Di perjalanan menuju ke kantin, Shiro melihat ke bawah ke halaman sekolah. Ia melihat beberapa mayat yang tergeletak di beberapa tempat. Namun ia terus berjalan tanpa mengatakan sepatah katapun, takut jika hal tersebut dapat membuat Dara merasa semakin khawatir.
Setibanya di depan kantin, tanpa pikir panjang Shiro langsung membuka pintu masuk dan berjalan masuk. Namun... Baru satu langkah Shiro berjalan masuk, ia tiba-tiba dihajar habis-habisan oleh orang-orang yang sedari tadi bersembunyi di balik pintu kantin.
"Shiro!!" teriak Akmal yang masih berdiri di luar kantin. Panik melihat Shiro dihajar habis-habisan, ia pun mengacungkan senjatanya dan bersiap untuk menembak.
"Shiro?? Suara itu... Tunggu dulu, hentikan!!" teriak Cindy, bergegas berlari menuju pintu masuk.
Orang-orang yang menghajar Shiro berhenti seketika dan mencoba untuk memperhatikan orang yang telah mereka hajar hingga terkapar di lantai. "Shi... Shiro?!!" seru orang-orang tersebut, terkejut melihat orang yang mereka hajar ternyata adalah Shiro.
"Heeeehh???!!" seru Cindy, terkejut melihat Shiro tergeletak di lantai. "Kalian bodoh sekali! Kenapa kalian tidak memastikan orang yang akan kalian hajar terlebih dahulu." imbuhnya, memarahi orang-orang yang telah menghajar Shiro.
"Apa yang kalian lakukan?!! Aku hampir saja menembak kalian!!" teriak Akmal, menurunkan senjatanya.
Shiro mencoba untuk berdiri perlahan seraya berkata, "Keparat sialan! Jadi ternyata kalian bisa memukul dengan benar, hah?" Shiro tersenyum bengis dan memegang pundak salah satu orang yang telah menghajarnya, membuat orang tersebut ketakutan setengah mati. Namun tidak lama kemudian, Shiro tiba-tiba roboh dan langsung pingsan.
"Shiro-kun!!" teriak Dara dari luar kantin.
"Dara?? Kau baik-baik saja? Syukurlah!!" Cindy terkejut melihat Dara yang sedang berdiri di balik tembok. Ia pun bergegas menghampiri Dara dan langsung memeluknya.
"Cindy-chan, aku baik-baik saja! Tapi Shiro-kun... Dia sedang terluka parah. Lihatlah!" seru Dara, terlihat sangat cemas.
Cindy melepaskan pelukannya dan menoleh ke arah Shiro yang sedang terkapar di lantai. Ia terlihat sangat terkejut melihat ada darah menggenangi tubuh Shiro. "Hheeeee??!! Bagaimana dia bisa mendapatkan luka separah itu?!!"
"Ayo cepat obati dia!" teriak Akmal, mencoba untuk mengangkat tubuh Shiro.
Beberapa waktu kemudian.
"Kalian kemana saja? Aku sangat khawatir. Disaat kerusuhan seperti ini, kalian menghilang begitu saja. Lalu apa yang telah terjadi? Bagaimana Shiro bisa sampai cidera separah ini??" tanya Cindy, merasa sangat kebingungan.
Akmal mulai menceritakan apa yang mereka alami selama 1 minggu terakhir. Sedangkan Dara dan beberapa siswi lainnya mengobati luka Shiro yang sedikit terbuka akibat kesalahpahaman tadi.
"Jadi seperti itulah. Setelah itu, kami memutuskan untuk mencarimu dan kemudian pergi kerumah Dara." tutur Akmal, menjelaskan apa yang telah terjadi.
"Aku... Aku tidak tahu harus bilang apa saat dia bangun nanti. Hal ini pasti sangat berat baginya." Kata Cindy, sangat sedih memandangi Shiro.
"Untuk saat ini, aku rasa kita perlu fokus untuk masalah yang sedang terjadi. Cindy, berapa banyak orang yang ada di lingkungan sekolah?" tanya Akmal, mengalihkan pembicaraan agar Cindy tidak terlarut dalam kesedihan.
