"Virna! Sini kamu!"
Pagi-pagi sekali, ibu kost langsung memanggil Virna yang saat itu bahkan belum berganti pakaian setelah usai mandi.
Masih memakai pakaian handuk yang ia pakai, dan rambut yang masih basah, Virna tergopoh-gopoh menghampiri ibu kostnya.
Beruntung, hari masih terlalu pagi, belum terlalu banyak penghuni kost lain yang bangun.
Kalaupun ada, mereka rata-rata masih di kamar mandi, sebab fajar baru saja menyinsing.
"Ada apa, Bu?" tanya Virna dengan nada suara terbata.
Perasaan, uang kost sudah ia bayar, tapi mengapa wanita ini datang sepagi ini memanggilnya di depan kost? Tidak naik ke beranda pula, hanya di halaman kostnya saja seperti itu.
"Kamu memelihara kucing?"
Wajah Virna seketika pucat pasi.
"Ti, tidak, Bu.." bohong, Virna. Jelas saja ia berbohong, sebab, ia sebenarnya memelihara seekor kucing abu-abu beberapa hari belakangan ini.
Bukan karena ingin, meskipun bukan berarti dia pembenci hewan tersebut, akan tetapi situasi yang memaksanya untuk melakukan itu, karena tidak tega.
Kucing yang ia pelihara sekarang adalah kucing yang nyaris mati karena terluka parah!
Beberapa hari yang lalu, saat pulang bekerja, jam nyaris merapat pukul 10 malam, Virna menemukan seekor kucing abu-abu, di tepi jalanan yang basah karena hujan.
Tubuh kucing itu memprihatinkan. Penuh luka, dan nyaris seperti ingin mati. Tidak tahu apa yang menyebabkan hal itu terjadi, akan tetapi naluri kemanusiaannya memanggil dirinya untuk menolong.
Padahal, ia bukannya tidak tahu, kalau ibu kostnya terkenal dengan sifatnya yang tidak suka dengan hewan berbulu satu itu.
Sebenarnya bukan hanya tidak menyukai kucing, wanita itu juga tidak menyukai hewan lainnya yang biasanya justru umum untuk dipelihara.
Ayam, burung, bebek, bahkan sapi. Entahlah, Virna juga tidak tahu mengapa hal itu bisa menjadi karakter ibu kostnya.
Apakah ada kejadian tidak enak menyoal hewan tersebut, hingga wanita itu menjadi parno? Virna juga tidak tahu, karena ia bukan tipe wanita yang suka mencampuri urusan orang lain.
"Jangan bohong! Ada yang mendengar suara kucing dari kamar kamu! Kamu mau bohong sama ibu?"
Tanpa memperdulikan Virna, wanita itu bergerak untuk menerobos masuk ke dalam kamar kost Virna.
Membabi buta mencari makhluk berbulu yang ia maksud.
Virna tergopoh-gopoh menyusul. Merasa khawatir jika Bee, kucing yang ia pelihara itu ditemukan oleh wanita tersebut.
Jantung Virna seperti mau copot. Bagaimana tidak? Jika ibu kostnya melihat kucing itu bagaimana? Tamat riwayatnya!
Virna berdoa, semoga saja Bee, nama pemberiannya untuk kucing itu tidak ditemukan. Paling tidak, kucing itu bersembunyi atau tidak mengeong dahulu, agar wanita itu tidak tahu, ia sudah memelihara seekor kucing.
Ibu kost kembali setelah masuk ke dalam dapur Virna. Wajahnya seperti tidak merasa puas.
"Mana kucing itu?" tanyanya, ketika sudah berdiri di hadapan Virna.
"Nggak ada, Bu? Kan, saya tadi udah bilang, kalau saya tidak memelihara kucing? Kenapa, Ibu tidak percaya?"
Virna berusaha untuk berkelit.
Sembari terus berdoa, semoga Bee, tidak muncul.
"Aneh, padahal mana mungkin Parjo itu bohong. Dia mendengar suara kucing ada di kamar kamu, dan itu tidak sekali dua kali, tapi berkali-kali."
Parjo? Dasar pria itu! Semenjak Virna menolak kencan dengan satpam yang ngekost di sebelah kamarnya itu, Virna sering diberi berbagai macam kejadian tidak nyaman yang dilakukan pria itu padanya.
Jika sekarang, pria itu nekat membuat laporan segala.
Pasti level sakit hati lelaki yang pernah menikah, tapi bercerai itu semakin besar.
Diam-diam, Virna mengepalkan kedua telapak tangannya. Jika saja, kost di tempat ini tidak murah, tentu saja Virna akan mencari kost baru agar bisa terhindar dari pria bernama Parjo itu.
Bersebelahan dengan pria seperti itu, apa tidak membuat Virna merasa seram?
Sampai untuk menjemur celana dalamnya saja, Virna jadi paranoid.
"Saya nggak ada memelihara kucing, Bu. Bang Parjo itu salah kira, mana mungkin saya mau melihara kucing? Saya aja kerja di luar seharian. Nanti kalau dia buang air bagaimana?"
