-Christopher Hudson-
Dua hari setelah aku melamar Isabella Stuart, aku meminta pengacaraku untuk mengurus pernikahan kami dicatatan sipil. Ini pernikahan rahasia antara aku dan gadis yang usianya lebih dari limabelas tahun. Ini bukan kulakukan karena aku ingin keuntungan saja darinya, tapi untuk melindunginya dari sorotan public yang terkadang terlalu kejam.
Kami menikah hari ini di catatan sipil setelah sarapan bersama dengan Granny.
"Maaf aku tidak membuatkan pesta besar untukmu." Sesalku, dia tersenyum. "Itu bukan masalah besar bagiku." Katanya dengan senyum menghiasi wajahnya.
Meski begitu aku jelas melihat ada hal yang mengganjal di pikirannya soal pernikahan kami yang tidak kami resmikan secara agama melainkan hanya catatan sipil saja.
"Ada yang kau pikirkan?"
"Tidak." Dia menggeleng kemudian tersenyum.
"Jika kau ingin bulan madu, kau bisa pilih tempat yang kau sukai, kita akan pergi kesana, ketempat yang kau inginkan." Ungkapku, berharap dia bahagia soal ini, tapi nyatanya tidak, aku masih melihat sorot mata yang kurang bahagia dalam tatapannya itu.
***
-Isabella Stuart-
Christ melamarku dengan gila di bathup dan aku hampir mati karena bahagia. Dua hari setelah itu diputuskan sebagai tanggal pernikahan kami walaupun konsepnya adalah Secret Wedding. Alasannya jelas, Christ tidak ingin aku terlalu diekspose oleh media karena pernikahan kami dan status kami yang adalah mahasiswi dan dosen. Aku sangat bahagia meski Christ mengatakan bahwa tidak akan ada pesta, lagipula pesta bukan sesuatu hal yang penting bagiku saat ini. Aku hanya ingin hidup bahagia dengan Christ dan menjadikannya satu-satunya milikku.
Yang menjadi masalah adalah sehari sebelum pernikahanku aku datang ke panti asuhan untuk membagi kabar bahagia ini dengan ibu pantiku. Saat aku datang dia bahagia, tapi kemudian sebuah badai besar seolah mengamuk dengan begitu keras menampar wajahku saat aku melihat gadis yang sangat mirip denganku berdiri di hadapanku.
"Siapa dia?" Tanyaku terbata.
"Elina Jacob." Kata ibu pantiku.
"Kami sangat mirip." Aku masih berusaha mencerna keadan ini, mengapa kami sangat mirip?
"Kalian ternyata adalah saudara kembar." Ujar ibu panti.
"Kembar?" Aku merasa sebuah petir baru saja menyambarku.
"Dia diadobsi oleh Mr. Jacob Hawkins sehari setelah kalian ditinggalkan didepan panti."
Aku tertegun menatap gadis itu. Dia menatapku, tapi aku tidak merasa bahwa kami memiliki ikatan darah sama sekali, mungkin wajah kami mirip, tapi dia tidak menunjukan sorot mata yang bersahabat. Dia tampak sulit untuk didekati.
"Dia datang kemari untuk mencarimu setelah tahu fakta bahwa dia memiliki saudari kembar."
"Mengapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" Protesku pada ibu panti.
"Aku tidak ingin kau merasa lebih buruk nak, karena tidak diadobsi bukan berarti kau lebih buruk. Lihalah sekarang, kau bahkan memberikanku kabar bahwa seorang pria kaya yang terpelajar akan menikahimu." Ibu panti meraih tanganku dan menggenggamnya.
"Elina baru saja mengalami hari buruk, kedua orangtuanya mengalami kecelakaan dan sekarang dia kembali sebatangkara. Dia ingin kembali ke panti."
Gadis itu menatapku. "Mungkin kalian bisa menjadi saudara yang lebih akrab." Ujar Ibu Panti.
"Apa maksudnya?" Tanyaku.
"Elina ingin tinggal bersamamu."
Aku menelan ludah, aku bahkan belum bisa mencerna semua ini dalam kepalaku dan gadis yang terlihat mirip denganku itu ingin tinggal bersamaku?
