webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · 都市
レビュー数が足りません
314 Chs

MKC 36 Pengakuan 

Gue hanya mendeham sebagai jawaban. Sedangkan dua mata gue memperhatika gerak gerik Jono tengah mencari sesorang. Kepedean kalau gue mengira yang dia cari adalah gue.

"Posisi?" belum selesai bicara maka kami sudah bertemu. Jarak lima belas meter diantara hiruk pikuk lalu lalang orang dewasa  yang tengah sibuk hendak berangkat bekerja. Gue diam. Jono diam, sampai pada akhirnya dua sepupunya datang menghampiri. Menepuk punggung gue menandakan kalau yang gue alami saat ini bukan mimpi dipagi hari yang panas.

"Akhirnya Nggi. Lo tau nggak perjuangan kita sampai akhirnya disini?" oceh Edi ngos ngosan.

"Nggak." gue nggak mau tahu dan tidak mau tahu. Yang jadi pertanyaan kenapa bisa trio kibul ada di Bandung?

"Kita jemput lo. Anggi...kita pulang bareng ke Prembun." ucap Ebi seolah menjawab pertanyaan di kepala gue yang menggema.

"Kok bisa?"

"Panjang ceritanya..."

"Disingkat dong."

"Iya. Tapi naik KRL dulu yuk." ajak Ebi menarik tangan gue. Pegang tangan gue hingga didalam kereta. Hingga kereta melaju. Hingga sampai di Pasar Senen.

Mereka tidak langsung mengajak gue naik kereta jurusan Jogja tapi membawa gue kesalah satu toko elektronik dekat stasiun.

"Kok kesini? Kan mau pulang katanya..." erang gue frustasi. Apa dosa gue wahai ayah ibu? Mengapa kalian membiarkan gue pulang sendirian? Apa kalian tahu kalau anakmu ini telah diculik alien menyamar jadi teman sekolah?

"Beli HP dulu." jawab Jono akhirny membuka mulut. Dari perjalanan Bandung ke Jakarta dia terus diam, sesekali melirik kearah gue dan Ebi.

"Ya udah jangan lama-lama." 

"Lo mau yang seri X atau yang terbaru, 11 ?" kata Jono lagi.

"Kok gue sih? Kan lo yang mau beli. Gue udah ada HP baru." sanggah gue super binggung. Enggak ada hubungannya juga gue pilih seri yang mana kalau yang mau beli saja aneh begitu tingkahnya.

"Buat elo...Nggi." ucap Jono pelan saja. Tetapi, tatap matanya itu loh...tajam menusuk kearah gue. Membuat gue yang tadinya duduk santai jadi kehilangan keseimbangan pendengaran. Nggak salah dengar kan gue?

"Makasih Jon. Tapi nggak usah. HP baru gue masih layak pakai kok." tolak gue baik-baik.

"Lo mau pulang apa gue culik?" desak Jono.

Ya ampun..ibu tolong anakmu ini. Mau diculik katanya.

"Ya pulang dong. Besok kan udah masuk sekolah lagi." erang gue lirih. Gagal paham sama maksud itu bocah bule.

"Jadi suka yang mana?" tanya Jono sekali lagi.

"Terserah lo. Kan elo yang beli." ucap gue salah tingkah ketika dengan kedua mata gue jelas melihat Jono membeli iPhone X keluaran terbaru dengan kartu kredit berwarna hitam elegan.

Susah payah gue menelan ludah. Sekalipun hendak menolak atau menawar untuk mengganti uang yang sudah dia keluarkan dengan cicilan sama tidak mungkinnya.

Seperti kata pepatah, memakan buah simalakama.

Kamar kecil gue semakin sempit rasanya saat mata gue tidak bisa beralih dari bungkusan paper bag toko elektronik asal Jakarta. Terlebih untuk melihat isi didalamnya yang belum berani gue buka setelah pengecekan yang dilakukan pegawai toko tersebut kemarin.

Iya kemarin. Kemarin yang bagi gue selayak mimpi horor bin ajaib.

Mister Jonathan, mister Edward bukan Cullen dan mister Sebastian datang bak pangeran dalam dongeng buku cerita klasik, mereka jauh-jauh bertolak dari Sidney di benua Australia ke Bandung demi menjemput gue lalu membelikan HP baru karena Anggoro Saputra yang kelewat gue sayangi itu. Kalau bukan mimpi ini pastilah cerita fiksi ala teenlit populer. Karena yang gue alami ini khayalun alias tidak masuk akal.

