webnovel

Parallel dimensional explorer: becoming another future

berkisah indonesia tahun 2039 di masa depan, seorang anak SMA bernama Renaldi yang gagal dalam ujian masuk Universitas negeri. sewatu ketika dirinya pulang, renaldi bertemu orang aneh yang mengaku seorang penjelajah dimensi dengan perbedaan sebesar 1.500087% dari dimensinya sekarang. kemudian renal terkirim ke dimensi lain. Terdampar di dimensi, dimana manusia mampu membuat pradaban antar bintang. saksikanlah petualangan renal di dimensi 1.5, yang penuh akan konflik. Bertema isekai yg laen dari biasanya. #mecha

GreedFoxNV · SF
レビュー数が足りません
67 Chs

Chapter 5 part 6/6 Duel

Didalam salah satu ruang makan, pada saat dimana Ferdinand bertarung dengan Leon.

Ada dua orang yang menikmati makanannya.

Mereka adalah David dan Renal.

Duduk saling berhadapan, sambil sekali-sekali mengunyah makanannya.

Selama satu minggu ini, hubungan Renal dengan David semakin membaik, walaupun tampaknya Renal lebih muda baik secara fisik maupun umur, tapi bila dilihat secara sikap maupun prilaku nampaknya tidak terlalu berbeda.

Renal saat sudah selesai dengan makanannya, kembali mengambil buku dan kemudian fokus membaca buku medis.

Meskipun saat ini istirahat makan siang, namun tampaknya tidak terlalu banyak orang sini.

Bahkan ini jauh lebih sepi dari biasanya.

Dua yang menyadari situasi tidak normal ini, malah membuat mood mereka meningkat.

"Bagaimana Renal? mungkin kita seharusnya menonton juga".

"Tidak, aku tidak mau suara bising merusak fokusku ketik membaca".

David yang mendengar itu mengela nafas.

(Bukankah orang ini lebih kutu buku dari padaku, senang rasanya punya rekan sehobi, hanya saja dia ini pada tingkat yang lebih ekstrime).

"Tidak apa-apa untuk sekali-sekali melakukan suatu hal yang tidak biasa kita lakukan".

"Akukan sudah sering bilang padamu, kalau Ini adalah masalah hidup dan mati, tidak akan ada kompromi sedikitpun yang bisa mencegahku".

(Ooh, coba dengar itu, dia bahkan serius mengagap buku sebagian dari hidupnya, dan mungkin saja akan menjadi belahan jiwanya, Aaah.. ini tingkat yang mengerikan).

Karna David mengira hubungannya dengan Renal cukup dekat, di tingkat dimana David bisa menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi kepada Renal pada beberapa kesempatan.

"Renal, bolehkah aku meminjam beberapa majalah dewas yang kau miliki, hanya beberapa saja kau tahu".

"Memiliki dan menikmati hal-hal seperti itu secara terus menerus dapat mempengaruhi otak bagian depan, menguragi koneksi antar neuron dan menyalurkan Dopamin ke Pre Frontal Cortex secara berlebihan, sehinga merusak kinerja otak itu sendiri,lantas mengapa kau berfikir bahwa aku akan menyiksa diriku sendiri untuk hal-hal semacam itu, jadi percuma saja kau memintanya padaku".

David memasang ekspresi sulit dimengerti mendengar apa yang Renal katakan.

(Jadi itu benar, dia bahkan tidak mempunya ketertarikan sama sekali dengan lawan jenis, itu semua karna dia mengagap buku sebagai belahan jiwanya, biar aku tebak orang ini selama hidup sampai sekarang belum pernah menjalin hubungan romantis dengan seorang wanita dan kedepannya juga akan tetap seperti itu, meskipun aku suka membaca tapi aku juga seorang pria normal, aku tidak ingin berakhir seperti pria satu ini, mungkin aku harus mengurangi waktu membacaku mulai dari sekarang).

