Setelah mereka selesai makan malam, Finland segera mohon diri dan mencari Jean untuk pulang bersama. Ia terkejut ketika melihat ternyata Jean tidak sendirian di mejanya.
"Oh.... kupikir tadi kau makan di sini sendirian," kata Finland keheranan.
"Aku betul-betul ada meeting kok. Tadinya meeting di apartemenku, tetapi karena kau kirim SOS, aku pindahkan ke sini. Perkenalkan, ini Louisa Chen, seorang reporter majalah lifestyle yang sedang mewawancaraiku untuk cover edisi bulan depan. Louisa ini Finland sahabatku."
Gadis berkacamata yang bersama Jean segera bangkit berdiri dan bersalaman dengan Finland.
"Silakan duduk. Wawancara kami hampir selesai," kata Louisa mempersilakan Finland duduk.
"Terima kasih." Finland pun duduk di samping Jean.
Melihat dua orang manusia yang demikian rupawan, Louisa tak tahan untuk membidikkan kameranya.
"Boleh saya foto berdua ya? Kalian berdua indah sekali dipandang," katanya. Jean dan Finland saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak. "Kalau kalian punya anak, pasti akan menjadi bayi paling cantik di dunia."
Finland menutup mulutnya dengan tangan dan menahan tawanya, tetapi Jean hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Sebenarnya kami pernah membahas tentang anak," kata Jean kemudian. "Tapi ini ceritanya lucu sekali."
Louisa tampak tertarik. "Boleh diceritakan?"
"Well... dari dulu banyak orang yang bilang kalau kami berdua itu sangat tampan dan sangat cantik. Kami pernah didatangi petugas dari bank kesuburan dan ditawari uang sangat banyak untuk sel telur Finland dan sel spermaku, katanya banyak orang yang ingin punya anak-anak yang cantik atau tampan. Karena Finland waktu itu sangat membutuhkan uang, kami bersedia menjual sel yang diminta."
"Astaga, Jean.. masa itu diceritakan, sih?" protes Finland cepat, "Kau ini selebriti, lho... Bagaimana pandangan orang tentangmu nanti? Itu sudah lama sekali..."
Louisa tampak sangat tertarik mendengar kelanjutannya. "Lalu apa yang terjadi kemudian? Apakah sel kalian sekarang sudah menjadi anak atau bagaimana?"
Jean menggeleng.
"Kami tidak tahu. Kami menandatangani perjanjian tertutup dan tidak diberi tahu apa yang terjadi dengan sel-sel itu. Apakah masih berupa sel, apakah sudah digunakan dalam proses pembuahan, atau sudah musnah."
"Setahu saya, Jean lahir dari keluarga kaya, kenapa kau juga harus menjual selmu ke bank kesuburan?" tanya Louisa lagi,
Akhirnya Finland yang menjawab, "Sebenarnya aku yang waktu itu perlu uang tambahan karena nenekku jatuh sakit dan perlu biaya besar untuk berobat. Aku yang ditawari untuk menjual sel telur, tetapi karena waktu itu Jean mengantarku, mereka juga meminta sel spermanya. Mereka bilang tidak mau menerima sel telurku kalau Jean tidak memberikan selnya juga."
Sebenarnya kalau mengingat masa 3 tahun lalu, saat Finland benar-benar terpuruk dalam kemiskinan, gadis itu merasa malu. Tidak terhitung berbagai cara yang ditempuhnya untuk mencari uang dan bertahan hidup. Rahasianya yang ini, Caspar tidak tahu, dan Finland belum tahu apakah ia akan menceritakannya atau tidak.
"Kalau seandainya sel-sel tersebut masih ada, atau malah sudah dibuahi dan menjadi embrio yang dibekukan, apa yang akan kalian lakukan? Apakah kalian akan melahirkannya?"
Pertanyaan Louisa seketika membuat Jean dan Finland berpikir. Mereka tak pernah memikirkan tentang hal ini sama sekali sejak mereka menjual sel telur dan sperma itu 3 tahun yang lalu.
Keduanya saling pandang. Kalau anak itu bisa dilahirkan, tentu mereka akan punya keluarga baru. Finland yang kini sebatang kara tidak akan sebatang kara lagi. Jean yang anak tunggal dan selalu kesepian juga akan punya keluarga baru...
Baik Finland maupun Jean tidak menjawab.
"Maaf kalau pertanyaan saya membuat kalian ada di posisi sulit," Louisa meminta maaf.
"Well, kami tidak dalam posisi yang bisa mengetahui situasi yang terjadi dengan sel-sel itu. Tetapi kalau aku bisa mendapatkan sel itu kembali dan bisa dibuahi, aku akan membiarkannya lahir," jawab Jean kemudian. "Itu kalau Finland tidak keberatan."
