webnovel

Kembali Bermimpi

Pintu otomatis terbuka dengan suara desisan. John segera melompat dari bus, mengambil napas dalam-dalam, dan melihat kembali ke dalam sana. Tujuh atau delapan orang mungkin menaiki bus yang sama dimana ia baru saja turuni. Model yang ada dikemas seperti kaleng sarden. Pintu perlahan menutup dan bus meninggalkan halte yang ada.

Rumahnya persis di daerah pemukiman Min Tee, yang jaraknya sepuluh meter di sebelah kanan halte bus. Gerbang ke daerah perumahan terbuat dari busur besi, dan di atasnya, sebuah tanda bertuliskan 'Lingkungan Min Tee, terpasang dengan miring.

Setiap hari, penjual sayur membawa sayur-sayuran dalam keranjang bambu mereka lalu menjualnya di kedua sisi gerbang. Orang-orang akan mampir ke sana, terkadang akan saling tawar-menawar dengan penjual. Suhu pada sore hari telah turun ke pertengahan dua puluhan pada skala Celcius yang tidak sepanas suhu pada siang hari.

John berjalan melewati gerbang besi merah yang berkarat, terus lurus menuruni lereng ke lingkungan dan segera menuju ke arah tanda blok lima. Dia berbelok ke kanan lalu menaiki tangga blok sebelas. Ada berbagai macam iklan seperti tukang kunci, pipa ledeng, jasa pindahan, dan apa saja yang mengisi ruang kosong di dinding koridor.

Dia terus berjalan menaiki tangga dan tiba-tiba merasakan sesuatu yang berlendir di bawah kakinya. John mengangkat kakinya dan menemukan bahwa dia telah menginjak es krim yang berwarna ​​​​putih krem dan sayangnya itu menodai sol sepatu putihnya.

Dia merajut alisnya saat dia mengikis benda lengket dari sepatunya di tangga. Dia baru saja membersihkannya sebelum melanjutkan pendakiannya. Sesampainya di lantai tiga, John mengeluarkan kuncinya, dengan cekatan membuka pintu keamanan unit pertama di sebelah kiri, dan berjalan masuk.

"Ayah," John berdiri di ambang pintu dan memanggilnya. Tapi tidak ada seorang pun di rumah. Padahal ia seolah melihat sosok ayahnya secara sekilas tadi.

Tak ingin ambil pusing akan persoalan itu, dirinya pun langsung segera memasuki rumahnya. Setelah dia mengganti alas kaki dan menutup pintu di belakangnya, John berjalan lurus melewati ruang tamu dan langsung menuju ke arah kamar tidurnya.

Di kamarnya, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak kembali melihat ke arah meja yang mengingatkannya pada sosok yang duduk di kursi itu dalam mimpinya di malam sebelumnya. Dia tetap diam saat dia berjalan dan dengan lembut menarik kursi yang ada lalu duduk di atasnya. Dia meringkuk di atas bantal yang terbuat dari kain lembut dan sandaran kursi yang keras itu. Mencoba memahami segalanya, tapi semuanya begitu mustahil.

Duduk di sana setelah melalui hari yang panjang di sekolah, membuat dirinya merasa mengantuk. Jadi, John segera bangkit kembali. Dia memutuskan untuk tidur sebentar saja. Dia tentu tidak berani tidur di meja itu karena pemandangan dari mimpi buruk yang dialaminya semalam masih membuatnya gelisah.

Dia biasanya akan tidur siang selama setengah jam ketika dia tiba di rumah setiap sore. Mimpi buruk dari malam sebelumnya mungkin menakutkan, tapi itu hanya mimpi, sekedar bunga tidur semata dan itu bukan sebuah kenyataan yang harus dirisaukannya. John bersikeras membuat narasi itu di dalam pikirannya.

Dia tampak ragu-ragu tetapi, masih mendekati sisi tempat tidur. Rasa ngantuknya membuat ia segera melepas seragam sekolahnya, naik ke atas kasur untuk tidur, dan menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya.

Matahari terbenam di luar jendela, sinarnya seolah ikut tumpah ke dalam kamar tidurnya seperti darah yang memercik pada meja dan ubin lantai. Dalam keadaan pingsannya, kesadaran John perlahan kembali melayang. Dia tidak tahu berapa lama dia akhirnya tidur sampai sesuatu yang lain ikut terjadi.