Pada saat David merenung tentang hidupnya pada saat itu juga Renal menutup bukunya.

Renal kemudian bertanya.

"David, berapa banyak gajimu perbulan?".

"Cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari".

"Begitu ya, tapi orang-orang terlihat menyedihkan, bukankah lebih baik bila berhenti saja dan mencari pekerjaan lain, " mengatakan itu sambil melihat ke arah orang-orang dengan warna hitam di sekitar matanya.

(Huh, kenapa dia bertanya tentang itu, ha~~, aku mengerti, mungkin dia mencoba menyombongkan upahnya).

David meletakan alat makan di meja lalu bersandar di kursi yang nyaman.

"Kami tidak bisa melakukannya, sama seperti mu dan angkatan Bersenjata maupun non-bersenjata lainya di Federasi, itu semua karna hutang dari pelatihan mahal yang kami jalani, gaji kami bila di potong dengan biayaya hidup bisa melunasi hutang dalam kurung waktu 13 tahun, maka dari itu tidak ada pilihan selain menerima perjanjian dinas selama 5 tahun tanpa mengundurkan diri untuk melunasi hutang itu, berbeda denganmu yang memiliki gaji jauh lebih tinggi dari kami membuat setidaknya hidup lebih baik".

"Begitu ya, memang benar kondisi kita berbeda. maaf menanyakan itu".

Pelatihan yang David dan rekannya ikuti sebenarnya tidak terlalu mahal bagi pemerintahan Federasi sendiri, hanya saja kepentingan di baliknya yang benar-benar Fedrasi butuhkan, itu adalah jenis mobilisasi secara tersirat untuk mengumpulkan sejumlah besar personel militer.

Federasi membiyayai semua kebutuhan pada saat pelatihan, dan pada akhirnya itu di manfaatkan Federasi untuk membuat sebuah alasan supaya personelnya tidak keluar secara tiba-tiba, perjanjian itu secara tersirat seperti mengatakan "mengabdilah kepada Federasi atau bayar hutangmu".

Walaupun banyak orang tahu itu dengan baik, tapi bagi orang seperti David yang mengiginkan pekerjaan dengan setandar gaji yang cukup tinggi dan ditambah kehormatan, menjadi tentara Federasi mungkin pilihan terbaik.

Hanya saja belakangan ini orang-orang tampak menyesal, karna mereka tidak menyangka dalam masa dinasnya akan tiba di masa paling sibuk Federasi selama satu dekade ini.

David mendecakan lidahnya.

(cih, orang ini suka sekali meledekku).

Pada saat itu, ada seorang perwira wanita mendekat ke arah mereka berdua.

Dia berjalan anggun lalu sampai kedepan mereka, menyadari kehadirannya David dan Renal berdiri lalu memberi hormat.

"Ini sudah masuk jam kerja lalu kenapa tidak ada orang disana, kemana perginya semua orang, cepat jawab aku".

"Karna ada pertandingan, semua orang saat ini berada di setadion olahraga".

Ekspresi perwira wanita itu mulai berubah.

"APA KATAMU!!".

#########################

Beberapa waktu telah berlalu.

Pertarungan Fedinand dan leon semakin intens lebih dari sebelumnya.

Mereka bertukar bukulan satu demi satu.

Sama seperti sebelum, leon dalam posisi bertahan.

Ferdinand trus menyerang Leon dengan bermacam-macam teknik.

Meski begitu tak ada satupun teknik yang bisa mengalahkan Leon.

Disisi lain Leon sendiri hanya menyerang dimoment ketika Ferdinand menyerang, serangan balik yang sangat akurat membuat Ferdinand kewalahan.

Ferdinand melancarkan banyak sekali pukulan, lalu Leon menangkisnya dengan mengunakan siku, setiap pukulan dari Ferdinand terus menerus menganai pergelangan tangannya membuat tangan Ferdinand kesakitan.

