Di Waktu sepertiga malam sampai terbit fajar, angin pagi merasuk dan semakin dingin. Air embun mulai membasahi dedaunan. Sedari tadi Rina tidak bangun dari atas sajadahnya. Dalam ibadah itu banyak harapan yang dimintanya dari Sang Pencipta. Untuk pernikahannya langgeng sampai maut memisahkan, untuk kebaikan dia dan suaminya. Dan, yang paling utama adalah keselamatan dan kesehatan suaminya.
Rina sangat cemas ketika dia sama sekali tidak mendapat kabar dari Eza. Ingin hati menghubungi suaminya namun takut juga mengganggu. Dia mencari kabar terbaru tentang Rumah Sakit Graha Medika.
Melihat kabar berita, dia merasa lega jika Rumah Sakit Graha Medika sudah kembali normal. Rina pelan-pelan berjalan ke pintu kaca, lalu membuka tirai dan menikmati mentari yang mulai beranjak.
Cahaya mentari pagi begitu indah. Rina duduk di atas sofa, dan melihat luka di telapak kakinya. Meniupi perlahan dengan mata yang menjatuhkan tetes bening. Dadanya kembali terasa sesak yang teramat. Rina terus memegang tempat luar hatinya.
Dia kembali meringkuk tubuhnya dengan menangis pilu-pilunya. "Bagaimana jika Dirga benar-benar menuruti kemauan Kak Eza. Apa yang akan terjadi denganku nanti? Hik hik hiks. Est. Hamba pasrahkan kepadamu. Semoga setelah aku menangis seperti ini, akan ada kebahagiaan yang tak terkira. Aamiin. Semua mungkin, Biidnillah (dengan izin Allah). Est ... huft ...."
Rina memejamkan mata. Dia menyandarkan kepalanya di atas lengan yang melingkar dalam memeluk kedua kakinya dan masih terisak. Sebisa mungkin dia menyembunyikan kesedihannya.
Ingin tidur untuk sejenak, namun tetap saja tidak bisa. Pikirannya tidak tenang dan terus memikirkan suaminya.
'Banyak seseorang yang kehidupannya lebih pedih daripada aku. Manusia hanya memandang, dan sering merasa paling sengsara sendiri. Naudzubillah ... jauhkan hamba dari segala mara bahaya. Aamiin."
Rina menatap sinar mentari yang menerobos, dia membolak-balikkan telapak tangannya.
"Cintaku padamu seperti Mad Wajib Muttasil. Paling panjang di antara yang lainnya. Namun kamu tidak mengerti.
Kamu juga tidak merasakan, hatiku saat bersamamu, rasanya seperti Qalqalah kubro, terpantul-pantul dengan keras setiap saat. Jika kamu ingin hilang ingatan karena ingin melupakan Intan. Aku pun ingin hilang ingatan, jika kamu meninggalkanku, agar aku tidak cinta kepadamu lagi."
Krucuk-krucuk.
"Cacing ... kamu bunyi lagi? Kamu lapar lagi?" gumam Rina merasa kesal dengan situasi perutnya. "Hik hik hiks, Bunda ... anakmu satu-satunya kelaparan," ringgiknya lalu menekuk kepala.
Ting-tung!
Seketika Rina menaikkan kepala dan melihat ke arah pintu. "Allah subhanahuwata'ala tahu kalau aku benar-benar kelaparan? Semoga ada yang berbaik hati mengirimkan makanan untukku."
Dengan menghapus air matanya, Rina berjalan ke pintu, lalu membuka. Melihat kurir itu Rina tersenyum. Pengantar barang itu memberikan sebuah kado. Rina sedikit terkejut.
"Ini dari dokter Eza," ujarnya sambil memberikan. Rina menerima dengan tersenyum manis.
"Terima kasih banyak," ucapnya. Pengantar barang itu pergi Rina segera membuka. "Aku kira makanan ... hik hiks est ... apa coba maksudnya ponsel ini?!" gumamnya dengan kesal lalu menutup pintu.
Ting-tung!
"Apa lagi?" tanya Rina dengan kesalnya. Rina terkejut karena orang yang berbeda.
"Maaf Mbak, kalau saya membuat salah dan tidak nyaman. Tapi dokter Eza meminta saya mengirimkan ke alamat kamar ini. Benarkah dengan Nyonya Rina?" tanya pengantar barang itu.
"Iya saya Rina. Maaf ya," ujar Rina menyesal. Pengantar barang itu benar-benar mengirimkan paket makanan untuk Rina. Rina sangat terkejut dan merasa gugup.
