"Tidak? Maksud Bapak dengan kata tidak itu apa?" tanya Virna seperti orang bodoh.
"Ya, aku tidak mau meminjamkan uang, kalau aku tidak tahu alasan kamu meminjam uang itu."
Virna terdiam. Otaknya seperti sedang memikirkan sebuah alasan.
"Saya ingin membeli pakaian dalam Pak."
Akhirnya, Virna memberikan alasan seperti itu kepada Pak Hanzie, sebab ia sudah tidak tahu, akan memberikan alasan seperti apa pada sang bos.
"Pakaian dalam? Apakah itu tidak bisa menunggu sampai nanti gajian?"
Astaga! Pria seperti ini! Enaknya diapain ya? Pengen banget aku masukin mulutnya itu petasan, karena bawelnya melebihi emak-emak di ujung kompleks!
Virna mengomel seperti itu di dalam hati.
"Pakaian dalam saya sudah rusak parah, Pak! Sebagian hilang di tali jemuran, sebagian yang tersisa, sudah tidak layak pakai, hanya tersisa beberapa, apakah Bapak mau ke kost juga buat memeriksa?"
Sebal, karena Pak Hanzie seperti sangat ikut campur terlalu jauh dengan urusannya, Virna sampai mengatakan hal seperti itu pada sang bos.
Membuat wajah Pak Hanzie berubah? Menilai dirinya tidak sopankah? Karena sudah mengatakan masalah seperti itu pada dirinya? Atau, karena masih tidak percaya dengan apa yang ia katakan?
"Ini uangnya, beli pakaian dalam yang berkualitas, jangan yang sehari pakai tapi langsung longgar."
Ya Allah. Kalau aku menikah dengan pria ini, bisa-bisa mati sebelum melahirkan aku menghadapi sifat bawelnya ini....
Lagi-lagi, Virna mengomel di dalam hati, namun ia terpaksa tidak mempersoalkan hal itu, daripada perdebatan semakin panjang? Lebih baik dirinya yang mengalah.
Yang penting, dirinya sudah diberi pinjaman. Itu sudah cukup.
"Bos, kayaknya perhatian banget sama kamu."
Saat jam istirahat, Virna menceritakan perihal Pak Hanzie pada Morin langsung ditanggapi Morin dengan kata-kata tersebut.
Perhatian? Yang benar saja!
"Bukannya ingin menekan?"
"Dia sampai meluangkan waktu ke kost kamu lho, Virna. Meskipun dengan alasan ingin melihat cara kamu memasang lampu, tetap aja buat aku itu benar-benar sebuah hal yang bukan biasa-biasa aja,"
"Ah, udahlah. Aku itu stres kalau udah ngomong masalah Pak Hanzie. Masa, aku mau ngutang aja, dia banyak bener ngasi pertanyaan, kayak nggak ikhlas ngasih hutangan!"
"Jadi, kamu berhutang lagi?"
"Iya."
"Karena lampu?"
Virna terdiam. Jika kemarin-kemarin ia bersemangat untuk bercerita tentang keanehan yang terjadi pada lampu-lampu di kamarnya, sekarang ia terpaksa untuk tidak menganggap itu hal yang aneh, sebab ia sekarang tahu, apa yang membuat lampu di kamarnya selalu rusak.
Gara-gara Bee! Pria jelmaan itu yang menyedot energi listrik yang ada di dalam lampu di kamarnya hingga akhirnya lampu itu selalu saja rusak.
Jika ia menceritakan itu semua pada Morin, tentu saja ia justru membongkar identitas Pangeran Jeelian.
Tidak! Virna tidak mau mendapatkan hukuman dari makhluk negeri fantasi itu.
"Buat kebutuhan sebenarnya, beras, beli lauk, dan transportasi, ya gitu, buat kebutuhan."
Virna menjawab pertanyaan Morin, tanpa menatap wajah temannya itu.
"Selama kamu memelihara kucing, kayaknya keteteran banget kamu dengan keuangan. Cepat dilepas aja, kamu kebanyakan hutang ntar gajian ya cuma terima slip gaji, nggak ada uangnya!"
Virna tersenyum getir mendengar ucapan Morin. Tidak salah sebenarnya. Karena memelihara kucing, memang cukup membuat pengeluaran Virna membengkak.
