Lisa membaringkan tubuhnya di atas rumput-rumput hijau. Ia tak langsung pulang kerumah, kantuknya sudah hilang entah kemana dihapus oleh rasa kesal terhadap Aksa.
Saat ini ia berada di sebuah taman yang sering ia dan Aksa kunjungi jika mereka tidak tahu lagi mau kemana. Bisa dikatakan tempat ini adalah tempat yang sering mereka berdua kunjungi bersama.
Hari mulai gelap, dan ia sama sekali tak peduli dengan itu. Toh, sebentar lagi lampu juga akan menyala jadi ia tak perlu khawatir akan gelap bukan?
Ia memandangi langit yang jauh di atas sana. Entah kenapa ia ingin Sekali Berteriak dengan begitu kencang sambil mengatakan bahwa rasanya tak adil saat ini.
Sepanjang perjalanan kesini ia terus saja memikirkan apa yang membuat ia begitu marah seperti ini. Bahkan ia juga merasa sangat kesal sekali saat melihat Aksa dan wanita yang bernama Fany itu berpelukan.
Dan ia baru menyadari nya bahwa ia belum benar-benar mengakhiri rasa untuk Aksa. Dan yang lebih parahnya lagi perasaan nya kepada Aksa itu semakin besar dari sebelumnya.
Masih teringat dengan jelas dulu saat mereka putus, baik dirinya maupun Aksa sama-sama terpukul dengan keputusan itu. Mereka berdua bahkan tak sama sekali bertegur sapa satu sama lainnya meskipun seiringan jalan.
Memikirkan bahwa ia dan Aksa akan kembali lagi pada masa itu membuatnya Lisa dengan cepat menggelengkan kepala nya itu.
Ia tak ingin kembali pada masa itu, masa menjadi orang asing dan rasanya seperti ingin hilang dari muka bumi ini.
Tak ingin mengingat hal yang pasti akan menyakiti dirinya lebih dalam lagi, Lisa memejam Kan matanya mencoba untuk mencari kantuk yang entah hilang Kemana itu.
Ia mencoba memejamkan matanya, seiring dengan pergantian senja menjadi malam.
Tapi baru saja ia ingin masuk ke dalam alam mimpi nya, ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk.
Dengan cepat, Lisa langsung mengambil ponselnya yang berada di dalam tas nya.
Ia menaikkan alisnya saat melihat nama si penelpon tersebut. Tak ingin memperdulikannya, ia kembali menatap ke langit-langit. Malam sudah menguasai bumi saat ini. Lampu-lampu juga sudah menyala semuanya.
Ponsel masih saja berdering tanpa berniat untuk ia angkat. Saat ini ia malah sibuk membuat bintang dengan tangannya.
Tiba-tiba pada lingkaran bintang yang ia buat tadi ada sosok Aksa sedang berpelukan. Itu adalah kejadian tadi.
Lisa menggelengkan kepalanya untuk menepis semua nya itu. Apa yang ia pikirkan hingga bisa memikirkan Aksa kembali. Apakah karena Aksa yang menelpon?
Ia melirik ke arah ponselnya yang ada di sampingnya itu. Sepertinya panggilan sudah berakhir. Tapi baru saja ia ingin mengambil ponselnya itu, telpon kembali berdering dan lagi-lagi yang menelpon itu adalah Aksa.
"CK! Untuk apa sih nelpon-nelpon segala?" Sinis Lisa.
Ia kembali meletakkan ponselnya itu ke tempat semula dan ia menatap langit. Bintang di atas sana. Tak ada bintang ataupun bulan. Sepertinya hari akan hujan sebentar lagi. Tapi ia sama sekali tak berniat untuk bergerak dari tempat nya itu.
Entah apa yang ada dalam benak nya saat ini pun tak ada yang tahu.
Lisa menutup matanya saat merasakan rinai hujan yang membasahi wajahnya. Baru saja diKatakan akan turun hujan dan sekarang malah hujan beneran.
Ponsel di samping Lisa terus saja berdering, sepertinya Aksa benar-benar mencemaskan dirinya saat ini tapi ia sama sekali tak memperdulikan itu.
