webnovel

Rumah Sakit

POV Aditya

Melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah enam. Aku terlambat lagi pulangnya. Sebaiknya aku pukang saja sekarang meskipun masih ada kerjaan yang belum selesa di sini. Pintu di ketuk. Aku menyuruhnya untuk masuk.

"Ini laporan hasil rapat tadi," ujar Bayu seraya menyerahkan map birunya.

Aku melihat berkas tersebut. Menghela napas lalu mengambil tas bersiap untuk pulang. Beberapa menit kemudian sampai di rumah. Kayla tengah asyik memainkan ponselnya.

"Eh, sudah pulang?" ujarnya begitu menyadari kedatanganku dan menyimpan ponselnya.

"Clarisa?" tanyaku.

"Dia sedang pergi mengaji bersama temannya."

Hanya berdeham menanggapinya. Saat duduk di sampingnya, dia langsung memelukku.

"Jangan peluk dulu. Aku habis dari luar sayang," ujarku.

"Biarkan aku melepas rinduku sebelum Clarisa pulang. Lagi pula aku suma baumu."

"Aneh kamu!"

Kayla tidak menghiraukannya dan tetap memelukku. Terdengar pintu terbuka yang diiringi salam dari Clarisa dengan suara nyaringnya. Kayla melepaskan pelukannya. Dia langsung menyapa kedatangan anaknya itu.

"Daddy mau ke kamar mandi dulu sebentar."

Ibu dan anak itu mengangguk secara bersamaan. Aku beranjak dari sofa yang aku duduki. Membersihkan badan, mengganti pakaian lalu kembali ke ruang tengah.

"Daddy pulangnya selalu terlambat. Aku juga ingin bermain dengan Daddy," kata Clarisa yang tengah bercerita pada Kayla.

"Daddy pulang terlambat karena pekerjaannya sayang," jawab Kayla.

"Ada yang lagi membicarakan daddy nih," kataku sambil berjalan lalu duduk di samping Kayla.

"Daddy harus main sama Ica sekarang!" seru Clarisa.

Aku mengangguk lalu mengikuti permainan yang dia inginkan. Saat sedang asyik menemani, ponselku berdering. Rena. Nama yang tampil di layar ponsel. Menekan tombol hijau lalu menempelkannya ke telinga.

"Kak ayah pingsan," ucap Rena.

"Bagaimana sekarang?" tanyaku.

"Dibawa ke rumah sakit untuk melalukan pemeriksaan. Ini aku lagi di rumah sakit setia abadi. Kakak datang ya?"

"Ya," jawabku singkat.

Setelah menjawab, teleponnya kututup. Lalu memberitahu kepada Kayla untuk pergi bersiap untuk pergi. Kayla pun bergegas pergi ke kamarnya.

"Kakek sakit, dad?" tanya Clarisa .

"Iya, Ca. Kita sekarang ke sana ya? Kamu ambil jaketnya," kataku.

Clarisa mengangguk lalu berlari ke kamar. Kayla dan Clarisa datang secara bersamaan. Semua sudah siap untuk pergi. Kami pun pergi menggunakan mobil merah. Kayla begitu khawatir saat mendengar ayahku berada di rumah sakit. Tak lama kemudian kami pun sampai.

"Dad, apa kita akan bermalam di sini?" tanya Clarisa.

"Kita lihat nanti ya, Ca," ujar Kayla.

Clarisa mengangguk. Sampai di depan ruangan ayah. Ibu begitu sedih saat ayah masih berbaring tak sadarkan diri.

"Apa penyebabnya dia sepeti itu?" tanyaku pada Rena.

"Ini kak," ujar Rena lalu memberikan amplop coklat.

Isinya berisi foto dan beberapa data perusahaan yang bocor beberapa tahun lalu yang menyebabkan perusahaan hampir bangkrut. Ini sama dengan bukti yang Fikram temukan hanya saja ini lebih rinci, lebih detail dan buktinya lebih lengkap dari yang Fikram dapat. Ini tidak mungkin. Pantas saja ayah sampai jatuh pingsan saat melihat ini.

"Siapa yang mengirimkan ini?" tanyaku.

"Aku enggak tahu kak. Saat tadi aku pulang amplop itu sudah ada tergeletak di dekat pintu dan aku baca di sana ada tulisan untuk ayah, jadi aku langsung memberikannya tanpa aku melihatnya terlebih dulu," jelas Rena.

"Oke. Kamu pulang saja, dan bawa Clarisa bersamamu. Dia harus masih bersekolah besok."