Ia menoleh kepada Finland yang masih terkesima mendengar perkataan Jean.
"Aku tidak keberatan." Finland akhirnya menjawab sambil tersenyum.
Ia sungguh tidak ingat bahwa 3 tahun yang lalu ia menjual sel telurnya untuk dibekukan. Kini setelah membahas hal tersebut Finland jadi merasa sedikit penasaran, apa yang terjadi kemudian dengan sel-sel itu.
Setelah wawancara selesai Jean mengajak Finland clubbing. Katanya ini adalah bagian dari program belajar bersenang-senang yang dicanangkannya selama dua minggu ini untuk Finland. Finland terpaksa memberi tahu Jadeith agar tidak usah menjemputnya karena ia akan bersama Jean entah sampai jam berapa.
Mereka melakukan bar hopping di Clarke Quay lalu berjalan menikmati pemandangan sungai yang cantik dengan lampu-lampu. Finland minum banyak sekali dan pandangannya mulai kabur setelah minum di bar kelima.
"Astaga... kepalaku ringan sekali..." Finland mendesah sambil meletakkan gelas koktailnya di meja. "Ayo pulang. Kalau aku minum satu gelas lagi, bisa-bisa kau harus menggendongku pulang." katanya dengan suara yang manja.
"Tidak apa-apa, yang penting kau bersenang-senang," kata Jean dengan tenang. "Kita pulang sekarang?"
"Iya, tapi jangan ke Rose Mansion. Nanti para staf di sana kaget melihatku mabuk. Kita pulang ke rumahmu saja." kata Finland
"Baiklah," kata Jean. Ia membayar minuman mereka lalu menggandeng Finland keluar. Mereka berjalan menyusuri sungai, lalu belok ke utara. Robertson Road terletak tidak jauh dari sana.
"Kau jalannya lambat sekali," kata Jean kemudian. Ia lalu menggendong Finland di punggungnya dan berjalan lebih cepat ke apartemennya.
"Kau orang baik, Jean..." kata Finland tiba-tiba saat ia digendong Jean di punggungnya. "Aku sangat beruntung punya sahabat sepertimu. Kalau ada kehidupan mendatang, aku mau menjadi saudaramu atau istrimu."
"Kau sudah menjadi saudaraku di kehidupan ini, Finland." jawab Jean, "Kau juga bisa menjadi istriku di kehidupan ini, kalau kau mau."
Finland yang hampir mabuk oleh koktail tidak mengerti perkataan Jean, "Istri? Maksudnya menikah denganmu?"
"Iya," kata Jean. "Seperti yang selalu kubilang, kalau rumahmu itu berhantu, kau bisa kembali ke Robertson Road dan tinggal di sana kapan saja." Ia menoleh kepada Finland, "Kalau Caspar menyakiti hatimu dan tidak memperlakukanmu dengan baik, kuharap kau mau pulang kepadaku. Aku akan memperlakukanmu dengan sangat baik. Aku akan menjagamu dan mengutamakan kebahagiaanmu."
Finland mengangguk-angguk.
"Caspar memperlakukanku dengan baik. Kau tidak usah menguatirkanku." Finland menyentuh pipi Jean dan menggeleng-geleng, "Tapi aku berterima kasih atas perasaanmu kepadaku. Maaf aku tidak bisa memilihmu."
"Aku tahu."
Jean tidak bicara apa-apa lagi setelah itu. Finland sudah ketiduran di punggungnya. Setibanya di apartemen, Jean membaringkan Finland di tempat tidurnya. Ia kemudian berbaring di samping gadis itu dan memeluknya seperti biasa.
"Good night, Finland."
Jean yang sangat mengenal Finland tahu bahwa Finland tidak terbiasa mendapatkan pelukan, dukungan, pujian, dan kasih sayang, karena itu ia membiasakan diri untuk memeluk Finland dan menunjukkan dukungannya setiap saat. Ia juga yang memberi tahu Caspar untuk melakukan hal yang sama, supaya hati Finland terbuka untuk dicintai.
Jean melihat Finland sangat berubah selama seminggu terakhir ini, dan ia bisa menduga Caspar adalah salah satu penyebabnya. Walaupun ia turut berbahagia melihat sahabatnya bahagia, dalam hati kecil Jean terselip cinta untuk Finland yang tidak pernah ia ungkapkan karena takut merusak persahabatan mereka.
Sahabat Jean satu-satunya adalah Finland, sama halnya sahabat Finland satu-satunya adalah Jean. Jika mereka menjalin cinta dan hubungan itu kandas, maka mereka akan kehilangan satu-satunya sahabat dan orang yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri, dan baik Finland maupun Jean tidak mau mengambil risiko sebesar itu.