2 Cristiana Sharren

Selepas memandikan Sharren, Devid langsung membawa putri kecilnya itu turun ke lantai bawah dengan digendong. Putri kecilnya itu terlihat sudah mengenakan pakaian santai yang bersih dan indah berwarna pink. Tidak lupa pula dengan rambut halusnya yang mulai memanjang diikat dengan rapi oleh Devid.

 

Tap

 

Tap

 

Tap

 

Bunyi langkah lelaki itu menghentikan kegiatan Joe yang tengah membersihkan seisi ruang tamu, lelaki itu terlihat berdiri memerhatikan Tuannya yang baru saja turun dari tangga.

 

"Tolong pesankan makanan untuk kita dan putriku, tidak ada waktu untuk memasak. Sharren bisa sakit jika menunggu lagi," ujar Devid membawa Sharren duduk di sofa ruang tamu.

 

Lain halnya dengan Joe yang mengangguk lalu berjalan keluar rumah sambil memegang ponselnya. Lelaki itu akan memesan beberapa makanan lewat Online kali ini.

 

"Sharren lapar?"

 

"Iya! Mamam Shallen mau mamam Papa!" seru si kecil dengan suara cadelnya.

 

Merasa gemas Devid sontak mengacak rambut Sharren dengan senyum manisnya.

 

"Tunggu sebentar ya, Sayang. Om Joe sedang pesan makanan," balas Devid mencubit pelan pipi berisi Sharren.

 

Kring!

 

Kring!

 

Kring!

 

Tengah asyik-asyiknya bercengkerama dengan sang putri, tiba-tiba saja panggilan seseorang menghentikan Devid. Devid merogoh ponselnya dari dalam kantong lalu melihat siapakah yang menelepon.

 

Irene.

 

'Wanita sialan ini!' geram Devid lalu memilih mematikan panggilan itu.

 

Lelaki itu terlalu muak untuk meladeni wanita gila itu.

 

Kring!

 

Kring!

 

Kring!

 

"Ck!" Devid berdecak kesal lalu melihat ponselnya lagi.

 

Baru saja hendak mematikan panggilan itu niat Devid terhenti ketika melihat siapa yang memanggil. Bukan Irene.

 

Devid sontak berdiri sedikit menjauh dari putrinya.

 

"Hallo?"

 

'Tuan, terjadi keributan di sini yang menyebabkan para pekerja berhenti menebang pohon. Para penduduk desa yang menjaga hutan ini berusaha menghalangi kami untuk bekerja!' adu lelaki di seberang sana dengan nada suara panik. Dia adalah yang bertanggung jawab atas para pekerja di sana.

 

"Bukankah kita sudah meminta izin sebelumnya?"

 

'Itulah yang saya tidak paham, mereka beramai-ramai datang kemari hanya untuk menyudutkan kami. Sekarang bagaimana Tuan?'

 

Devid sontak mengusap wajahnya kasar, wajahnya bahkan sudah memerah menahan amarah. Ia paling benci pekerjaannya dihalangi.

 

"Baiklah, kau tunggu di sana. Aku akan kembali ke sana hari ini juga," balas Devid berusaha tenang.

 

"Baik, Tuan!" balas lelaki itu lalu mematikan sambungannya.

 

Devid mengantongi ponselnya lalu menatap ke arah luar rumah.

 

"Joe!" teriak lelaki itu yang membuat seseorang terburu-buru masuk dari luar sana.

 

Joe, tidak lain dan tidak bukan adalah sekretaris Devid itu berdiri dengan nafas memburu di hadapan Devid. Terlihat ia mulai ketakutan melihat raut wajah Devid yang sudah masam.

 

"Mengapa bisa para orang-orang desa yang menjaga hutan itu menghalangi pekerjaan kita? Bukankah kau sudah mengurusnya sebelumnya?!" tanya Devid menginterogasi.

 

Aura mengintimidasi menguar dari Devid, membuat Joe harus cari aman sekarang.

 

"Maaf, Tuan. Sebelumnya memang saya sudah meminta izin, namun saya tidak tahu kalau ternyata satu desa juga menjaga hutan itu."

 

"Bodoh! Harusnya kau lebih profesional, kalau begini kerja kita bisa hancur. Rugi!" hardik Devid mulai tidak bisa menahan amarahnya.

 

"Maaf, Tuan," cicit Joe menautkan kedua tangannya takut.