Dalam sekelip mata hujan menjadi begitu deras tapi lagi dan lagi, tak ada pergerakan apapun yang dilakukan oleh Lisa. Ia begitu menikmati saat hujan menyentuh tubuhnya dan memberikan rasa dingin disana.
Sepertinya ia benar-benar gila saat ini hanya karena melihat Aksa berpelukan dengan seorang wanita yang entah siapa itu.
Sedang asik-asik nya merasakan hujan yang menyentuh tubuhnya itu, tiba-tiba saja ia merasa kan tak ada lagi hujan yang jatuh di wajahnya, sementara pada bagian kaki masih ada. Hal itu membuat Lisa mau tak mau harus membuka Matanya.
Saat ia membuka Matanya, ia langsung terkejut melihat seseorang yang sedang melindungi dirinya menggunakan payung agar tidak kehujanan.
"Aksa." Gumam Lisa begitu pelan sekali.
Iya, laki-laki itu adalah Aksa. Seseorang yang membuat dirinya menjadi seperti ini hanya karena sebuah perasaan yang entah sejak kapan mengendalikan dirinya itu.
Aksa mengulur kan tangan nya untuk membantu Lisa bangun dari posisi baring nya itu. Tapi sama sekali hal itu tak di tanggapi oleh Lisa. Ia hanya membalas uluran tangan dari Aksa itu dengan sebelah alis yang diangkat.
Sementara Aksa ia memberikan kode kepada Lisa untuk menerima uluran
tangan dari nya menggunakan mata. Lisa masih berekspresi dengan sama seperti tadi tanpa berniat untuk mengubahnya
Hal itu benar-benar membuat Aksa marah, ia mengambil tangan Lisa dan kemudian menarik nya dengan paksa. Tentu saja Lisa tak akan membiarkan hal seperti itu terjadi.
Dengan sekuat tenaga Lisa bertahan dengan posisinya itu. Sejak tadi ia sudah bertekad untuk tidak lagi menurut dengan Aksa. Ia berencana setelah hari ini ia tak akan lagi memikirkan Aksa dan memulai hidup yang baru, tanpa Aksa di setiap harinya.
Ia tahu bahwa jika ia masih berhubungan dengan Aksa itu sama saja akan menyulitkan dirinya di masa yang akan datang nanti. Ia dan juga Aksa memang harus nya mengakhiri hubungan simbiosis mutualisme mantan yang bodoh ini.
"Ayo bangun Lis." Ucap Aksa.
Lisa mengelengkan kepalanya, "gue menyukai ini Sa."
"Nanti Lo sakit."
"Itu urusan gue bukan urusan lo." Jawab Lisa, matanya dan juga mata Aksa bertemu cukup lama sekali sebelum akhirnya Lisa memutuskan kontak mata terlebih dahulu.
"Pulang lah Sa, gue ingin sendiri Sekarang jadi gue mohon jangan ganggu gue dulu." Lanjut Lisa lagi tanpa melihat Aksa yang masih menatapnya itu.
"Ada apa Lis?" Tanya Aksa setelah beberapa saat terjadi keheningan antara mereka berdua.
Lisa melirik sebentar ke arah Aksa yang Sedang memegang payung itu.
"Bukan apa-apa, hanya saja gue ingin sendirian dulu. Apakah itu salah?" Jawab Lisa.
Mendengar itu, Aksa menganggukan kepalanya.
"Apakah hujan-hujanan seperti tadi itu menyenangkan?" Tanya Aksa lagi.
Lisa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Melihat anggukkan itu membuat Aksa tersenyum. Tanpa aba-aba ia langsung melepaskan payung yang sejak tadi ia pegang itu hingga membuat hujan yang lebat itu membuat tubuhnya sama basahnya dengan Lisa.
Aksa mengambil tempat di sebelah Lisa dan kemudian tersenyum ketika hujan menyentuh wajahnya.
"Guejuga menyukai ini Lis." Ucap Aksa.
Lisa Terbelalak ketika melihat Aksa berada di sampingnya dengan basah kuyup itu.
"Lo gila?" Tanya Lisa dengan nada yang sangat tinggi.