Berhenti karna rasa sakit itu, kini Ferdinand menendang leon dengan sekuat tenangan.

Leon di kirim terbang, seakan-akan melayang di udara dan lalu dia mendarat dengan sempurna.

"Tidak buruk" ucap Leon.

"Cih... Mau sampai kapan kau trus bertahan".

Masih dalam posisi bertarung.

Leon membungkuk.

"Baiklah kalo itu maumu".

Leon menutup jarak dengan secepat kilat.

Melancarkan beberapa pukulan ke Ferdinand.

Ferdinand reflek masuk ke mode bertahan, dia manangkis pukulan Leon beberapa kali.

Sampai ketika pertahanan Ferdinand mulai jatuh, dan leon mengarahkan serangnya ke wajah.

Ferdinand menerima serangan itu, tapi dia berasil menghindari titik Vital.

Namun sejak dari awal itu bukan tujuan Leon.

Leon memanfaatkan momentum dari titik buta Ferdinand, dia lalu mengarahkan serangan berat ke paha Ferdinand lalu melompat dengan menendand pungung Ferdinand menjauh.

Mendarat beberapa meter dari Ferdinand yang kini terlihat sempoyongan.

Dengan wajah tanpa ekspresi, namun Leon sebenarnya tengah memikirkan sesuatu.

(Orang ini mengecewakan, walupun begitu dia tidak terlalu buruk untuk menghiburku hari ini).

Mereka berdua saling menatap, namun admosfir yang diberikan cukup mencekam untuk berfikir bahwa satu serangan saja bisa mengakibatkan serangan beruntun tak berujung.

Mereka bersiap-siap untuk serangan sekala besar.

Ferdinand yang sekarang masih mencoba memperbaiki postur tubuhnya, mengehembuskan nafas berkali-kali.

Menutup jarak dan langsung menyerang.

Pukulan mereka saling bersentuhan.

Menciptakan glombang kejut di sekitarnya.

Lalu dilanjutkan dengan pukulan beruntun.

Terus terjadi selama beberapa waktu, sampai ketika salah satu tangan Leon mengunci tangan Ferdinand.

Ferdinand terkejut, tapi Leon tidak membiarkannya.

Pukulan berat langsung dilancarkan Leon.

Itu adalah pukulan yang memungkinkan untuk meretakan tulang dada.

Karna Ferdinand tidak sempat breaksi, dia terkena pukulan berat leon, terdorong beberapa meter dan jatuh ketanah.

Ferdinand memuntahkan darah dari mulutnya.

"Ini belum berakhir" mengatakan itu sambil memasang ekspresi mengerikan.

Melihat Ferdinand yang tidak berdaya, Leon menurunkan penjagaannya.

"Ini mengecewakan, Kemana perginya rasa percaya dirimu diawal tadi?"

Selama beberapa waktu Leon menyadari sesuatu, bahwa lawannya kini mulai melemah.

Segala teknik agresif seakan kehilangan taringnya.

Setiap waktu pukulan Ferdinand seakan melemah, dan itu membuat Leon tidak nyaman.

Dia yang berfikir untuk menikmati sebuah pertarungan yang menegangkan hingga mampu membuat adrenalinnya terpacu, hanya dia rasakan diawal saja.

(Padahal aku sudah mencoba menahan diri sebanyak mungkin, tapi kenapa kepercayaan dirinya hilang, aku suka kepercayaan dirinya di awal tadi).

Mungkin karna setamina, tidak, Leon berfikir lain.

Dia yang sangat berpengalaman dalam pertarungan, membuat firasatnya begitu terasah, dan itu mencapai ketepatan sekitar 80%.

Melihat selama pertarungan terjadi, Leon benar-benar mengetahui penyebabnya.

Leon menyeringai ke arah Ferdinand, tatapannya terasa seperti dia menghina lawannya.

