Remanu, seorang pemuda yang diberikan kesempatan hidup kedua dengan jantung milik Xavier. Ia mengalami hidup di dunia paralel saat tengah bermeditasi. Langkahnya terlalu jauh sehingga membawanya ke Negeri Nirwana dan bertemu dengan seorang pangeran bernama Axel yang menyerupai Xavier. Bukan hanya REmanu yang terkejut akan hal itu, namun sang pangeran juga tidak percaya dengan kembalinya Remanu, sang panglima perang. Akankah keduanya dapat kembali hidup bersama seperti sedia kala, tanpa ada pembatatas ruang, waktu dan kematian yang telah memisahkan mereka selama ini?
"SERANG!" Axel memberikan perintah dengan lantang kepada pasukan yang ia pimpin. Semangatnya selalu membara di setiap perang, untuk dapat merebut kekuasaan, dan mempertahankan kehormatan kerajaannya.
Kota Letveria yang menjadi perbatasan antara dua kerajaan memang selalu diperebutkan. Itu karena kota tersebut sangat kaya akan sumber daya, namun selama ini Letveria berada di bawah Kerajaan Nirwana yang tenang dan damai. Jika perang kali ini Axel dan pasukan kalah, maka ini adalah kekalahan pertamanya, dan harga diri kerajaan pun ikut dipertaruhkan.
Axel selalu memimpin dalam perang, karena dia adalah putra raja yang dididik keras agar bisa menjadi pemimpin yang tangguh seperti ayahnya. Walaupun dirinya harus mengorbankan banyak nyawa orang-orang baik yang diketahuinya. Semua itu adalah konsekuensi yang harus diterima sebagai seorang pemimpin.
"Remanu, serang sisi kanan!" Axel memerintahkan panglima perangnya itu beserta pasukan di bawah pimpinan Remanu menyerang sesuai dengan strategi yang telah mereka susun sebelumnya.
Remanu dan pasukannya pun bergerak ke arah kanan, menyerang dengan penuh semangat untuk sebuah kemenangan. Pasukan menyerang tanpa ada keraguan sedikit pun, semangat mereka sama dengan semangat yang dimiliki oleh Axel. Walaupun perang kali ini mereka menghadapi lawan yang cukup kuat, namun tidak menciutkan nyali mereka untuk tetap maju. Axel dan para pasukannya selalu yakin jika mereka akan menang dalam semua perang yang dihadapi.
Senjata-senjata para pasukan sudah berlumuran dengan darah. Ada yang cedera, namun masih mampu untuk melanjutkan perang. Ada yang sudah tak berdaya, dan melihat perang sampai tak bernyawa. Ada yang tewas seketika dengan pedang menusuk dada dan menembus sampai punggungnya. Panah dan tombak beterbangan bagaikan hujan yang membawa petaka dan mengirim mereka ke surga.
Saat perang dalam puncaknya, dan Nirwana diujung kemenangan. "PANGERAN, AWAS!" Suara teriakan Remanu begitu lantang, dan ia berlari untuk membantu Axel yang tersungkur ke tanah.
Axel melihat ke arah belakang, dan pemimpin pasukan musuh tengah melapangkan pedang panjang berlumuran darahnya ke arah sang putra mahkota. Ia tidak sempat untuk menghindar, dan memejamkan matanya, parah dengan apa yang akan terjadi kepadanya. Namun, nasib berkata lain, pedang sama sekali tidak mendarat ditubuh Bagan mana pun.
Axel akhirnya membuka mata dan melihat pedang panjang telah menembus dada Remanu. Ia melihat sang panglima perang itu tersenyum, menutup matanya perlahan dengan diiringi jatuhnya tubuh gagah itu ke tanah.
"TI-TI-TIDAK!"
Remanu akhirnya gugur dalam perang besar merebut wilayah paling berharga milik Kerajaan Nirwana, dan meninggalkan Pangeran Axel, yang tak lain adalah sahabat dekatnya.
*
Axel membuka matanya. Ia terbangun dari mimpi buruk akan perang terakhir yang dilakukannya beberapa waktu lalu. Perang yang menewaskan Remanu itu benar-benar membuat Axel hanyut dalam kesedihannya, kekecewaan, dan tidak lagi ikut dalam perang. Akhirnya, keputusan menerima tawaran dari sang ayah untuk naik tahta pun diambil, membuat Axel harus menikahi seorang putri dari kerajaan lain untuk menjadi pendampingnya.
Charlotte – putri dari Kerajaan Florin – menjadi pilihan orang tua Axel – untuk menjadi ratu di singga sananya. Pernikahan tanpa cinta ini selalu saja menjadi tradisi di semua kerajaan, dan niat Axel untuk menikah dengan orang yang dicintainya pun harus sirna begitu saja. Walaupun dia tahu, tidak mungkin untuk bersama dengan orang tersebut, karena pasti akan ada banyak pertentangan, bukan hanya dari orang tuanya, tapi juga penjuru negeri.
