"Kau tahu, kita sudah melewati suka maupun duka dalam kurun waktu yang cukup lama. Sedih dan suka kita lalui bersama. Ini adalah kesempatanku untuk mengutarakan apa yang aku rasakan padamu. Untuk yang pertama dan terkahir kalinya, maukah kau menjadi pasanganku?"
***
Earth, pria 19th yang sudah berstatus sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi ternama dengan jurusan yang diinginkannya. Memiki paras tampan yang diincar banyak wanita, Earth sama sekali tidak bersikap dingin ataupun jual mahal kepada siapapun yang ingin berkenalan dengannya. Meski begitu, hatinya tidak mudah goyah dengan wanita secantik apapun, karena ia sudah menguncinya pada sosok wanita yang sudah ia sukai sejak lama, siapa lagi kalau bukan Moon Sabita.
Moon biasa disapa, adalah wanita dari keluarga yang cukup terpandang, yang begitu murah hati dan menerima Earth apa adanya. Meski sangat jelas mereka berdua berasal dari kasta yang berbeda, namun Moon maupun keluarganya sama sekali tidak memandang Earth sebelah mata.
"Bawakan sarapan untuk kekasihmu," ujar sang Mama –Mimi-.
"Siapa kekasihku?" tanya Moon terkekeh.
"Sudah tiga tahun, kamu masih saja tidak mau mengakui kalau dia adalah kekasihmu."
"Ma, aku dan Earth masih dalam proses pendekatan, belum ke tahap kencan atau pacaran," ujar Moon memberikan penjelasan, bahwasanya ia dan Earth belum memiliki hubungan yang resmi selain 'teman'.
"Jangan sampai Earth-mu itu berpaling pada wanita lain, Moon. Dia sangat tampan dan baik."
"Aku mengerti, Ma. Aku pergi dulu, ya …."
Moon berpamitan dengan sang Mama untuk menjemput Earth. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk dalam dunia perkuliahan, dimana ini adalah dihari pertama mereka akan melakukan masa orientasi mahasiswa. Moon pergi dengan mengendarai mobil barunya, pemberian dari papa nya yang berada jauh di benua yang berbeda. Mobil itu adalah hadiah karena Moon telah berhasil menjadi mahasiswa di universitas ternama.
Sementara itu, Earth di rumahnya juga tengah bersiap untuk hari pertamanya menginjakkan kaki di universitas yang didambakan olehnya, dengan status sebagai mahasiswa di sana. Sembari memakai dasi, ia memandang foto Moon yang ia pajang di kamarnya dengan sebuah bingkai cantik berwarna biru muda. Moon yang masih mengenakan seragam sekolah, terlihat mengumbar senyum kepadanya, seolah menyambut dengan ucapan 'selamat pagi'.
"Selamat pagi juga, Moon," ucap Earth, seolah-olah ia membalas sapaan dari Moon.
Ya, itu adalah rutinitasnya setiap pagi. Selalu beranggapan kalau Moon ada di hadapannya menyambut dengan kehangatan dan penuh cinta.
Tin!
Terdengar suara klakson mobil dari arah depan rumahnya. Earth menoleh dan tersenyum, ia segera merapikan kemeja putihnya dan mengambil tas ransel miliknya.
"Earth! Moon datang menjemput!" teriak ibunya –Rang-.
"Iya, iya … aku sudah bergegas ini," gerutu Earth, tidak suka jika ibunya terlalu heboh setiap kali Moon datang.
"Bawakan ini untuk Moon, untuk kalian sarapan," pinta sang ibu, memberikan sebuah kotak bekal.
"Bu, Moon pasti sudah sarapan di rumahnya," balas Earth, menolaknya.
"Ibu sudah bangun sangat pagi hari ini, untuk memasakkannya, Earth. Anggap saja ini adalah hadiah dari Ibu, karena Moon bisa masuk ke universitas dan juga jurusan yang diinginkan olehnya," "utur Rang, terlihat begitu menyayangi Moon, melebihi anaknya sendiri.
"Hmmm, baiklah. Akan kuberikan pada Moon."
"Hati-hati di jalan. Katakan pada Moon untuk tidak ngebut, ya!"
Earth berlalu dan tidak lagi menghiraukan ucapan ibunya.
"Pagi!" sapa Moon begitu semangat, saat Earth masuk ke dalam mobilnya.