"Jagan terlalu percaya diri dengan teknikmu, apa kau pikir aku tidak tahu, bawah kau selama pertarungan tadi megincar tiap titik Vitalku, jelas-jelas kau bertujuan untuk melumpuhkanku, benar, sayang sekali apa yang kau rasakan di pukulan itu hanya kepalsuan, kau sama sekali tidak mengenai titik Vitalku, aku sengaja membelokannya beberapa saat dan lalu membiarkanmu merasakan sensai memukul didekat titik Vital, karna itu kan yang membuatmu putus asa sekarang".

Ekspresi Ferdinand semakin kuat ketika Leon menyelesaikan kalimatnya.

Itu adalah sorot mata kebencian, sorot mata yang mengindikasikan bahwa dia sangat membenci Leon.

Berbeda dengan Ferdinand, Leon tampaknya terlihat biasa saja, hanya keseriusan saja lah yang bisa tampak dari ekspresinya.

Dia sudah menantikan moment seperti ini dalam waktu yang cukup lama.

Bertarung sepenuh hati tanpa memikirkan suatu hal.

Suasana kelegaan memenuhi diri Leon.

Meskipun pada saat ini mengecewakan tetapi ini satu-satu sensasi yang dia rasakan setelah sekian lama.

Insiden tadi malam dan sekarang ini, membuat semacam kepuasaan.

Dimasa lalu, moment seperti ini sulit Leon dapatkan.

Alasannya karna Kevin.

(Si pendek cerewet itu, kali ini juga akan diam seperti kejadian tadi malam, akhirnya aku bisa tenang dari ocehan tidak berguna itu).

Tadi malam Leon terkejut atas reaksi Kevin yang tidak seperti biasannya.

Biasanya kalo Leon membuat keributan seperti itu, pasti kevin akan marah dan melakukan hal merepotkan bagi Leon.

Akhirnya Leon bisa tenang karna suatu hal.

(Fufuf~, dengan Renaldi di pihakku, aku tidak perlu kawatir lagi pada Kevin, Renal benar-benar hebat, aku tidak percaya dia bisa membuat Kevin terdiam hanya dengan kata-kata, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan tapi itu luar biasanya).

Dan Leon merasakan hal sama akan terjadi juga pada pertarungan kali ini.

Leon tersenyum puas.

(kali ini juga aku yakin Renal akan membelaku, alasannya jelas karna aku telah menolong teman perempuannya untuk kedua kali, tidak mungkin dia tidak membalas budi, kan).

Jika seseorang memohon pertolongan untuk membantu temannya, apa lagi di perkuat dengan ekpresi kehawatiran dan kelelahan.

Maka itu berarti orang yang ingin dia tolong itu sangat berharga, dan pasti dia membalas budi nantinya, itulah tujuan Leon.

Bagaikan menjatuhkan dia burung dalam sekali lemparan, di satu sisi Leon bisa merasakan sensasi pertarungan lagi, disisi lain Leon tidak akan mendapat masalah apapun nantinya berkat perlindungan dari rasa hutang budi Renal.

Kondisi yang benar-benar sempurna untuk Leon.

(Aku tidak peduli alasan pria itu mengusik teman Renal, tapi aku berterimakasih padamu karna melakukan hal bodoh itu).

Leon kembali Fokus pada pertarungan.

"Cepat maju dan serang aku lagi".

Meski berkata seperti itu, lawannya Ferdinand masih diam di tempatnya.

Dia masih blum memperbaiki postur tubuhnya, Fedinand sudah hampir mencapai batas.

Tatap Leon serius kembali berubah, kini Leon menatap Ferdinand dengan tatapan kecewa.

(menyedihkan, orang ini jauh lebih bodoh dari apa yang kuperkirakan).

Mengepalkan tangannya, Leon mulai bergerak.

Dia menutup jarak dalam waktu singkat.

Memberikan tenaga penuh di gegamannya, Leon melesatkan serangan berat ke pertahanan Ferdinand.