Axel menatap baju pernikahannya yang akan membuatnya tampak gagah. Baju berwarna merah, hitam, dengan aksen emas itu terlihat begitu mewah. Bahkan topi bertahtakan berlian untuk menandakan jabatannya sebagai seorang bangsawan itu pun tergeletak rapi di samping baju pernikahannya. Axel berusaha untuk menerima kenyataan jika dia harus menikah hari ini, dan menjalani hidup bersama selamanya dengan Charlotte.
Mimpi buruk yang menghantuinya membuat Axel harus lebih lama menyadarkan dirinya. Ia duduk di ujung tempat tidur dan menatap ke luar jendela. Pelataran istana sudah dipenuhi dengan hiasan-hiasan tanda kasih, seperti bunga, pita-pita berwarna pastel, dan juga hiasan burung merpati yang menjadi tanda cinta. Tak lupa, karpet merah panjang juga menghiasi sepanjang jalan.
'Apakah ini akhir hidupku, atau awal dari segalanya? Aku masih belum bisa menerima semua ini, dan melupakan apa yang telah terjadi,' gumam Axel dalam hatinya.
*
Dua minggu setelah perang mempertahankan Kota Letveria berlalu.
Axel terlihat begitu murung, bahkan ketika dirinya duduk menemani ayahnya di atas singgasana. Tak ada lagi senyuman ramah seperti yang biasanya diberikan oleh putra raja itu. Ia bahkan cenderung memilih untuk menyendiri dan diam di kamarnya selama seharian.
"Aku permisi dulu," bisik Axel kepada ayahnya.
"Tunggu! kau akan berdiam diri lagi di kamarmu? Mau sampai kapan kau seperti ini? Perang di Letveria memang tidak terduga karena banyak prajurit yang gugur, namun kita sudah menang, dan kau tetap menjadi pemimpin yang hebat, bukan?" ujar ayah Axel.
Axel hanya melihat ayahnya tanpa berkata apa pun, lalu ia membalikan badannya dan kembali melangkah, meninggalkan ruang raja.
"Kau akan menikah dengan putri Kerajaan Florin –"
Ucapan raja itu membuat Axel menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk kembali ke kamarnya. Ia menunduk kaku sampai tak bisa berkata apa-apa lagi, sudah pasti dirinya juga tidak bisa menolak perjodohan ini.
"– dan kau akan menggantikan aku duduk di singgasana ini. Ingat, kau adalah pangeran kerajaan ini dan pewaris tahtaku."
Mendengar ucapan ayahnya itu, Axel yang tak mampu berbuat apa-apa pun melanjutkan langkahnya. Raja yang melihat sikap putranya itu pun hanya bisa diam, ia tahu jika Axel tidak mungkin menentang dirinya.
*
Suara pelayan memanggil Axel dan memberitahukan jika sepupunya, Theodore, datang menemuinya. "Tuan Axel, Tuan Theo ada di sini."
Axel pun mempersilahkan masuk, karena tidak mungkin untuk mengabaikan sepupu dekatnya itu. Walaupun sebenarnya ia tahu jika Theo selalu saja bercanda dan tidak serius dengan kehidupan ini. Pastinya, pernikahan atas dasar perjodohan ini akan menjadi bahan candaannya.
"Axel, akhirnya kau naik tahta juga. Kau akan menjadi raja yang gagah dan tampan di seluruh negeri ini." Dengan tawa besarnya Theo berusaha menyapa dengan ramah.
"Ada apa kau ke sini? Apakah ada yang menyuruhmu?" tanya Axel dengan kesal.
"Tidak, murni dari keinginanku. Kau masih saja terlihat bersedih, apakah ini benar-benar karena panglima perangmu itu mati di medan perang? Kau memang tidak masuk akal, Bung. Aku sangat bersedia jika memang kau memintaku menjadi panglima perangmu," ujar Theo.
"Lalu apa? Kau akan mengacaukan perang dan membuat kekalahan sampai kerajaan runtuh?" Axel terlihat begitu kesal dengan Theo. Kekesalan itu terpicu karena ucapan Theo yang menyepelekan kematian Remanu. Kematian bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan, apalagi pada perang itu banyak prajuritnya yang gugur, meskipun akhirnya mereka menang.
Theo merasa dirinya sudah diremehkan oleh sepupunya itu, ia tidak lagi banyak berbicara dan pergi dari kamar Axel dengan kekesalan yang dipendamnya. Tapi, sebelum dia keluar dari pintu kamar sepupunya, pesan-pesan pun diberikan kepada Axel yang akan menjadi raja.
"Keruntuhan kerajaan bukan hanya kalah dalam perang, tetapi juga karena raja yang serakah dan egois dalam cinta." Theo pun benar-benar pergi dari kamar itu.
Pesan yang cukup dalam untuk Axel yang akan diangkat sebagai seorang raja yang menikah tanpa cinta.
Axel melihat sepupunya berlalu. Sangat terlihat jika ia tidak peduli, karena Theo tidak tahu apa yang sedang ia rasakan, dan bagaimana pernikahan tanpa cinta ini akan berjalan. Dia akan tahu ketika gilirannya akan datang, dijodohkan agar bisa naik tahta dan memimpin negeri dengan wibawa.
*