"Nggi...boleh minta satu hal?" suara Jono samar terdengar, setelah tujuh belas panggilan tidak gue hiraukan.

"Tergantung...kalo lo minta buat nggak jual HP pemberian lo..."

"Bukan." sela Jono tidak sabar. "Jadilah Anggi yang seperti biasa. Terlepas lo mau pake HP itu atau enggak. Gue cuman minta itu. Dan jangan abai ke gue. Oke!" tegas Jono semakin membuat gue binggung tujuh keliling plus kuadrat pangkat.

"Itu sih...gue emang kaya gini dari dulu kan? Soal abai, siapa juga yang tidak ada kabar tiba-tiba nongol bikin jantungan kemarin?" seru gue.

Ada suara tawa yang tertahan dari seberang telepon. Jono ngetawain gue? Okeh, emang selucu apa gue dimata dia?

"Ya, ya gue tau kok. Tapi kenapa nitip sepeda di rumah Budi?"

"Suka gue mau apa dong. Secara ada penting sama Susanti, adiknya si Budi." jawab gue setengah waspada. Apa urusan dia mau tau urusan gue?

"Apa mau gue jemput tiap hari?"

"Lo mau disunat sama ayah gue kalo nekad?"

"Gue udah sunat Nggi. Ntar habis kepotong dong. Ntar pipisnya gimana?" kelakar Jono penuh tawa.

"Bukan urusan saya, eh gue."

"Iya. Iya. Tanggal merah besok jadi loh ke Menganti." celoteh Jono masih saja mengajak ke pantai.

"Bukannya pasir di Sidney lebih putih dari yang ada disini. Ada apa sih di Menganti? Perasaan itu kan pantai tempat berlabuhnya nelayan mencari ikan?" ujar gue terheran-heran.

"Just get the moment Nggi...ada orang yang bilang belum Kebumen kalo belum pernah ke Menganti." jawab Jono serius. Pasti ulah Budiman ini. Dasar itu cowok keriting. Kemana dan dimana pun ada saja kata-kata yang dicucurkan tanpa makna.

"Ya elah. Selain Menganti masih banyak pantai yang bagus kok."

"Kata siapa?"

"Kata si embah Gugel. Siapa lagi?"

"Ya nggak bisa semua dilimpahkan pada embah Gugel. Nggi...apa lo nggak kasihan si embah sudah tua, banyak beban data eh masih diminta tanya setiap detik?"

"Napa musti kasihan sama mesin?"

"Mesin juga buatan manusia, Nggi..."

"Salah sendiri manusianya. Coba nggak usah repot bikin Gugel."

"Kalo nggak ada Gugel, sekarang pasti umat manusia di dunia ini masih terbelakang."

"Susah ya becanda dengan anak jenius..." belum selesai gue ngomong HP yang gue pegang mengeluarkan bunyi kentut tidak berbau.

Setelah gue lihat ternyata baterai habis.

Damm it.

Dan...pada akhirnya, dengan amat terpaksa gue membuka bungkusan dimana iPhone X baru tersimpan.

Go to school.

Back to school.

Hari pertama di semester kedua. Tidak ada yang berubah. Tidak ada hal baru, kecuali HP baru yang gue sembunyikan didasar terdalam ransel. Tidak ada yang tahu kecuali Ana dan tentu saja trio kibul.

"Nggi...kayaknya gue mulai tau dalang disebalik hilangnya ban sepeda lo." bisik Budi mendekat sejajari langkah gue menuju kelas.

"Siapa?" tanya gue penasaran.

"Lo inget hari terakhir kita sekolah kemarin. Pas lo lagi di dalam rumah bareng ibu. Ada tiga cewek senior berdiri di pintu gerbang lama. Mereka liatin elo terus."

"Terus...?" gue semakin penasaran.

"Pertanyaannya...lo punya masalah apa dengan senior kelas dua belas?" desak Budi masih dalam mode berbisik.

"Gue? Perasaan nggak pernah gaul dengan kelas dua belas. Ada juga senior di badminton, itu juga mentok di kelas sebelas." decit gue pelan. Aneh sih, tapi apa iya gue tanpa sengaja membuat marah anak senior?

...

-TBC-

~

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/