Ferdinand di kirim terbang sekitar satu meter dan lalu terbaring karna pukulan itu.

Leon dengan perlahan mengampiri Ferdinand, lalu menginjak kakinya.

Memegang lengan satunya, sebelum Leon mulai berkata.

"Menyedihkan, kau pria bodoh".

Sorot mata Leon mendingin.

"Aku telah beberapa kali membiarkan diriku jatuh, namun mengapa kau tidak memanfaatkan kesempatan itu tapi malah menatapmu dengan ekpresi puas, tidak kah kau menyadari seberapa bodoh dirimu itu".

Dengan suara pelan Ferdinand menjawab.

"Aku tidak akan hal pengecut seperti itu".

Kemudian lengan Ferdinand yang maksimal bisa diputar sekitar 180° kini bisa lebih dari itu, tangan Ferdinand di bengkokan sekitar 300° kebelakang.

Ferdinand menatap diam.

Namun kemudian rasa nyeri memenuhi lengannya.

"AAAAAAAAAAAAARRRRKKKKKKKK".

Ferdinand berteriak kesakitan.

Rasa sakit itu bertambah setiap detiknya ketika leon sedikit demi sedikit menekan pergelangan Ferdinand.

(Betapa bodohnya pria ini, bagaimana dia bisa berfikir senaif itu).

300° perlahan betambah, diiringi dengan teriakan keras Ferdinand.

Leon berhenti dan melepaskan tangan Ferdinand, tangan Ferdinand jatuh dengan posisi terbalik.

Merintih kesakitan, namun Leon tidak peduli.

Tangan Ferdinand satunya di angkat kembali oleh Leon.

Sebelum apa yang terjadi selanjutnya, Leon bertanya pada Ferdinand.

"Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu".

Ada sesuatu yang mengangu pikiran Leon saat ini.

Leon melanjutkan kalimatnya.

"Apa kau pernah berada di medan perang sesuguhnya?".

"...."

"Kupikir tidak".

Kini pertanyaan di pikiran Leon terjawab.

Alasan kenapa begitu Naifnya Ferdinand saat ini.

Jelas dia tidak berpengalaman, bila bebicara tentang teknik Ferdinand cukup hebat, namun bukan cuman itu saja penentu dari kemenangan, selain dari kewaspadaan pengalaman adalah yang utama terlebih untuk pertarungan tangan kosong.

Dan itulah keungulan mutlak Leon.

"Sebagai seniormu, akan kuberi saran, pertama persiapkan lah segala sesuatu sebelum pertarungan".

Leon membuka sebagain kancing bajunya, disana bisa terlihat sebuah pisau yang dipoles dengan baik, mampu membelah daging seperti membelah kertas.

Mata Ferdinand terbelalak melihat itu.

"Dalam pertarungan hidup dan mati, tidak ada yang namanya aturan, aturan hanyalah formalitas dan sewaktu-waktu bisa dilanggar, ingat itu baik-baik".

(Aku tidak menyangka, tidak ada senjata apapun di sakunya, aku sudah mengantisipasi ketika dia megeluarkan pisau atau semacamnya, tapi dia bahkan tidak membawanya, ini suguh konyol).

Dengan sisa tenaga Ferdinand mengucapkan beberapa kata.

"Kau pengecut".

Mendengar itu Leon menundukan kepalanya.

"Naif....".

Seketika tangan Ferdinand di bengkokan.

"UAAAAAAAAAARRRRRRKKKK".

Teriakan kesakitan Ferdinand mengema di seantero Arena.

Leon berdiri dengan kedua kakinya, lalu megumamkan sesuatu.

"Ini kemenanganku".

Di waktu berikutnya.

Suara keras memenuhi arena.

Itu terdengar seperti sorakan.

Begitu kencang dan sangat banyak.

Orang akan menyadari bahwa itu teriakan sekumpulan gadis, tidak itu jauh lebih banyak lagi dari pada di sebut kelompok.

