William menekuk wajahnya menahan rasa kesal sekaligus rasa perih dipunggungnya akhibat ulah Rose sementara Rose tersenyum senang dalam hati penuh kemenangan.
"Gadis kejam!" Cibir William kesal.
"Kamu baru tahu? Aku ini sangat kejam jadi berhentilah mengejar ku dan batalkan rencana pernikahan kita." Sahut Rose dengan senyum menjengkelkan.
"Tidak akan pernah!" Sahut William tegas.
Mendengar jawaban William Rose hanya dapat menyipitkan kedua matanya dan mendesis kesal.
Tidak lama berselang, Yacht yang dikendari William perlahan menepi pada pelabuhan kecil di sebuah pulau yang tidak Rose ketahui.
"Dimana kita?" Tanya Rose bingung.
"Di pulau pribadi milikku. Kita akan menikah disini, hari ini juga." Jawab William ketus, ia masih kesal pada Rose.
"Aku tidak dapat menikah tanpa adanya kedua orangtuaku."
"Mereka sudah disini sejak kemarin."
Wah sebuah konspirasi yang sempurna, Rose tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk mengelak dari pernikahan ini.
"Aku bahkan belum memilih gaun pengantin, kamu tidak membicarakan konsep pernikahan apa yang aku inginkan? Aku masih terikat kontrak dengan produk kecantikan dan aku masih belum bisa menikah selama kontrak itu berlangsung." Ucap Rose berdalih, apapun alasannya meskipun kebohongan, Rose tidak perduli yang terpenting ia tidak menikah dengan William terlebih mengingat apa yang ia lakukan kepada William tadi, entah apa jadinya malam pertama mereka nanti.
"Kamu menandai punggungku, sekarang giliran ku menandiamu." Oh membayangkan William mengatakan hal seperti itu sambil membawa ikat pinggang untuk mengikat tubuhnya membuat seluruh bulu kuduk Rose merinding takut.
"Oh kepalaku pusing, sepertinya aku masih mabuk laut." Ucap Rose berpura-pura ia bahkan menguatkan ucapannya dengan membuat tubuhnya terjatuh lemas.
"Aktingmu sangat buruk, syukurlah kamu menjadi seorang penyanyi dan bukan seorang aktris karena aku dapat pastikan jika kamu hanya akan berakhir menjadi pemain figuran." Cibir William yang membaca dengan mudah sandiwara Rose membuat Rose merengut kesal.
William kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu Rose turun dari Yacht sementara ia telah turun lebih dulu.
"Aku tidak bisa menikah denganmu. Aku tidak mencintaimu." Tolak Rose.
"Tapi Rosie ku sayang, seluruh dunia hanya tahu jika kamu mencintaiku." Jawab William tersenyum penuh arti, ia memiringkan wajahnya, melirik kearah beberapa orang yang memegang kamera ditangannya.
Media menyebalkan... Rose mengumpat dalam hati dan dengan terpaksa menyambut uluran tangan William dan pasrah ketika William menggendongnya ala bridal style.
"Percuma memiliki pulau pribadi jika media masih dapat meliput mu." Sindir Rose.
"Mereka adalah wartawan dari perusahaan media milik keluargaku."
"Media luar negeri? Aku tidak seterkenal itu." Ucap Rose yang akhirnya meronta agar William menurunkannya dna William pun menurut.
"Aku akan mengirimkan hasil rekamannya pada media dinegara dimana kamu terkenal sayang." Tukas William sebelum melangkah meninggalkan Rose yang masih menggerutu kesal.
....
Rose sengaja memperlambat langkahnya, terlepas dari pantai yang berpasir, ada jalanan setapak menuju sebuah mansion yang sangat megah di balik gerbang yang menjulang tinggi, pepohonan yang rindang dan kolam air mancur dengan patung ala dewa Romawi kuno.
Rose mengira ayahnya sangat kaya, tapi diatas langit masih ada langit. Inikah sebabnya kedua orangtuanya begitu menyukai William? Karena dia luar biasa kaya?
Rose tidak dapat melepaskan pandangannya kearah pemandangan yang sangat indah, seperti sebuah kastil dalam negeri dongeng, sungguh indah namun nyata.
"Aku mengerti sekarang, mengapa kedua orangtuaku tergila-gila padamu. Kamu adalah harta Karun bagi mereka." Ucap Rose tanpa sungkan tanpa takut William akan tersinggung malah itulah yang ia harapkan agar William tersinggung dan membatalkan pernikahan mereka.
"Harta Karun?" Ulang William.
"Benar, harta Karun, setelah ini mereka akan meminta banyak hal padamu. Kamu hanyalah sumber uang bagi mereka, jangan salah mengira jika kamu benar-benar di terima." Jawab Rose, ia semakin yakin jika caranya sangat ampuh untuk membuat William tersinggung tapi nyatanya William malah terkekeh pelan.