Virna masih mencoba mencari alibi. Berusaha untuk tidak membuat ibu kostnya itu menjadi curiga.
Dan, tentu saja masih berharap Bee, tidak munculnya dengan ekor panjangnya itu.
"Ya, sudah. Tapi, ingat Virna, kalau kamu masih mau tinggal di sini, sebaiknya kamu harus patuh aturan!"
"Baik! Saya akan ingat, itu Bu!"
Virna mencoba untuk membuat janji, meskipun ia tidak tahu, apakah janji itu bisa ia tepati, faktanya, sekarang saja ia sudah melanggar janji.
Memelihara Bee, yang sudah ada di kamarnya beberapa hari ini.
Hingga kemudian, ibu kostnya berlalu dari hadapannya, setelah berpesan sekali lagi padanya, untuk tidak melanggar janji.
Fyuuh! Virna menarik nafas lega. Gadis itu segera menutup pintu kamar.
Lalu segera mencari-cari kucingnya. Memanggil Bee, dengan suara pelan. Tidak mau, Bee membuat keributan, hingga Parjo yang ada di sebelah entah sudah bangun atau tidak mendengar apa yang ia katakan.
Hanya beberapa saat, Virna memanggil kucing itu, sang kucing muncul terseok-seok. Luka yang diderita sang kucing belum sepenuhnya sembuh.
Karena itulah, Virna tidak tega untuk mengusir hewan itu.
Lagipula, sebuah hal yang paling tidak disangka Virna, selama berada di rumahnya, kucing itu bahkan tidak pernah terlihat buang air besar dan juga buang air kecil..
Entahlah, apakah Virna yang tidak melihat kapan kucing itu buang air, atau memang, Bee sangat pintar menyembunyikan kotorannya.
Setiap kali memeriksa pasir yang ia taruh di sebuah tempat untuk pembuangan kucing tersebut, karena ia tidak mengizinkan kucing itu keluar, Virna tidak pernah melihat kotoran kucing tersebut.
Berbau pun tidak. Memang terasa aneh, tapi karena Virna sudah terlalu lelah jika sudah pulang bekerja, ia bahkan tidak memperhatikan keanehan itu untuk sebuah sesuatu yang janggal.
Gadis itu terlewatkan memikirkan bagian-bagian yang seharusnya bisa membuat dirinya menjadi heran.
"Kamu pinter! Kamu sembunyi saat ibu kost nggak ada, untung kamu nggak terlihat, kalau terlihat pasti kamu sudah diseret, dipukulin, mungkin juga dibuang jauh -jauh, sementara luka kamu aja belum sepenuhnya sembuh. Cepat sembuh, ya? Biar kamu cepat pulang ke rumah kamu, di sini nggak aman, nanti kamu dianiaya kalau orang sampai tahu, kamu ada di sini.."
Virna memangku kucing tersebut, sembari mengelus bulu halusnya.
Kucing itu melenguh seolah mengerti apa yang diucapkan oleh Virna. Ia menutup mata seolah menikmati elusan Virna di tubuhnya.
Virna meletakkan kucing itu di atas tempat tidur. Sebuah hal biasa bagi Virna membawa hewan itu sekamar dengan dirinya.
Bahkan, ia tidak membuatkan tempat khusus pada hewan tersebut untuk tidur.
Bebas, ingin di mana, asal tidak membuang kotoran sembarangan. Itu sudah cukup.
Dan, Virna merasa puas, Bee selama tinggal bersama dirinya tidak pernah berbuat hal yang membuat dirinya marah.
Hewan itu sangat penurut.
"Ohya, Bee. Apa, selama aku kerja, kamu mengeong keras-keras? Orang sebelah mendengar suara kamu, tuh. Jadi, kamu harus ingat, jangan mengeong keras-keras ya, usahakan jangan berisik, karena kalau kamu sampai ketahuan ada di sini, orang-orang bakal maksa aku buat buang kamu, jadi kamu nggak usah mengeong dengan keras ya, diam aja. Cowok ganteng itu, pendiam, kalem, kalau banyak omong kayak orang sebelah itu jelek, ya?"
Virna berjongkok sembari menepuk kepala Bee, yang membaringkan tubuhnya di atas kasur di mana Virna tidur.
Kucing itu hanya mengeong kecil untuk menanggapi apa yang diucapkan oleh Virna. Seperti mengerti, seperti paham, padahal Virna sendiri tidak paham bahasa kucing tersebut.
Hanya sembarangan saja, menganggap kucing jantan itu mengerti apa yang ia ucapkan, hingga tidak jarang, Virna mengajak kucing itu bicara.
Gadis itu segera berpakaian. Ingin segera berangkat bekerja, hingga kemudian ketika ia menyambar kunci rumah untuk segera berangkat, Bee seperti terbatuk-batuk.
Terlihat sangat kepayahan karena tubuhnya sampai terguncang. Dari mulutnya, keluar darah! Membuat Virna terperanjat seketika!
Note: Hewan akan mengerti apa yang diucapkan oleh manusia padanya, meskipun terkadang kita sebagai manusia tidak mengerti bahasa mereka.
(Ada apa dengan Bee? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya, terimakasih sudah membaca)