"Kalau di gedung ini, ada sekitar 100 orang perempuan dan 30 orang laki-laki. Tapi masih ada banyak orang lain di bangunan lainnya. Mereka tidak berani keluar karena para tentara sering datang kesini." jawab Cindy.
"Kenapa para tentara datang kesini?" sahut Dara penasaran, menaruh handuk basah di dahi Shiro.
"Saat pertama kali mereka datang, mereka hanya mencari sesuatu untuk dimakan. Tapi lama-lama, mereka mulai menculik para gadis-gadis dan di bawa entah kemana." jawab Cindy menjelaskan.
"Dan.... Tidak ada seorangpun yang melawan?" Tanya Akmal.
"Mereka membawa pedang dan senapan!! Kau pikir ada yang berani melawan mereka?!" Cindy terlihat sangat kesal mendengar pertanyaan Akmal tersebut.
"Hey, tenanglah. Aku hanya bertanya." kata Akmal, mencoba menenangkan Cindy.
"Beberapa pria yang tidak rela pacarnya diculik mencoba untuk melawan. Tapi mereka semua mati terbunuh. Apa kau tidak lihat, ada banyak mayat di bawah sana?" kata Cindy, menjelaskan dengan lebih tenang.
"Di luar sana gelap gulita. Tapi memang benar, saat melewati halaman depan, aku mencium bau busuk yang sangat menyengat." kata Akmal, memegang dagunya.
"Kalian pasti telah mengalami hari yang sangat berat." sahut Shiro, mencoba untuk berdiri.
"Shiro... Kau sudah sadar. Syukurlah!" kata Cindy, merasa lega melihat Shiro yang sudah sadarkan diri.
"Shiro-kun, sebaiknya kamu jangan terlalu banyak bergerak. Aku khawatir lukamu akan kembali terbuka lagi." kata Dara, membantu Shiro untuk bangun.
"Tidak apa, aku sudah agak mendingan sekarang." kata Shiro, tersenyum ke Dara. "Cindy.. Maafkan aku.. Aku tidak bisa menyelamatkanmu dari keganasan para pria mesum itu." kata Shiro, menatap Cindy dengan sorot mata sedih.
"Yang di culik bukan aku, dasar mesum!!" Cindy melempar kotak tisu yang ada disampingnya ke arah Shiro. "Tapi aku sangat senang. Kau datang untuk mencari ku." imbuhnya, tersenyum manis.
"Senyumanmu menakutkan, hentikan!" Shiro melihat Cindy dan berlagak ketakutan.
"Errghh... Kubunuh kau, dasar bodoh!" kata Cindy, kesal. Dia mengambil sapu dan bergegas menghampiri Shiro. "Aku sangat menyesal telah mengkhawatirkan orang menyebalkan sepertimu!"
"Cindy! Tenanglah!" seru Akmal, menahan kedua bahu Cindy dari depan.
"Nah, wajah itu lebih cocok untukmu." kata Shiro, meledek Cindy sambil bersembunyi di belakang bahu Dara.
Melihat tingkah mereka berdua yang memang tidak pernah bisa akur, Dara pun hanya bisa terkekeh kecil.
Saat keadaan sudah sedikit tenang, Akmal pun melepaskan tangannya dari bahu Cindy.
"Dari dulu kau sama sekali tidak pernah berubah. Itulah sebabnya aku membencimu. Kau selalu saja menanggung semuanya sendirian, seperti tidak ada orang lain yang mau peduli kepadamu." kata Cindy, berjalan mengambil minum. Sesaat setelah selesai minum, Cindy kembali berkata, "Aku hanya ingin kau mengerti jika kau itu tidak sendirian. Kau masih punya teman yang akan membantu menanggung beban-bebanmu itu. Jadi berhentilah bersikap egois!"
Karena tidak tahu harus berkata apa, Shiro pun hanya bisa menunduk dan terdiam mendengarkan perkataan Cindy. Hingga akhirnya suara gemerisik siaran radio mulai terdengar dan mengalihkan perhatian semua orang.
*Zzzrrrttttt.....*
"Selamat malam saudara-saudaraku warga kota kretek. Bahan makanan dan obat-obatan di camp pengungsian sudah habis. Anak-anak kelaparan dan mulai terjangkit penyakit. Kita tidak bisa menunggu lagi."