"Iya," jawab Rena. "Ca, ayo pulang sama aunty. Tidur sama aunty ya?"

"Ica mau tidur sama aunty Na, boleh kan mom, dad?"

"Iya, sayang. Hati-hati di jalan ya," ujar Kayla sambil mengusap kepala anaknya.

Setelah mencium tangan, Clarisa melambaikan tangannya.

Aku menghubungi Fikram untuk melihat CCTV kediaman keluarga Kusuma. Fikram memberitahu bahwa rekaman CCTV-nya ada yang menghapus sehingga tidak bisa dilacak. Ternyata ada yang lebih hebat dari Fikram tentang IT.

"Ck!" berdecak kesal.

Aku melihat Kayla tengah menenangkan ibu. Menghela napas panjang. Pintu terbuka.

"Kondisi pasien membaik. Dia perlu istirahat. Dan selebihnya nanti dokter yang menjelaskan. Sementara pasien dipindahkan ke ruang rawat," jelas perawat itu.

"Keluarga pasien bisa ikut saya," ujar dokter.

"Baik," sahut ibu.

"Adit temani ya bu?" tawarku.

"Tidak. Kamu temani ayah saja dulu, nanti beritahu ibu di mana ruangannya."

Au hanya mengangguk. Perawat membawa ayah ke ruangan VIP.

"Sayang, ayah akan baik-baik saja kan?" tanya Kayla yang menatap ayah.

"Kenapa kamu begitu khawatir padanya? Sedangkan dia saja tidak peduli denganmu? Hatimu terbuat dari apa?" kataku.

"Dia itu ayahmu loh, kamu tega banget sama ayh sendiri. Aku sudah menganggapnya sebagai ayahku sendiri."

"Aku tidak ingin memiliki ayah sepertinya. Jika kita bisa memilih orang tua yang kita inginkan aku tidak akan memilihnya."

"Sampai kapan kamu benci pada ayahmu sendiri?"

"Sampai dia meminta maaf dan mengakui bahwa kamu adalah istriku yang tak lain adalah menantunya."

Kayla terdiam saat aku berbicara seperti itu. Aku jadi ingin melihat ayah saat Kayla merawatnya. Ibu datang dengan perasaan sedih. Dia bilang bahwa ayah kena serangan jantung. Ponselku berdering.

"Ya kak?" kataku setelah mengangkat telepon dari kak Cintya.

"Bagaimana kondisi ayah? Kenapa kamu tidal memberitahu kakak?"

"Ayah belum sadar kak. Dokter bilang harus beristirahat, sepertinya akan tinggal semalam di sini."

"Baiklah kalau begitu, kabari kalau ada apa-apa. Bilang maaf pada ibu karena tidak bisa datang sekarang karena masih berada di luar kota."

"Makanya jangan ikut kalau suami dinas!"

"Suka hatilah mau ke mana ikut ke mana juga. Ingat! Beri tahu kalau ada apa-apa nanti."

"Ya."

Kayla membujuk ibu untuk beristirahat terlebih dahulu, tapi ibu menolaknya. Aku terjebak dalam lamunanku sendiri. Memikirkan siapa orang yang mengirimkan itu. Tidak mungkin jika tidak ada alasan khusus. Pasti akan ada alasannya mengirimkan itu.

"Sayang!" Aku panggil-panggil dari tadi loh," kata Kayla yang sudah ada di sampingku sambil menyentuh tanganku.

"Ah, maaf. Aku hanya memikirkan hal lain. Ada apa?"

"Kamu belum makan tadi. Mau makan apa? Ya meski pun ini sudah malam, tapi kamu belum makan dari tadi."

"Ini sudah malam, lagi pula aku tidak ingin makan makanan berat."

"Susu mau?"

"Boleh asal hangat ya?"

"Siap bos!" ujar Kayla dengan hormat empat jarinya.

Dia beranjak dari tempat duduknya dan menanyakan pada ibu, untuk sekalian membawanya. Tak lama kemudian Kayla datang dengan beberapa kantung plastik di tangannya. Dia bilang dia membeli beberapa camilan untuk ibu karena ibu sama sekali tidak menginginkan apa-apa. Aku menyuruhnya untuk duduk di sampingku.

"Terima kasih," ujarku begitu Kayla menyodorkan susu hangatnya.

"Apa kak Cintya akan datang?" tanya Kayla.

"Tidak. Sepertinya dia akan datang besok, karena masih berada di luar kota."

Kayla hanya mengangguk paham.