"Pagi, cantik. Eu … ini ada titipan dari ibu. Selamat katanya, karena kamu telah menjadi—"
"Rupanya bukan hanya kamu saja yang mendapatkan titipan dari mamaku," ujar Moon, memotong ucapan Earth. Ia mengeluarkan sebuah kotak bekal dari dalam tas dan memberikannya kepada Earth. "Titipan dari mama, untuk sarapan," ujarnya kemudian.
Keduanya terkekeh karena ibu mereka sangat kompak menitipkan sarapan untuk pasangan dari anak mereka.
"Ibu sangat menyayangimu," tutur Earth.
"Mamaku juga, sayang padamu," balas Moon tidak mau kalah.
"Begitupun aku, sejak lama sudah mencintaimu."
Blush!
Moon tak mampu melihat pada Earth dan memilih berpaling, ia segera mengemudikan mobilnya untuk pergi ke kampus.
"Gugup?" tanya Earth.
"Diam, Earth. Aku sedang mengemudi," jawab Moon, tersenyum sendirian.
"Lain kali, aku akan belajar mengemudi. Agar kamu hanya perlu duduk manis, di tempat aku duduk saat ini."
***
Moon memarkirkan mobilnya tidak terlalu jauh dari koridor yang akan menghubungkan area parkir menuju ke gedung perkuliahan. Namun ini adalah hari pertama masa orientasi dan semua mahasiswa belum diperkenankan masuk ke dalam gedung perkuliahan, karena harus mengikuti prosedur wajib saat awal menjadi mahasiswa, yakni masa orientasi.
Seluruh mahasiswa berbaris memanjang untuk menuju ke lapangan dan berbaris menyaksikan parade dari pada mahasiswa senior yang sedang mempromosikan himpunan mahasiswa dan juga unit kegiatan mahasiswa atau biasa disebut dengan organisasi, yang ada di kampus tersebut.
"Ada yang membuatmu tertarik?" tanya Earth.
"Dari parade itu?" Moon balik bertanya, tanpa menoleh pada Earth, karena ia baris di depan Earth.
"Ya masa tertarik dengan pria lain. Aku mau dikemanakan?"
Moon tertawa dan menoleh ke belakang, lalu menjewer telinga Earth karena kesal.
"Siapa yang bercanda di sana?!"
Moon dengan sigap segera kembali berdiri tegap tanpa menoleh ke manapun. Sepertinya senior itu sedang menegur Moon yang bercanda dengan Earth. Rasa cemas menyelimuti Moon. Ia khawatir kalau dirinya akan mendapat hukuman karna itu.
"Perempuan yang menjewer telinga teman di belakangnya, coba maju ke depan."
'Aduh! Benar 'kan aku dipanggil,' batinnya menggerutu, ia pasti akan malu karena hal tersebut.
"Telinganya bisa dengar tidak?! Maju ke depan!"
"Aku gantikan saja," ucap Earth hendak menggantikan Moon yang sepertinya akan dihukum.
"Jangan! Aku saja. Tidak apa-apa, kok," balas Moon menahannya. Ia memberikan senyum dan memastikan kepada Earth kalau dirinya baik-baik saja.
Moon akhirnya menurut untuk maju ke depan barisan, menghampiri senior, kemudian ia berdiri menghadap ke barisan, melihat dan dilihat oleh seluruh mahasiswa baru yang ada di lapangan tersebut.
"Sedang apa tadi?" tanya senior itu. Tulisan dari badge name yang dipakai, namanya adalah Cloud.
"Sedang baris," jawab Moon, kemudian ia menunduk melipat kedua mulutnya, cemas kalau ia akan dipermalukan di depan banyak orang seperti itu. 'Lebih baik aku dihukum secara fisik, daripada dipermalukan seperti ini,' batinnya menggerutu.
"Siapa dia?" tanya Cloud, menunjuk ke arah Earth.
Moon melirik pada Earth, yang kini tengah menatapnya dengan tatapan khawatir. Earth tidak dapat menutupi rasa itu dan membuat Cloud menjadi penasaran dengan apa yang terjadi diantara mereka.
"Kekasihmu, bukan?" tanya Cloud lagi.
Moon memilih untuk diam dan menunduk. Ia tidak menjawabnya.
"Kenapa diam? Kalau diam, itu tandanya kalian …."
"Kami hanya berteman. D—dia … hanya teman saja."