah usia yang paling pas untuk mulai mengenalkan anda pada kekuatan itu, karena pada usia itulah mana dalam tubuh anda mengalir stabil, Xirgitan punya perhitungan usia yang cukup tepat untuk mengasah kemampuan. Dan sesuai perhitungan Xirgitan, ayah anda mengatur agar aku aktif di saat anda menginjak usia 27 tahun. Singkronisasi akan aktif secara otomatis, dan anda akan mulai mengasah kemampuan itu, mulai dari sekarang ...]

Lex ternganga, ia sama sekali tak paham, xirgitan? mana? Kekuatan? Kekuatan mencium bau kebohongan itu? Apa ayah tau mengenai kekuatannya itu? Ia tidak ingat sama sekali.

"Aku masih belum mengerti."

[Anda akan mengerti secara perlahan, itu yang master katakan kalau anda mengatakan hal itu]

"Lalu, kekuatan apa yang aku miliki? Kekuatan mencium bau kebohongan itu?"

[Benar, aku akan membantu anda mempelajarinya dengan benar]

"Untuk apa, aku tidak begitu memerlukan kampuan ini, tak usah buang-buang waktu." Lex membuang wajah, ia tidak begitu tertarik dengan kekuatan itu atau hal semacamnya, kalau boleh memilih, dia ingin hidup normal tanpa punya kekuatan.

Zzzztt ...

[Anda tidak ingin mengetahui asal-usul orang tua anda dan siapa yang membunuh mereka?]

Jendela virtual itu muncul kembali di depan wajahnya meski ia sudah berbalik. Lex terdiam membaca tulisan di sana, menelaah setiap huruf itu. Rahangnya mengeras, kecurigaannya soal kematian ayah dan ibunya sedang dibahas oleh benda itu.

"Kau ... apa yang kau maksud?"

[Anda tidak ingin mengetahui asal-usul orang tua anda dan siapa yang membunuh mereka?]

"KUBILANG APA MAKSUDMU! SIAL!"

[Anda tidak ingin mengetahui asal-usul orang tua anda dan siapa yang membunuh mereka?]

"Jawab pertanyaanku sialan!" Lex berusaha menonjok Jendela virtual itu, tapi tak ada gunanya.

[Anda tidak ingin mengetahui asal-usul orang tua anda dan siapa yang membunuh mereka?]

"Hhhaaaahh ... Ya! Beritahu padaku semua nya!" ucapnya menyerah. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

[Data Loaded ...]

Pik

Pik

Pik

[...]

[...]

[Loading selesai]

Whhrrrrr ...

[Selamat datang, tuan Vernon. Anda harus mempelajari emosi dan berbagai hal mengenai emosi sebelum membuka fakta 1]

[Anda siap melakukannya?]

"Apaaaa? Hei! Katakan padaku mengenai adal-usu orang tuaku dan siapa yang membunuh mereka!

[Level anda masih sangat rendah untuk membuka fakta 1, ingin menaikkan level?]

"Kau bercanda?!"

[Tidak!]

[Level anda masih sangat rendah untuk membuka fakta 1, ingin menaikkan level?]

"Kau yang menawariku soal fakta itu, lalu kau mempersulitnya. Kau mempermainkanku? AI bodoh!" geram Lex tapi tak tahu cara melampiaskannya

[Apa maksud anda? Itu adalah syarat yabg sudah dibuat Master...]

"Master? Ayahku?"

[Benar]

"Eeeuurrrggghh ... baiklah, apa yang harus kublakukan untuk naik level?"

[Belajar]

"Apa?"

[Belajar tentang apa itu emosi, pahami dan anda harus mengerjakan ujian naik level setelahnya...]

"Apa tidak ada cara lain? membosankan sekali." cibir Lex

[TIDAK]

"Sial, kapan aku harus belajar itu?"

[Aku akan memberikan materinya, saat anda sudah siap]

"Oke, nanti saja kalau begitu. Aku lapar sekarang. Pergilah dulu."

[perintah diterima]

Pik

"Ah! Bagaimana caranya aku memanggilmu jika aku butuh?"

Pip

[Anda bisa memberiku nama]

"Aah ... apa nama yang diberikan ayahku padamu dulu?"

[PXT2789-56701-JKTXVRW-Z-08]

"Shit, bagaimana aku mengucapkannya kalau sepanjang itu!"

[Beri aku nama yang anda sukai]

"Hmm ... oke, aku akan memberimu nama Jinx!" pekik Lex semangat.

[...]

"Hei, berika responmu!"

[Anda benar-benar suka nama itu?]

"Tentu!"

[Apa aku pembawa sial?]

"Phhfffftt ... mungkin." sahut Lex cuek.

[...]

"Kau tak suka?" Lex sedikit geli, ini seperti sedang mengerjai seseorang, dan terasa menyenangkan. Sebelumnya Lex tak pernah punya teman.

[Yaaahh ...]

Lex menahan tawanya, ini adalah perasaan menyenangkan yang baru pertama kali Lex rasakan, bisa berkomunikasi dengan orang lain secara bebas meski itu hanyalah sebuah kecerdasan buatan.