"Untuk pertama kalinya aku tidak menyesal menjadi William Alexander."
"Jadi Rosie ku sayang, aku tidak perduli kamu mengatakan apapun, kamu akan tetap menjadi mempelai ku hari ini." Lanjut William seraya menggandeng tangan Rose dan sedikit menariknya agar berjalan bersamanya.
.....
Walau dengan perasaan terpaksa, Rose akhirnya hanya dapat mengikuti langkah William menuju pintu besar yang terbuat dari kayu pohon ek yang membentuk ukiran eksotis yang indah.
"Kamu tidak menipuku kan? Mengapa sepi sekali disini?" Tanya Rose penasaran karena sejak tadi ia tidak melihat siapapun selain tiga wartawan yang mengikuti mereka dengan kamera di tangan mereka.
William tidak menjawab dan hanya tersenyum tipis dan kemudian pintu terbuka lebar.
Terlihat dengan jelas lantai marmer yang mengkilap yang saat ini di tapaki oleh beberapa puluh orang yang terlihat memakai gaun mewah serta setelan jas mahal.
Ada lampu gantung yang sangat besar berada di atas pusat aula, guci-guci mahal dan antik terlihat di setiap sudut ruangan yang semakin menambah kesan elegan.
"Kamu terlambat nak." Ucap Jane menyambut sambil melangkah mendekati William dan Rose.
"Cuacanya tadi cukup buruk." Jawab William.
Jane tersenyum bukan karena ia mengerti alasan William tapi karena satu kancing di gaun yang Rose kenakan terlepas jelas saja jika Jane mengartikan lain dengan tersenyum melirik Rose.
"Jangan salah mengira Bu, tadi memang hujan deras." Jelas William yang mengerti hanya dengan melihat lirikan Jane dan melihat satu kancing gaun yang Rose kenakan menghilang.
"Ya sudah sebaiknya kamu ganti pakaianmu dan bersiap, ibu akan mengurus menantuku dengan baik." Ucap Jane.
Akhirnya Rose mengetahui siapa wanita cantik yang sejak tadi mengajak William berbincang.
Jane kemudian membawa Rose bersamanya menuju sebuah kamar utama dengan beberapa penata busana serta penata rias terkemuka yang sudah Jane siapkan khusus untuk Rose.
"Kamu mandilah, mereka akan mengurus sisanya. Ibu akan segera kembali." Ucap Jane meninggal Rose yang masih terlihat kebingungan.
William mengatakan jika kedua orangtuanya berada di sini sejak kemarin tapi kenapa ia tidak melihat mereka? Jika saja wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai Jane tidak bersikap lembut padanya maka ia sudah mati terintimidasi oleh tatapan wanita-wanita cantik dibawah sana yang menatapnya tidak senang sejak awal.
Sepertinya wanita-wanita cantik itu adalah deretan mantan kekasih William dasar pria brengsek umpat Rose dalam hati.
Seorang pelayan wanita kemudian menghampirinya dan menuntunnya kearah kamar mandi.
"Aku bisa mandi sendiri." Ucap Rose ketika berada diambang pintu kamar mandi.
"Tidak bisa, nyonya memerintahkan kami untuk membantu Anda untuk mandi nona." Jawab pelayan itu.
Pesawat pribadi, Yacht, pulau pribadi, mansion lalu pelayan yang siap melayani apapun, apakah ia akan menikahi seorang Pangerang? Rose sungguh tidak habis pikir dengan semua ini dan hanya dapat menurut karena ia juga merasa sangat lelah setelah perjalanan yang sangat lama.
Sementara itu diruangan lain, William telah selesia mandi, ia sudah mengenakan celana putihnya dan bersiap memakai kemeja putihnya ketika Jane datang menghampiri.
"Ada apa dengan punggungmu nak?" Tanya Jane khawatir melihat barisan memerah di punggung William.
"Rosie yang membuatnya." Jawab William seraya mengenakan kemejanya.
"Apa itu tato? Terlihat aneh." Tanya Jane bingung.
William kemudian terkekeh pelan dna berkata "Ini adalah cara tradisional tadi Rosie muntah dan aku jadi ikut mual." Jelas William. "Dia mabuk laut." Tambahnya bercerita dengan wajah yang terus tersenyum.
"Dimana Mark?" Tanya William karen asejak tadi ia masih belum melihat Mark dna juga Jackson tapi ia tidak perduli dengan Jackson.
"Mark sedang melihat taman di belakang mansion." Jawab Jane.
"Aku melihat Rose sepertinya gadis yang menyenangkan."
"Menyenangkan dan menyebalkan itu berbeda tipis Bu. Kamu tidak tahu saja betapa cerewetnya Rosie ku." Jawab William.
"Rosie ku?" Ulang Jane.
William sadar jika tidak seharusnya ia menamai Rose seperti miliknya.
....