*Zzzrrrttttt.....*
"Maka dari itu, tengah malam nanti, kami akan melancarkan serangan terakhir. Kami akan mengambil alih balai kota dan merebut kembali kebebasan kita."
*Zzzrrrttttt.....*
"Kami mohon bagi siapapun yang mendengarkan siaran ini.. Bergabunglah dengan kami! Mari kita sama-sama merebut kembali kebebasan kita."
"Pada pukul 11 malam nanti, Zzzzrtt... 3000 warga... Zzzzrrrtttt.. Balai kota.. Zrrrttt... Kita berjuang bersama-sama.....Zrrrttttttt." Siaran radio tersebut terdengar putus-putus dan akhirnya berakhir.
"Bukankah itu tadi suara Mike-san?" kata Akmal.
"Apa yang sedang dipikirkan oleh Mike? Seorang anak kepala polisi malah memimpin pemberontakan! Apa dia sudah kehilangan akal sehatnya?!" kata Cindy, merasa sangat kesal.
"Cindy!" seru Akmal, menegur Cindy.
"Ehm, Dara, maafkan aku. Aku tidak bermaksut untuk...." Cindy terlihat menyesal telah mengungkapkan kekesalannya tanpa memikirkan Dara yang terlihat sangat cemas.
Sedangkan Shiro yang sedari tadi memandangi Dara yang terlihat sangat gelisah pun mulai beranjak berdiri dan berkata, "Dara... Jangan khawatir. Bukankah aku sudah berjanji kepadamu kalau aku akan menghentikan mereka?"
Mendengar orang yang ia sayangi mencoba untuk menenangkan hatinya, Dara pun tersenyum tipis memandangi Shiro.
"Apakah ada mesin penyiar di sekolah ini?" tanya Shiro kepada seluruh orang yang berada di dalam kantin.
"Di laboratorium teknologi di lantai 3 bangunan ini, ada mesin penyiar." jawab seorang wanita yang berdiri di belakang meja.
"Tapi generatornya rusak. Kami sudah memeriksanya beberapa hari yang lalu." sahut seorang pria di sebelah wanita tadi.
"Akmal, apa kau bisa memperbaikinya?" tanya Shiro kepada Akmal.
"Aku akan mencobanya." kata Akmal sambil berdiri.
Tiba-tiba, seseorang berlari dengan mengendap-endap memasuki ruangan kantin. Ia nampak panik dan berteriak pelan, "Gawat! Para tentara datang lagi!"
Mendengar kabar dari pria tersebut, Shiro meminta Akmal untuk bergegas melakukan tugasnya. "Cepatlah pergi!"
"Baiklah!" Dengan mengendap-endap, Akmal bergegas berlari keluar ruangan.
"Matikan lilinnya dan cepatlah pergi sembunyi!" kata seseorang di samping Jendela.
"Kalau begitu aku akan pergi membantu Akmal!" kata Dara, beranjak berdiri.
"Dara, apa kau baik-baik saja?" tanya Cindy, khawatir.
"Selamatkanlah apa yang masih bisa kamu selamatkan. Demi apapun yang masih tersisa darimu, berjuanglah!" kata Dara dengan senyuman, yang kemudian bergegas berlari keluar dengan mengendap-endap.
Cindy hanya terdiam memandangi Dara pergi meninggalkan ruangan. Ia sedikit heran dengan sifat Dara yang tidak seperti biasanya. "Apa yang sebenarnya telah terjadi 1 minggu terakhir ini?" kata Cindy, melihat Shiro.
"Well, kita berdua tidur satu ranjang, dan dengan tidak sengaja aku meremas payudaranya. Empuk sekali, seperti agar-agar." kata Shiro dengan raut wajah datar.
Cindy yang tidak mempercayai perkataan Shiro pun menghela nafas dan berkata, "Aku masih tidak habis pikir. Bagaimana mungkin Dara bisa menyukai orang mesum sepertimu."
Ayo beri saya semangat guys...!
Cek komik pendek adaptasi novel-novelku di IG:ShiroMSFA dan mohon subscribe channel YouTube ShiroMSFA sebagai bentuk dukungan