Terutama masalah lampu. Tapi, mengusir Bee dari kamarnya? Apakah itu bisa ia lakukan? Sementara, kucing jelmaan Pangeran Jeelian itu justru meminta waktu agar ia tetap tinggal bersamanya sampai luka yang diderita pria itu pulih secara keseluruhan.
***
Pulang bekerja, Virna sudah melaksanakan niatnya untuk membeli pakaian untuk Bee.
Kebetulan karena bekerja di supermarket yang berada di sebuah mall, Virna tidak perlu jauh-jauh naik angkot, gadis itu sudah hafal tempat di mana membeli pakaian dengan banyak diskon dan terjamin kualitasnya.
Virna tidak menyadari. Ketika ia masuk ke dalam sebuah toko pakaian. Pak Hanzie memergoki dirinya.
Pria itu sebenarnya tidak sedang ingin mengikuti Virna. Virna pun setengah mati menghindari Morin saat pulang bekerja, lantaran tidak mau diketahui sahabatnya itu bahwa ia sedang berbelanja kebutuhan pria.
Bisa-bisa, ia disangka sedang memelihara berondong pemalas oleh temannya itu.
Beruntung, dengan sedikit kepandaiannya bersilat lidah, Virna mampu mengelabui Morin hingga saat pulang, mereka bisa terpisah.
Merasa heran karena Virna masuk ke dalam toko yang menjual pakaian khusus pria, Pak Hanzie secara tidak sadar mengikuti.
"Virna belanja pakaian dalam di tempat seperti itu? Pakaian dalam pria atau wanita? Jangan-jangan dia berbohong padaku berhutang cuma ingin membelanjakan pacarnya?"
Pak Hanzie bicara demikian. Hingga tiba-tiba saja sebuah tepukan mendarat di salah satu pundaknya.
"Kamu sedang apa, Hanzie?"
Pak Hanzie berpaling. Rautnya sedikit terkejut, karena Farhan sahabatnya memergoki dirinya seperti orang bodoh memperhatikan toko pakaian khusus pria, dengan tampang seperti suami yang mengikuti istrinya sedang berselingkuh.
"Aku, sedang memperhatikan seseorang."
"Pacarmu?"
"Bukan!"
"Tapi, raut wajahmu seperti seseorang yang sedang ingin menangkap basah pasangan yang sedang berselingkuh!"
"Yang benar saja, tidak ada. Aku hanya heran, ada salah satu karyawanku yang meminjam uang padaku, dengan alasan ingin membeli pakaian dalam, tapi mengapa dia masuk ke toko khusus pakaian pria? Itu saja, rasanya seperti mustahil."
"Mustahil kenapa? Bisa saja, itu dilakukannya untuk kerabatnya?"
"Dia tinggal sendiri di kost,"
"Memangnya dia tidak punya orang tua?"
"Setahuku dia yatim piatu. Aku tidak tahu apakah itu benar, hanya saja seperti ganjil jika ia membelanjakan sesuatu untuk kerabatnya."
"Mungkin untuk hadiah ulang tahun teman."
"Dengan berhutang?"
"Bukan teman biasa yang pasti!"
Kedua telapak tangan Pak Hanzie mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh Farhan.
"Begitukah?"
"Lagipula, kenapa kau seperti ngotot ingin tahu? Bukankah wajar saja. Memangnya di mana letak kesalahannya?"
"Kesalahannya? Karena, dia berani berbohong padaku!"
"Asal dia mau membayar, seharusnya itu tidak jadi masalah, bukan?"
"Tetap saja rasanya itu membuatku sangat kesal!"
"Itu artinya, kau suka padanya!"
"OMONG KOSONG!!"
Beberapa orang langsung berpaling ketika mendengar Pak Hanzie mengucapkan kata-kata itu dengan suara yang meninggi.
Farhan meletakkan jari telunjuknya di bibir. Karena dalam sekejap, mereka menjadi pusat perhatian.
"Suaramu membuat orang mengira kita sedang bertengkar," katanya masih dengan telunjuk di bibir.
Pak Hanzie ingin merespon, tapi niatnya terhenti ketika melihat Virna keluar dari toko pakaian khusus pria tersebut sembari membawa satu kantong belanja dengan logo nama toko tersebut.
Tidak salah lagi, Virna benar-benar membeli pakaian pria di toko itu!
Note: Yang nampak belum tentu yang sebenarnya, itu sebabnya kita tidak bisa menarik kesimpulan hanya berdasarkan apa yang kita lihat saja.
(Apa yang akan dilakukan Pak Hanzie pada Virna? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)