Monika sedang menyiapkan hidangan makan malam dibantu oleh Joon Jin, pria itu terlihat menikmati proses memasak.
Joon jin bukan seorang pria yang bertingkah kemayu ataupun gemulai , Dia terlihat seperti pria biasa.
Dia bersikap kalem dan harus Monika akui pria korea itu memiliki daya tarik luar biasa meskipun dia sendiri tak tertarik pada istri patner kerja suaminya tersebut.
Postur tubuh Joon Jin kurus bagai seorang penyanyi k-pop tapi penampilannya begitu fashionable dan menarik.
Selayaknya pria metroseksual pada umumnya.
Perempuan normal mana yang tidak naksir Joon Jin?
Monika sendiri menyayangkan dalam hati pria seimut Joon Jin adalah seorang gay.
"Monika, Kau cobalah." Joon Jin menyodorkan sepotong kimbab ke mulut Monika.
Ya kimbab hasil buatan pria itu sendiri.
Monika membuka mulut, mengunyah
nya perlahan lalu mengangkat jempol .
"Enak sekali, kau sungguh jago masak."
Mendapat pujian dari perempuan cantik itu
tanpa terduga Joon Jin mencium pipi Monika,Tersenyum.
Hal ini tentu saja membuat Monika syok, perempuan itu memegang pipinya sambil melongo karena masih tak percaya bahwa pria itu barusan mencium pipinya.
"Maaf karena tidak sopan tapi aku sungguh merasa senang mendapatkan pujian dari teman sepertimu. Aku harap kau tidak salah paham apalagi marah."
Menyadari ulahnya bukanlah hal benar, pria itu meminta maaf disertai raut menyesal.
Membungkukkan badan selayaknya orang korea pada umumnya.
Monika tersenyum, " Tidak apa-apa, aku memang sempat terkejut tapi aku yakin kau tidak mungkin bermaksud tak sopan apalagi mengambil keuntungan dariku."
Monika tanpa sungkan memeluk Joon Jin balik, tersenyum ramah.
Sekarang Joon Jin balik terkejut atas tingkah tak terduga perempuan itu.
Monika melepaskan pelukannya, "Ayo kita lanjutkan masaknya, Joon Jin."
-
-
-
Andita memanggil Alfian untuk segera makan.
Pria itu keluar dari kamar, bergabung bersama sang ibu untuk makan malam.
Keduanya mulai menyantap hidangan buatan tangan Andita sendiri.
Meskipun berstatus sebagai kepala rumah sakit sekaligus dokter anak, Andita jago dalam memasak serta membuat kue.
"Mommy sungguh merindukan adikmu Alfando. Mengapa dia belum menemui Mom sejak dia menikah?jangan-jangan dia marah karena kita tidak hadir pada pesta pernikahannya?" raut wajah Andita terlihat bingung juga sedih.
Sebenarnya Alfian meminta Alfando untuk tidak menemui dirinya dan Mommy mereka sampai dia memberikan izin untuk itu.
Mendapatkan kenyataan pahit bahwa adik kesayangannya adalah seorang gay membuat pria ini syok berat dan sejujurnya sangat kecewa juga marah tapi meskipun begitu dia tetap menganggap Alfando sebagai adik.
"Aku rasa dia sedang sibuk dengan pekerjaannya jadi belum bisa menemui kita, That's all Mom. Lagipula kalian masih berkomunikasi dengan baik bukan?."
"Kau benar, Sayang. Meskipun lama tak bertemu tapi setidaknya kami masih berkomunikasi dengn baik. Sejujurnya Mom masih merasa menyesal karena tak bisa hadir pada pesta pernikahan adikmu, Tapi mau bagaimana lagi? Mommy ada dua jadwal operasi penting saat itu dan kau juga mempunyai jadwal penerbangankan."
Iya Alfian adalah seorang pilot pada salah satu maskapai terkenal.
Pria itu dengan santai mengunyah makanan, meminum air dingin hingga tersisa setengah gelas.
Menatap lembut ibunya.
"Percayalah Mom, dia tidak akan marah hanya karena kita tidak datang karena memang situasi kita tak memungkinkan untuk hadir dan aku mohon berhentilah merasa bersalah." Alfian mencoba menenangkan sang ibu dengan memberikan pengertian.
Kembali melanjutkan makannya.
Andita merasa lebih tenang berkat ucapan sang putra.
Dia melanjutkan makannya.
Keduanya melanjutkan memakan steak dengan lahap tanpa mengobrol apapun.
Hingga akhirnya Alfian melontarkan sebuah pertanyaan ekstrim.
"Mom, Apa kau akan membenciku jika aku seorang gay?" cicit Alfian,menelan saliva.
Entah keberanian dari mana sehingga pria itu mampu mengatakan hal tersebut.
Tapi Alfian ingin tahu reaksi ibunya, dia butuh melihat langsung reaksi ibunya tersebut sebelum dia memberikan izin pada Alfando untuk memberitahukan tentang jati dirinya pada ibu mereka nanti.
