webnovel

Prolog

Kepulan asap dari segelas coklat panas, menjadi penghangat tubuh si gadis yang kini tengah mengeratkan letak mantel hangat yang membungkus tubuhnya. Musim dingin di tahun ini menjadi "best moment" seorang Yora Virgilia, karena untuk pertama kalinya ia bisa menapaki negeri ginseng yang menjadi tempat wisata yang sudah lama dinanti-nantikannya.

Butiran kecil berwarna putih itu turun dengan lebatnya, ditambah dengan pemandangan sinar matahari pagi membuat butiran salju yang turun nampak sedikit berbeda saat terkena biasan cahaya. Enggan menunggu lebih lama lagi, Yora melangkah keluar dari apartemen yang ia tinggali disini dalam beberapa hari kedepan. Bermodalkan pengetahuan lewat internet, ia mencoba menjelajah dunia pariwisata yang terkenal di Korea Selatan ini, sendiri.

Mengisi perut hanya dengan segelas coklat panas bukanlah sesuatu yang tepat untuk menggambarkan menu sarapan. Di dekat apartemen sewaan Yora, terdapat sebuah kedai makanan yang cukup terkenal dan ramai setiap harinya. Tanpa rasa ragu, Yora melangkah memasuki kedai makanan yang terlihat cukup menarik simpatinya.

Bunyi dentingan lonceng kecil diatas pintu masuk menandakan kehadirannya di kedai ini. Berbekal kecerdasannya dalam berbahasa Inggris, ia memesan menu sarapan untuknya dengan menyisipkan ucapan terimakasih dalam bahasa Korea sesudahnya. Segelas teh hangat, sepiring roti bakar dan sandwich lah yang akan menjadi sumber energi bagi Yora pagi ini.

Bunyi jepretan kamera menjadi pengalih perhatian seorang Yora Virgilia, ditatapnya seorang pemuda dengan wajah blasteran yang sedang tersenyum menatapnya dengan kamera yang terkalung manis dilehernya.

" Sorry if I disturb your breakfast time. Where do you from? " Tanya pemuda itu masih dengan mempertahankan senyum manis ramahnya. Kedua alis Yora bertaut bingung, namun akhirnya ia memilih menjawab juga.

" Indonesia. " Sesingkat itulah jawaban dari seorang Yora Virgilia.

Pemuda itu menarik lebar senyumnya hingga membuat mata sipitnya seperti terpejam tak terlihat, "Ahh sudah saya duga. Saya Kim Yoel Pramudya, saya campuran Korea Indonesia dan ini kedai makanan milik ibu saya yang memang asli keturunan Korea."

Yora tersenyum simpul menanggapi seseorang yang baru saja berkenalan dengannya.

" Kamu bisa panggil saya Yoel atau Oppa juga boleh, karena sepertinya kamu lebih muda setahun dibawah saya. "

" Yoel Oppa! " Ucap Yora pelan dan sedikit kaku yang malah disambut kekehan ringan Yoel sendiri.

" Jadi, saya harus memanggil kamu siapa? "

" Yora Virgilia, just call me Yora. "

" Kamu anak SMA? "

" Iya Oppa. " Balas Yora dengan nada kalem sambil menyesap nikmat teh hangat pesanannya.

" Kelas berapa? Liburan bareng keluarga ya? "

" Kelas 10 naik kelas 11 Oppa. Enggak, Yora liburan sendiri tapi masih dibiayain keluarga. " Balas Yora yang mengundang tawa ringan seorang Kim Yoel Pramudya.

Mereka berdua terlarut dalam perbincangan hangat hingga menu sarapan yang Yora pesan tak terasa sudah selesai ia santap. Yoel tipe orang yang riang dan ramah, ia cukup baik dan sopan terlebih faktanya ia merupakan senior kelas 12 di salah satu SMA swasta di Surabaya, rumahnya di Indonesia. Larut dalam obrolan ringan yang biasa ternyata membuat mereka menjadi dekat. Buktinya kini, Yora berjalan-jalan menuju Seoul Tower ditemani seorang Kim Yoel Pramudya.

Hawa dingin tak menyurutkan jiwa pertualang seorang Yora Virgilia. Pipi putihnya yang memerah menandakan betapa dinginnya udara saat ini. Yora tersenyum tipis menatap tour guide nya yang masih asyik membidik segala objek menarik didepan matanya. Gadis itu kembali memfokuskan pandangannya ke depan sebelum tertangkap basah sedang menatap Yoel si teman barunya.

Yora menggosok-gosokkan kedua tangannya mencoba meredam dinginnya udara. Masih dengan menggosokkan tangan, Yora mencoba membuat kehangatan sebisanya, sambil berbinar menatap pemandangan dibawahnya. Ia terlalu girang, karena akhirnya seorang Yora Virgilia bisa melihat dengan leluasa indahnya pemandangan kota Seoul dan disekitarnya dari ketinggian Seoul Tower.

Hingga tiba-tiba genggaman tangan besar melingkup hangat kedua tangan Yora, membagi kehangatan untuk mereka berdua. Bersitatap dengan senyum manisnya, Yoel membawa sebelah kiri tangan Yora memasukannya di sebelah kanan saku mantel abu-abu miliknya. Masih dengan posisi berdiri bersampingan, mereka menatap takjub pemandangan di depan. Kilauan cahaya mentari pagi yang bersinar dengan ribuan butiran salju yang turun lebat, akhirnya menjadi pengiring sekaligus penutup lengkap kisah pertemuan mereka.