[Baiklah, aku tidak punya pilihan lain...]

"Buahahahah, oke, mulai sekarang namamu adalah Jinx!"

[Perintah diterima]

Whrrrr ....

Pik

Layar virtual itu menghilang, kini pandangan Lex kembali normal, ia kemudian memastikan lagi apakah jika memanggil nama itu, layar virtual itu akan benar-benar muncul?

"JINX!"

Pip

[Selamat siang Mr. Vernon]

"Woaaaahh ... ini keren."

[Adakah hal yang bisa saya bantu?]

"Tidak ada, aku hanya menguji coba saja. Kembalilah ke tempatmu sembunyi."

[Perintah diterima]

Pik

Pandangannya kembali normal, tak ada layar virtual kasat mata yang tampil di depan Lex. Ia bersiul senang sembari membuat semangkuk sereal, Mel mengantarnya ke Wellmart kemarin setelah ia membantu polisi cantik itu untuk menemui keluarga korban, ia banyak membeli stok kebutuhan dapurnya, juga kebutuhan mandi yang tak tak jadi ia beli beberapa waktu lalu sebab insiden dengan Mel.

Hari ini, ia harus pergi menemani Mel lagi untuk menemui 2 orang teman lelaki korban pembunuhan pertama dan sekarang Lex sedang menunggu Mel menjemputnya.

Mengenai Jinx, Lex sudah berencana mencari tahu lebih lanjut soal kecerdasan buatan itu, ia pikir, komputer lama sang ayah masih menyimpan banyak rahasia yang belum bisa di pecahkan oleh pemuda itu sampai detik ini.

Gedoran pintu membuyarkan lamunan Lex, ia berjalan gontai untuk membukanya, dan sudah bisa di tebak kalau orang yang menggedor adalah Mel, wanita berwajah datar tanpa ekspresi.

"Cepat, aku tak punya banyak waktu!" seru Mel yabg mendadak sebal melihat bagaimana penampilan pria itu saat ini. Ia bahkan masih memakai kaos tidurnya sekarang.

"Ya ... yaaa ... cerewet, biarkan aku habiskan serealku." Lex kembali ke hadapan mangkuknya setelah menutup pintu.

"Kenapa kau tak bersiap sejak tadi? Aku bilang padamu akan menjemput pukul 9."

"Eeuuh ... ada sesuatu yang harua ku kerjakan dulu tadi, jadi yaa ... begitulah." Lex menyuap serealnya, menikmati setiap gigitan tanpa peduli dengan wanita yang sudah gelisah itu di hadapannya.

"Ku beri kau waktu 5 menit untuk habiskan sarapanmu dan 2 menit untuk ganti baju!"

"Hei, kenapa kau yang mengatur-atur aku?! Kau yang memintaku membantumu, bukan aku yang mengemis, kau ingat?! Jadi jangan semena--mena terhadapku Melva O'connor!"

"Terserahlah, yang penting cepat, aku sungguh tidak ada waktu untuk bersantai sekarang."

"Aku tahu! Biarkan aku makan demgan tenang!"

Mel diam, memilih menilik sekeliling rumah yang terlihat sedikit lebih rapi dari biasanya.

"Beri aku waktu 5 menit!" Lex terburu ganti baju dan bebersih, maninggalkan Mel sendirian di dapur. Tak lama Lex selesai dan mereka memikih ubtuk segera pergi untuk menemui Ivan Spike, salah seorang teman lelaki dalam lingkaran pergaulan Naomi Andersen, sang korban pertama.

Toko olahraga itu tampak sepi, mereka masuk dengan santai dan berlalu seakan mereka adalah kostumer reguler, Lex dengan maskernya juga melihat sekeliling, hanya samar hitam dan keabuan yang tampak dipandangannya, pertanda tak terdapat banyak orang di tempat ini.

Seorang pria berada dibalik meja kasir, name tagnya sesuai dengan nama orang yang mereka cari.

"Tuan Ivan Spike, saya Melva O'connor dari VCPD, saya minta kerja sama anda untuk memberi keterangan tambahan mengenai Naomi Andersen. Anda kenal dengan korban bukan?" ujar Mel sambil menunjukkan lencananya.

Pria itu tampak terkejut dan sedetik kemudian ia lari menuju ruangan belakang toko itu untuk kabur.

"Sial! Kejar dia!" prkik Mel pada Lex yang langsung keluar dari toko dan mengejar pria itu dari arah luar, dan Mel mengejarnya dari arah belakang.

Ivan sempat melompati pagar rendah di belakang gedung toko menuju pertokoan sebelahnya, namun berkat kekuatan Lex, ia bisa menangkapnya dengan mengikuti jejak emosi yang menyertai lelaki itu.

Lex menubruknya dengan melompat hingga Ivan terjerembab di aspal, Mel datang beberapa detik kemudian lalu mengambil alih Ivan dengan memborgol tangannya di belakang.

"Kenapa kau kabur? Sekarang aku jadi punya alasa untuk membawamu ke kantor polisi, tuan Ivan spike."

Lex terengah setelah lari beberapa meter tadi, emosi hijau gelap menguar dari Ivan, dengan sedikit semburat merah diantaranya.