"Saat dia meninggalkanmu itu terjadi karena dia masih bayi dan tidak punya pilihan, tapi sekarang kau sudah dewasa dan kau punya pilihan sayang." Ibu panti menatapku, kalimat-kalimatnya mengarahkanku untuk memikirkan soal opsi membawa Elina tinggal bersamaku. Tapi bagaimana dengan Christ? Christ pasti tidak bisa menerima ini begitu saja, sama seperti diriku.
"Aku akan memikirkannya." Kataku sebelum akhirnya aku meninggalkan panti. Keputusanku untuk memberikan kabar baik pada ibu panti ternyata membawaku pulang dengan kabar buruk. Sepanjang hari aku sangat stress memikirkan soal Elina, wajahnya yang mirip denganku membuatku merasa buruk setiap kali aku berkaca.
Jika dia sudah bahagia selama duapuluh tahun tanpa diriku mengapa sekarang dia datang dan ingin tinggal bersamaku?
Bahkan hingga hari pernikahanku, beban soal Elina masih menggelayut dan membuatku tertekan. Bahkan saat Christ memberikan tawaran untuk bulan madu, aku tidak bisa memikirkannya sama sekali.
Hingga mala mini, malam dimana kami resmi hidup sebagai suami isteri meski pernikahan kami dirahasiakan. Christ berbaring memelukku, dan aku tidak bernafsu sama sekali untuk bercinta dengannya malam ini.
"Aku memperhatikanmu sepanjang hari, kau tampak murung." Ujarnya.
"Tidak." Bohongku.
"Sekarang aku suamimu, aku berhak tahu beban pikiran apa yang sedang dialami isteriku." Katanya sambil mencium pundakku.
"Tidak ada." Bohongku lagi, aku berbalik dan dia mengecup bibirku, tapi aku tidak bereaksi.
"Katakan padaku, dengan semua kemampuanku aku pasti akan membantumu." Katanya meyakinkanku.
Aku menghela nafas dalam. "Aku punya saudara kembar." Kataku ragu.
"Saudara kembar?" Alis Christ bertaut.
"Aku juga baru mengetahuinya kemarin saat aku menemui ibu panti."
Christ menaikkan alisnya. "Bukankah itu hal yang baik, setelah selama ini kau merasa sangat sendiri di muka bumi, sekarang kau memiliki dua orang yang bisa kau sebut keluarga, satu aku dan satu lagi saudara kembarmu." Christ berusaha membuatku merubah konsep di dalam kepalaku.
"Dia tidak tampak seperti saudara kembarku." Ujarku lirih.
"Kalian belum saling mengenal meskipun kalian saudara kandung, hanya itu masalahnya."
"Masalahnya adalah dia ingin tinggal bersamaku sekarang setelah kedua orangtua angkatnya meninggal dunia." Kataku dengan mata berkaca.
"Heiii . . ." Christ menggulungku dalam pelukannya. "Kita punya banyak kamar kosong, dia bisa menempati salah satunya." Ujar Christ, tapi entah mengapa yang kurasakan bukan hanya sekedar ingin tinggal bersama, gadis itu menginginkan kehidupanku. Dia menginginkan apa yang kumiliki sekarang. Entah mengapa aku merasa dia selalu lebih unggul dariku, pertama dia memenangkan hati pasangan suami isteri Jacob Hawkins hingga akhirnya diadobsi oleh mereka. Memiliki kehidupan yang baik, mendapatkan kasihsayang yang cukup, bahkan pendidikan yang baik, sementara aku sebaliknya. Menghabiskan lebih dari tujuh belas tahun didalam panti asuhan, dan harus berjuang untuk hidup di luar panti selama tiga tahun sebelum akhirnya aku bertemu dengan Christoper Hudson dan sekarang dia kembali, untuk merebut semuanya dariku.
Oh sial, mengapa aku merasa sedemikian buruk? Harusnya aku bahagia menerima kedatangan saudari kembarku, harusnya aku bersyukur bahwa bukan aku satu-satunya orang di dunia ini yang lahir dengan darah dari orang tua kami, tapi ada dia. Harusnya aku bahagia karena punya orang yang bisa kusebut kakak atau adik dan akan menjadi orang yang selalu ada untukku begitu juga sebaliknya, Harusnya . . .harusnya aku tidak berpikir buruk tentangnya.
"Aku tidak akan membahasnya jika kau tidak ingin." Christ memelukku semakin erat, dan pelukan itu sangat membantu. Setidaknya aku tahu bahwa ada satu orang yang selalu ada untukku dan itu adalah Christ Hudson, suamiku.