 

Devid lagi-lagi mengusap wajahnya kasar, menoleh ke belakang di mana sang putrinya yang tengah ketakutan saat ini duduk sendiri di sofa. Sharren benar-benar takut melihat Devid yang marah-marah dengan nada suara yang meninggi itu.

 

Devid menghirup dalam udara lalu membuangnya perlahan, menatap datar Joe.

 

"Sekarang siapkan mobil, kita segera ke sana!" perintah Devid.

 

"Tapi, Tuan? Makanannya?"

 

"Kita makan di luar, Sharren ikut bersamaku!" tegas lelaki itu mendekati Sharren guna menggendongnya.

 

Devid pergi dari sana diikuti oleh Joe, sedangkan gadis kecil itu hanya diam di gendongan sang ayah dengan wajah polosnya.

 

***

 

Perjalanan menuju hutan di mana para pekerja itu bekerja tidaklah dekat. Sama seperti saat Devid yang pulang ke rumahnya dari sana yang memakan waktu empat jam, begitu juga saat dari rumah pergi ke sana. Bahkan hari sudah hampir gelap, membuat Devid terpaksa menghentikan mobilnya di dekat penginapan yang berada di desa sekitar situ. Kalau pun ia ke hutan para pekerjanya sudah pulang dan pekerjaan dihentikan sesuai tuntutan para penduduk desa. Akan lebih baik esok pagi Devid menyelesaikan semua masalah itu.

 

Bruk!

 

Devid menutup pintu mobilnya setelah keluar dari dalam, melirik ke samping mendapatkan wajah mungil yang imut itu tengah tertidur nyenyak di gendongannya. Devid tersenyum samar lalu mengecup sayang pipi Squishy putri kecilnya itu.

 

"Maafkan Papa, gara-gara Papa kamu jadi begini," lirihnya pelan.

 

"Silakan masuk, Tuan," tunjuk Joe juga baru keluar dari mobil. Lelaki itu tampak mempersilahkan Devid dan putrinya untuk masuk ke dalam tempat penginapan yang sudah ia sewa.

 

Penginapan ini letaknya di desa tempat para penduduk yang beramai-ramai menghentikan para pekerja Devid tadi. Bahkan dapat dilihat dari kedai samping penginapan itu ada beberapa penduduk desa yang melirik tidak suka ke arah Devid. Tetapi Devid tidak mempermasalahkannya, ia lebih memilih masuk mengikuti Joe yang menuntunnya dari depan.

 

Penginapan ini terlihat sangat sederhana, hanya ada dua kamar dan beberapa barang formal seperti kasur, sofa, meja, dan lemari yang terkesan murah.

 

Devid memasuki satu kamar yang terletak di bagian depan, menidurkan putri cantiknya itu di kasur kamar itu dengan perlahan, takut-takut nanti gadis kecilnya itu terbangun dan menangis.

 

"Mulai sekarang kamu sama Papa, Sayang," ucap Devid mengusap pipi halus putrinya lalu beralih melirik ponselnya yang berbunyi sedari tadi.

 

Itu adalah panggilan dari Irene.

 

Devid beranjak dari sana seraya merogoh ponselnya, melirik panggilan yang sudah terputuskan itu. Ada lima puluh sembilan panggilan 'tak terjawab dari Irene yang tidak di angkat oleh Devid.

 

Devid keluar dari kamar mengutuskan untuk duduk di ruang tamu sambil mengutak-atik ponselnya.

 

"Hallo?" panggilnya pada panggilan yang tersambung dengan seseorang itu.

 

Lelaki itu terlihat sudah duduk di sofa sambil menunggu jawaban dari sana.

 

'Di mana kau?! Sharren mana?!'

 

"Pergi saja bersenang-senang dengan teman-temanmu, tidak perlu pikirkan kami."

 

'Maksudmu apa?'

 

"Sharren tetap bersamaku, aku akan membawanya terus. Kau persiapkan saja dirimu untuk kita bercerai."

 

'Apa-apaan kau ini?! Devid, apa maksudmu?'

 

"Sudahlah Irene, harapanku untukmu berubah tidak ada gunanya. Mungkin begini saja baiknya, tidak ada lagi harapanku padamu."

 

"Sharren akan tetap bersamaku, kau angkat kaki dari rumah."

 

'Devid! Sharren anakku! Apa-ap—"

 

Pip

 

 

Devid langsung menutup ponselnya lalu mengusap wajahnya kasar. Letih sekali hari ini, pikirannya bercampur aduk karena istrinya itu.

 

TBC.

avataravatar