"Silakan diterima," ucap pria itu dengan menyodorkan kotak makanan. Rina tersenyum dan menerima.
"Terima kasih banyak," jawab Rina. Pemuda itu tersenyum lalu pergi.
Wanita cantik itu segera menutup pintu, dengan tersenyum Rina tidak sabar lalu menutup pintu. Pipinya benar-benar merona.
"Tanpa dia di sini pun jantungku selalu berdebar-debar seperti ini. Haaa ... ini semua rasanya sangat aneh," gumamnya lalu tidak sabar untuk makan. "Au ... aduh ... lupa kalau kaki sakit," keluhnya setelah berjalan normal.
Dia duduk di sofa lalu makan. "Bismilahi awalahu wa akhirohu, Rina ... Rina sampai lupa doa," lalu mengambil kotak yang pertama dikirimkan oleh Eza. Sambil makan dia membuka kotak dari suaminya.
"Ini ponselnya? Untuk apa?" Di dalam kotak itu ternyata ada selembar kertas yang bertulis kunci ponsel itu.
Bintang.
[Setelah membuka ponsel ini, periksa semua chat. Jika kamu berhasil melabrak dia. Dan kamu merekamnya untukku. Jika aku beri nilai dalam labrakan itu tujuh puluh ke atas, aku akan mengajakmu bulan madu, selama satu minggu. Tunjukkan ke dia bahwa kamu sudah memiliki ku sepenuhnya. Tunjukkan kepadanya jika kamu istri sah ku. Namun, dalam penilaian ketika kamu melabrak itu di bawah tujuh puluh. Maka hangus acara bulan madu dan jangan harap apa pun juga. Semoga berhasil.]
Rina meneguk salivanya setelah membaca itu. "Permintaan yang sungguh unik! Bagaimana kalau aku terbelit-belit saat menabrak Intan. Heh ... harus semangat. Semoga setelah aku mengisi perut, otakku encer dan aku bisa melakukanya dengan sempurna. Bismillahirohmanirohim. Inilah harapan besar dan kesempatan ku. Ya Allah bantu hamba."
Rina membukanya ponsel itu. Dan betapa terkejutnya dia ketika dia membuka ponsel dan wallpapernya masih foto Intan.
"Mentalku kembali terguncang setelah melihat foto wallpaper ini. Suamiku ini membuat aku jantungan. Sesaat dia membuat aku gembira dan sesaat dia seakan-akan menjatuhkanku dari langit ke ke tujuh." Rina membuang napas berat.
Sambil mengisi tenaga Rina juga mencari foto miliknya yang terbaik. "Bukankah sekarang dia suamiku? Dia memintaku untuk melabrak mantan kekasihnya. Jadi aku harus mengganti foto wallpaper ini dengan fotoku, terlebih dahulu. Jika dia marah, aku akan menjadi lebih marah dan tidak akan menangis lagi."
Rina lama memainkan ponselnya sambil mencari foto yang menurutnya bagus. Sambil terus makan, dia juga mengeser layar ponselnya.
"Huh ... mana sih. Hah ... lebih baik foto langit biru saja. Yang penting jangan fotonya dia. Aha ...!"
Sepertinya Rina memiliki ide yang sangat cemerlang. Dia membuat tulisan di foto Intan.
[Rasulullah shallallahu a'laihi wa sallam bersabda. "Tidak halal bagi seorang wanita meminta (kepada suaminya) agar sang suami mencerai wanita lain. (yang menjadi istrinya). dengan maksud agar sang wanita ini memonopli 'piringnya.' Sesungguhnya hak dia adalah apa yang telah ditetapkan untuknya." (Hadits muttafaq a'laih).
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"... Dan siapa yang merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya. Maka ia bukanlah dari (golongan) kami" (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar, Ibn Hibban, Al-Nasa-a dalam al-Kubra dan Al-Baihaqi).]
"Sip, setidaknya suamiku akan takut jika tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad. Aku sangat tau walau dia seperti itu. Dia memiliki iman, tinggal pasang saja sekarang, hehehe. Ah ... Astagfirullah, ketawa sendiri," gumam Rina merasa tingkahnya konyol tapi juga mengingatkan.
Bersambung.
Hai Readers sudah up lagi. Kalau suka beri rating ya. Agar tambah semangat. Semoga sehat selalu lancar rejeki. Aamiin. Terima kasih atas dukungan power stone dan giftnya.