Sebuah tangisan lembut tiba-tiba membangunkannya dari tidurnya. "Kedengarannya seperti seorang wanita menangis, atau dia sedang bernyanyi?" John sama sekali tidak yakin.

Kesedihan, keputusasaan, dan tangisan melengking disertai dengan deru napas cepat sesekali. John perlahan membuka matanya. Sekali lagi, dia berbaring di tempat tidur, tapi dirinya tidak bisa bergerak.

"Itu dia!" jeritan suara di dalam hati. Dari sudut matanya, dia melihat sosok putih di meja tersebut. Tapi, tidak seperti terakhir kali, wanita berbaju putih itu menggerakkan bahunya dengan cepat dan terisak pelan, seolah dia ketakutan.

"Tack… Tack…"

"Tack… Tack…"

Ada langkah kaki lagi yang terdengar di telinganya. John bisa merasakan seseorang mendekat dari koridor. Orang itu datang melalui ruang tamu menuju kamar tidurnya, dan langkah kaki itu semakin jelas serta semakin menggelegar.

Sementara itu, wanita di meja itu menangis lebih keras, dan bahunya bergerak lebih cepat. Seolah-olah dia akan bangun dan berlari.

Langkah kaki itu sekarang sangat dekat. Ketika pintu perlahan terbuka dengan satu klik, darah John berubah menjadi dingin.

Ada keheningan untuk sementara waktu. Tiba-tiba, seseorang mengangkat selimut miliknya. Tubuh John seolah mati rasa. Matanya kemudian terbuka lebar, dan pupilnya tampak mengerut. Sebelum dia menyadarinya, selimutnya terlempar dan sebuah sosok asing menerkamnya.

"Aah!" John menjerit dan tersentak dari tempat tidurnya dengan kepala kacau. Dia terengah-engah saat ini. Di saat yang sama, tubuh dan kaosnya juga tampak basah oleh keringat.

"Aku… aku…" Dia ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.

Pikirannya menjadi kosong. John kemudian duduk tak bergerak di tempat tidur selama sepuluh menit. Dia menenangkan nafasnya sampai detak jantungnya lambat, tidak lagi berdebar seperti drum. Kemudian, dia melihat sekeliling.

Tidak ada yang aneh di kamar tidurnya, hanya cahaya remang-remang dari sinar bulan keperakan yang tersebar melalui jendela. John lantas menyeka keringat yang sudah membasahi di dahinya. Bahkan tangannya sendiri juga ikut basah oleh keringat.

"Sial, aku bahkan memimpikan hal itu saat tidur sebentar." Dia perlahan bersandar di kepala tempat tidur dan mengambil napas dalam-dalam.

"Itu adalah mimpi yang sama, tapi kali ini lebih dekat." Mimpi itu memberinya getaran heebie-jeebies.

Namun demikian, dia dengan cepat menenangkan detak jantungnya yang cepat. "Ketakutan tidak akan menyelesaikan apapun. Aku harus tetap tenang."

John tahu itu sejak dia masih kecil. Semakin panik dirinya, semakin besar kemungkinan dia akan membuat kesalahan, membuang-buang waktu dan energi. Hanya dengan menenangkan diri, dia dapat dengan cepat menemukan solusi untuk suatu masalah.

Dia hanya menarik napas dalam-dalam sambil bersandar di tempat tidur untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. John menarik napas dalam-dalam sambil bersandar di tempat tidur untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.

Sekitar lima menit kemudian, pikirannya jernih, dan emosinya kembali normal. "Itu semakin dekat dengan setiap mimpi. Awalnya, langkah kaki itu hanya di luar pintu. Sekarang, sosok itu telah memasuki kamarku, dan entitas itu bahkan membalik selimutku!" Intuisi John memberitahunya bahwa itu adalah semacam pertanda.

**To Be Continued**

Kita dah sampai di bab 5 aja nih. Gimana menurut kalian cerita ini so far? Kasih tahu aku di kolom review yah. Send my love to y'all.

M_Jiefcreators' thoughts