Dan...
Pppppengg..
Suara nyaring akibat melempar garpu ke atas piring.
Pria itu mendapatkan reaksi diluar dugaannya, bukan amukan atau cacian reaksi yang di berikan sang ibu melainkan perubahan tubuhnya mendadak bergetar hebat, wajahnya sangat syok bahkan airmata menghiasi kedua mata wanita itu tanpa sadar wanita itu mengenggam ujung pisau steak dengan erat hingga berdarah tapi tak ada reaksi kesakitan seolah telah mati rasa.
Melihat hal itu Alfian langsung menyingkirkan pisau steak dari genggaman ibunya, Terlihat panik lalu mengambil kotak p3k membersihkan luka, memberikan betadine dan membalut perban pada telapak tangan ibunya.
"Mom, kau membuatku ketakutan, kau tahu itu?!" Bentak Alfian tanpa sadar mukanya sudah pucat karena panik,memeluk ibunya erat.
Andita melepaskan pelukan Alfian, "Katakan sejujurnya apa kau seorang gay?!!"
Airmata wanita itu terus mengalir, tubuhnya bergetar semakin kuat seolah terkena hipotermia kemudian mengguncang kuat kedua bahu Alfian.
"Aku bersumpah, aku bukan gay Mom!"
Andita tak percaya begitu saja, "Bagaimana Mom bisa percaya kau bukan seperti itu!!"
"Jika aku berbohong padamu, aku akan celaka!!Aku hanya sekedar bertanya, Mom." Kata Alfian dengan suara lantang menjelaskan persoalan sebenarnya sambil dua jarinya bersilang membentuk tanda sumpah disertai raut serius.
Dan Anditapun percaya, melepaskan tangannya dari bahu anaknya itu.
Dia memejamkan kedua mata dan menghapus airmata.
Tubuhnya masih bergetar meski tak separah beberapa waktu lalu.
" Kau membuatku sangat ketakutan dan stress , Aku mohon jangan melakukan itu lagi." Alfian terlihat lega.
Andita membelai wajah putranya, menatap tajam. " Kau tahu? Perasaan itu yang Mommy rasakan saat kau bertanya tadi jadi jangan membuat Mommy syok dengan hal menakutkan meski itu hanya seandainya...mengerti!!"
Andita pergi meninggalkan putranya seorang diri masuk ke dalam kamar dengan perasaan emosional.
Alfian hanya bisa tertegun.
-
-
-
Makan malam berjalan lancar...
Setelah berbincang Yamada dan Joon Jin berpamitan.
Monika langsung membersihkan meja dan mencuci piring sedangkan Alfando memilih langsung beristirahat.
Satu setengah jam kemudian dia telah berhasil menyelesaikan tugas, jam menunjukkan pukul 11 malam.
"Akhirnya aku bisa istirahat juga, Huft." Monika merenggangkan seluruh badan, dia akan berganti pakaian sebelum tidur.
Perempuan itu naik ke lantai atas, ternyata Alfando masih belum tidur.
Pria itu masi sibuk berkutik dengan laptopnya.
"Monika mana dokumen laporan bulan ini?"
Tanpa banyak bicara dia mengambil dokumen dalam tas kerjanya, menyerahkan pada suaminya itu.
Monika masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.
Setelah keluar kamar Alfando telah selesai dengan urusan kerjaan.
Pria itu sedang menonton Tv.
"Kau belum tidur? Besok pagi kita harus bekerja, sebaiknya kau tidur tapi terserah padamu, aku tidur duluan yah."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut Monika langsung bergabung di atas ranjang, memiringkan badan membelangi Alfando tentu saja memeluk guling seperti biasa.
Tapi tiba-tiba kedua tangan kekar Alfando menarik tubuh Monika sehingga berganti posisi menjadi dibawah pria itu.
"Aku mohon jangan menggangguku, aku sungguh mengantuk." ujar Monika mulai kesal.
Bukan menganggukkan keinginan istrinya, Alfando malah menekan bahu Monika lalu mendekat kemudian mencium bibir istrinya sambil memejamkan mata.
Monika syok..
Reflek mendorong keras dada Alfando dari atasnya hingga terjatuh ke lantai, pria itu mengusap bokongnya sambil mendumel.
"Kau ini apa-apain si?!" Monika terlihat emosi, merapihkan rambut dengan sikap panik.
Pria itu berdiri, duduk di samping Monika terlihat tak kalah emosi. "Harusnya aku yang berbicara seperti itu!!" bentak Alfando BT.
"Salah sendiri kau membuatku terkejut." tak mau disalahkan Monika menjelaskan alasannya melakukan hal itu.
Alfando menarik dagu istrinya, melempar pandangan tajam.
Pandangan pria itu sungguh menakutkan...
"Aku ingin kau melakukan salah satu kewajibanmu sebagai seorang istri sekarang dan tidak ada penolakan, mengerti!!!!"
Tbc