Seakan-akan setiap kelompok itu memenuhi seluruh setadion.

Dengan suara bising itu Leon menatap bingung sekitarnya.

"Huh?".

#############################

Dipagi yang cerah.

Ada sebuah apartement setandar di tengah kota.

Leon dan yang lainnya tingal disana.

Di samping kamar Leon adalah milik Renal, Kevin, Viktor, mereka memiliki kamarnya masing-masing di apartemen ini.

Bagun dari tidur lalu memabasuh mukannya.

(Kemaren sunguh luar biasa).

Menatap kejendela, dimana aktivitas perkotaan bisa terlihat hanya dari sekali pandang saja.

Leon tersenyum puas lalu manarik nafasnya dengan pelan.

Merasakan sejuknya udara di pagi hari, lalu bergumam.

"kali ini pun si pendek itu tidak berisik seperti biasanya, semua itu berkat Renal, fufufu".

Tidak ada komentar apapun dari Kevin atas kejadian kemarin.

Leon yakin bahwa itu ulah Renal.

(tidak sia-sia aku membantu gadis itu, nah Renal trus lah bantu aku, kau satu-satunya sekutu terbaik yang aku miliki).

Membuka lemari, kemudian memakai seragam.

Leon siap menikmati pagi hari yang indah di luar ruangan.

Sampai ketika sebuah bola logam muncul dari ketiadaan, tidak sebenarnya dia ada disana dari awal.

"Tuan leon, bukankah itu ide buruk untuk menolak tawaran gadis itu".

"Maksudmu Anastasya?".

"iya".

Yang berbicara dengan Leon adalah robot Angle, namun berbeda dengan yang dulu.

(alih-alih mengoceh si pendek itu bahkan memberikan aku robot baru buatannya, wah~, bukankah Renal itu sebenarnya luar biasa).

Itu robot AI Angle terbaru buatan Kevin, itu di berikan tadi malam kepada Leon.

Leon tidak percaya sikap itu, tapi dia menerimanya dengan senang hati.

Kevin memberikannya secara cuma-cuma sebagai pelayan leon, itulah faktanya.

Angle kembali berbicara kepada Leon.

"Tuan tolong pikirkan baik-baik keputusan anda".

"satu-satunya rekanku hanyalah Renal, Kevin, dan, Viktor, tidak mungkin aku akan menerima tawaran Anastasya tentang menjadikanku pengawalnya, itu konyol".

(Cih, kenapa benda ini lebih berisik dari yang satunya).

Sesaat setelah duel Leon selesai, Anastasya menghampiri Leon dan berterimakasih, lalu setelah Anastasya meminta Leon untuk di sampingnya sebagai pengawal pribadi.

Tentu saja Leon menolak itu.

Tidak ada satupun alasan untuk menerima tawaran Anastasya.

"Tapi, satu-satunya rekan anda di sini hanyalah Anastasya seorang, tolong pikirkan sekali lagi tuan".

"Apa yang kau bicarakan, sudah aku bilang bukan, satu-satunya rekanku hanyalah mereka".

Merapikan seragamnya, lalu terdiam sesaat.

Leon menyadari sesuatu yang janggal.

"Tunggu dulu, dimana mereka bertiga".

Leon dengen tergesa-gesa keluar ruangan.

Membuka pintu dan mulai berjalan ke kamar sebelahnya.

Sebelum itu terjadi ada beberapa orang menghampiri dia.

Di tengahnya adalah seorang gadis.

"Anastasya, kenapa kau ada disini".

"Ah~, Leon akhirnya kita bertemu lagi, aku sudah menerima pesanmu tadi pagi, kau bilang berubah pikiran dan menerima tawaranku, sudah aku duga kamu memang bijak".

Anastaya tersenyum cerah sembaring mengatakan itu.

Pagi yang indah hanya untuk mereka berdua.